6. Melangitkan Doa Sungguhan

145 15 6
                                    

★Selamat membaca★
(Tolong tinggalkan jejak, ya!)

"This one moment when you know you're not a sad story

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"This one moment when you know you're not a sad story. You are alive."

♡⁠˖⁠꒰⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠⑅⁠꒱

Fluktuasi suhu ekstrem menjebak banyak orang yang tengah beraktivitas di luar, tak sedikit pula pengendara mobil ikut menepi sebab tampias di kendaraan mereka semakin menjadi, menghalau netranya untuk fokus pada jalanan yang basah, takut-takut kalau terjadi apa-apa.

Guyuran deras tumpah di perkotaan. Disertai kilat dan guntur secara bersamaan. Namun yang lebih menyambar adalah perkataan lelaki di sisinya sekarang. Perkataan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Perkataan yang tidak pernah singgah di telinga. Lelaki itu tampaknya memang sudah lelah.

"Kita putus!"

Kalimat yang terlontar dari mulut pacarnya. Menusuk bersamaan angin dingin yang mengilukan raga. Robek sudah pertahanan mereka berdua. Kisah ini memang seharusnya sudah berakhir sejak lama jikalau salah satu pihak tidak mati-matian mencegah dengan dalih kata cinta.

"Kenapa, Hen?" tanyanya belum menyadari tata letak salah.

"Gue capek sama lo, Dib. Lo selalu nuntut gue untuk berlaku sama persis kayak kakak lo!" Dua remaja berseragam putih biru itu menarik atensi sebagian orang yang ikut menepi di halte. Mengundang pertanyaan-pertanyaan yang membual dalam diam. "Gue jelas gak bisa menduplikat dia. Gue dan dia jauh berbeda dari segi apa aja."

Diba meraih tangan siswa dengan badge kelas IX serta brim topi menghadap belakang. "Gak bisa gitu, Hen-"

Tangan Diba cepat-cepat dihempaskan. "Setiap kali gue melakukan salah, lo selalu ngebanding-bandingin gue sama dia. Seolah dia adalah laki-laki paling sempurna sejagad raya!"

"Tapi gue yakin lo bisa kayak Kak Ray-"

"Stop! Kita udah selesai, dengar?" Hendry menarik resleting sampai leher, membalik brim menghadap depan, lantas melapisinya dengan topi plastik serangkai jas hujan. "Kalau lo mau yang sama persis kayak dia, pacarin aja kakak lo sendiri!"

Lelaki itu menunggangi motor di tengah badai, kemudian melesat dari hadapan banyak orang. Meninggalkan Diba dengan air mata tak mampu disanggah. Gadis itu mengepal kedua tangan menguatkan diri usai kehilangan. Memang cintanya kepada Hendry tidak begitu besar, namun kepergiannya dari sisi berhasil membawa sebagian lampu yang berpijar.

Berkali-kali Diba mencoba untuk menelepon kakaknya. Mengirim pesan sampai masuk ke dalam draft spam. Ia berharap, Rayyan akan membalas dan menjemputnya sekarang. Diba tidak mungkin nekat menerjang hujan. Manalagi angkutan umum sama sekali belum kelihatan.

"Mau diantar pulang?"

***

Mada bersikeras untuk tidak datang dalam pertemuan keluarga, namun pria itu terus mendesaknya. Sudah jalan sebulan ia berupaya menghindar, tak ingin bertatap muka dengan kedua orang tua. Bukan berarti durhaka, Mada hanya enggan menjalani hidup penuh paksaan. Bersama oma, dirinya dapat bebas sebebas-bebasnya. Meraih impian tanpa hambatan.

Samudra untuk Muara [Sequel MUA-RAY]Where stories live. Discover now