6 - No Word

583 67 0
                                    

6 – No Word

Ada banyak kata yang sudah dipikirkan Remy untuk dilontarkan pada Lana jika mereka bertemu. Namun, begitu mereka bertemu, Remy hanya bisa berdiri terpaku di pintu kamarnya, tak bisa melontarkan satu kata pun.

Pertama, karena mendadak otaknya kosong. Semua kata-kata yang sepanjang jalan tadi tersusun runut dan rapi dalam kepalanya mendadak menghilang begitu saja. Dan itu, mungkin karena alasan kedua. Di mana Remy agak sedikit terkejut mendapati kamarnya kini tak lagi miliknya seorang.

Sosok Lana yang ada di atas tempat tidur yang biasa hanya ia gunakan sendiri, menggunakan selimut yang biasanya digunakan Remy, sedikitnya mengguncang Remy juga. Menyadarkannya jika dia benar-benar sudah menikah dengan wanita itu dan mulai sekarang, mereka akan berbagi hidup.

"Aku bosan nunggu di sana," ucap Lana tiba-tiba. "Jadi, aku pulang dulu."

"Oh." Hanya itu yang dikatakan Remy, lalu dia melangkah ke arah kamar mandi kamarnya.

Begitu Remy masuk ke kamar mandi, dia menutup pintunya, menguncinya, lalu menyandarkan tubuh di pintu dan menghela napas dalam. Ia benar-benar merasa seperti idiot.

Namun, Remy seharusnya ingat, ia bukan tipe yang banyak bicara. Dua orang yang paling sering melihatnya banyak bicara adalah Asha dan Neo. Selain mereka, Remy tidak pernah mau repot-repot membuang waktu dan tenaganya untuk bicara. Dia biasanya hanya memberi tanggapan singkat seperti tadi.

Namun, ini Lana. Ayolah. Wanita itu akan berbagi hidup dengannya untuk seterusnya, di rumah yang sama, di kamar yang sama.

Sekarang Remy tahu kenapa Neo mengirim video seperti itu pada Remy sebelum pernikahannya. Seperti yang dikatakan Neo, Remy selama ini hanya menghabiskan waktu di kantor, rumah, lokasi meeting, atau proyek. Satu orang luar yang ia temui terkadang hanyalah Laksa, itu pun mereka juga jarang bicara selain tentang pekerjaan.

Meski begitu, Remy tidak pernah kesulitan bicara di depan publik jika dia harus mewakili perusahaannya. Ia tidak pernah merasa grogi atau nervous jika harus bicara di depan umum. Kemampuan public speaking-nya tak perlu dipertanyakan. Ia hanya benci bicara pada orang lain. Itu saja.

Namun, Lana sama sekali bukan orang lain baginya sekarang. Wanita itu juga bukan orang yang harus dihadapi Remy dengan skill public speaking-nya. Jadi, bagaimana dia harus bicara pada wanita itu mulai sekarang?

***

Lana kembali menjatuhkan tubuh ke tempat tidur. Ia lantas teringat, ia tadi belum mematikan ponselnya. Namun, ketika ia mengecek ponselnya, panggilan telepon dari Asha tadi sudah berakhir.

Bahkan reaksi Asha saja lebih baik dari pria itu. Asha setidaknya khawatir ketika Lana pergi tanpa pamit seperti tadi. Namun, Remy tak sedikit pun tampak peduli. Tentu saja. Baginya, mungkin Lana bukan siapa-siapa selain istri di atas kertas.

Lana menatap langit-langit kamar. Inilah kenyataan dalam pernikahannya. Lana juga harus mulai terbiasa dengan ini.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Lana menoleh. Pria itu sepertinya baru masuk, tapi dia sudah keluar? Lana bahkan tak mendengar suara kran. Apa yang dilakukan pria itu di kamar mandi tadi?

"Ada yang harus aku omongin ke kamu," ucap pria itu kemudian.

Lana beranjak duduk. Ia tak mengatakan apa pun dan hanya menatap Remy, menunggu apa yang ingin dikatakan pria itu.

"Malam ini, ada acara makan malam di rumah salah satu kerabatku," Remy memberitahu. "Tante Fika." Pria itu mengecek jam tangannya. "Kamu bisa siap-siap sekarang. Kita berangkat satu jam lagi."

Satu jam lagi? Untuk makan malam keluarga? Pria itu benar-benar ... tak sedikit pun memikirkan situasi Lana. Bagaimana menurutnya Lana akan bersiap hanya dalam satu jam untuk acara makan malam keluarga? Lana setidaknya harus memberikan penampilan terbaiknya untuk hadir di depan keluarga pria itu jika tidak ingin menjadi bahan ledekan. Mengingat, pernikahan ini berawal dari Remy yang membantu kakak Lana di perusahaan.

Namun, Lana tak protes. Atas hak apa ia protes? Jadi, dia hanya mengangguk.

Jika Remy berkata Lana harus bersiap dalam satu jam, maka itulah yang harus dilakukan Lana. Bahkan meski pria itu meminta Lana bersiap hanya dalam waktu lima belas menit, Lana juga harus melakukannya tanpa protes. Karena itulah pernikahan yang ia jalani kini.

***

Setelah memberitahu tentang acara makan malamnya, Remy berkata pada Lana jika dia akan mandi dan bersiap di kamar lain, jadi Lana bisa bersiap di kamar itu. Lana tak mengatakan apa pun dan hanya mengangguk.

Apa wanita itu selalu sediam ini? Namun, mengingat bagaimana Laksa, seharusnya Remy tidak heran. Lagipula, bukankah selama ini dia suka dengan orang-orang yang tak banyak bicara? Namun, kenapa ...? Kenapa dia merasa begitu terusik ketika Lana begitu irit bicara di depannya? Bahkan tadi, wanita itu memberi alasan menghilangnya begitu singkat ketika Remy kelabakan karena dirinya.

Jangankan penjelasan panjang-lebar, menjawab Remy saja dia hanya menggangguk. Seolah dia benar-benar enggan bicara. Apakah wanita itu tak ingin bicara pada Remy?

Jika diingat-ingat, Laksa juga pernah mengaku jika dia tidak suka banyak bicara. Bahkan di rumah pun, dia juga tak banyak bicara. Dia bilang, dia nyaris tidak pernah bicara dengan adiknya. Dan dia mengklaim jika adiknya juga tidak suka banyak bicara.

Jadi, bagaimana mereka berkomunikasi selama ini? Bahkan Remy yang pada dasarnya juga tidak suka banyak bicara jadi frustrasi sendiri.

***

A Cold MarriageOù les histoires vivent. Découvrez maintenant