14. Berjanji Untuk Diingkari

100 8 1
                                    

Selamat membaca★
(Beri vote dan komen, ya!)

"There are a million reasons why this can't work, a million nos, but there's also one yes, we touch

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"There are a million reasons why this can't work, a million nos, but there's also one yes, we touch."

(⁠?⁠・⁠・⁠)⁠σ

Lintang menata pasta ke dalam piring, lalu menyusun garlic prawn dan memberikan bubuk parsley kering. Berikutnya, lelaki berambut ikal itu menaburkan keju parmesan dan oregano.

"Oi, Tang!"

"ALLAHUAKBAR LINTANG! MASIH GAK DENGAR KAU?! MAMAKNYA NGOMONG GAK ADA JAWABAN!"

Piring yang ia pegang jatuh ke lantai, membuat makanan yang sudah siap untuk disajikan jadi berantakan. Bibir Mak Gansa  terbuka lebar karena ulah anak semata wayang yang selalu berada di luar nalar.

Sejak kepulangannya dari minimarket tadi memang Lintang terlihat sedikit aneh. Masuk ke dalam rumah dengan memasang wajah masam dan tubuh basah, bersalin dalam waktu yang cukup lama, dan memasak pasta pun ia tampak tidak fokus rupanya.

Berkali-kali Mak Gansa menciduknya hampir mengiris jemari saat merajang bahan-bahan makanan. Berkali-kali pula Mak Gansa menegur anaknya bahwa memasak dengan pikiran kosong sangatlah berbahaya. Tapi Lintang tidak mendengarkan. Pikirannya selalu berotasi kepada Mua, seperti ada yang tidak beres pada gadis itu di sana. Perasaanya jadi super tidak enak, kadang-kadang berubah menjadi sesak. Apakah ini sinyal jika Mua sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja?

Lintang pribadi mengakui bahwa ia memang tipikal orang yang tidak dapat mengendalikan diri ketika sudah emosi. Ia bisa saja bermain kasar dan membentak-bentak lawan bicara tanpa memikirkan perasaan yang bersangkutan. Hal itu yang membuat Lintang terlihat kejam, padahal tidak sedikit dari apa yang ia katakan kerap menyimpan pesan. Kadang pula ia sangat mengkhawatirkan seseorang, tapi yang dikhawatirkan malah bebal, membuatnya terjebak kegeraman.

"Apa pula laku kau ini, Tang?" tanya Mak Gansa keheranan. "Lagi banyak pikiran? Masih kecil beban kau udah segudang? Ngalahin orang dewasa aja kau!"

"Mak, aku pergi dulu!" izinnya yang langsung melenggang keluar, menyisakan omelan panjang dari Mak Gansa yang tak sempat ia dengar.

Lintang mengendarai sepeda lipat secepat kilat. Mengarungi jalanan basah dan suana lembab pasca hujan dengan tidak sabaran. Niatnya ingin datang ke tempat di mana ia menemukan gadis itu sedang melamun samar. Tapi sialnya, kursi besi yang tadi mereka duduki sudah berganti penghuni, Mua sudah tidak ada lagi. Memangnya siapa juga yang mau terus menetap di sana jika hujan sudah reda? Atau malah gadis itu nekat hujan-hujanan tanpa ada yang mengantarnya pulang?

Pertanyaan-pertanyaan tentang Mua tak kunjung menemukan titik terang. Perihal Mua selalu membuatnya gundah gulana. Gadis itu sangat keras kepala dan sulit untuk diatur oleh siapa saja. Ia sering sekali memanjakan kata hati walau dirinya sendiri tersakiti.

Samudra untuk Muara [Sequel MUA-RAY]Where stories live. Discover now