11. Sekuntum Cinta Berjuta Luka

138 11 3
                                    

★Selamat Membaca★
(Mana nih vote dan komennya?)

★Selamat Membaca★(Mana nih vote dan komennya?)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"All right, listen. Does anybody mind if I scream here?"

。⁠.゚⁠+⁠ ⁠⟵⁠(⁠。⁠・⁠ω⁠・⁠)

Larut seperkian kedipan detik, gegap kepala bersorak akan nanti yang entah pasti atau hanya fantasi. Bukan janji yang melilitkan hati, tapi menatap raut tenang mendesir menghanyutkan nadi. Tak ada yang lebih lihai dalam urusan menjebak manusia selain pikirannya sendiri.

"Tetapi kalau boleh memaksa, gue nggak ingin kita hanya sebatas sementara. Gue selalu ingin kita yang lama, konkret, dan abadi."

Acara pementasan tak kunjung selesai. Waktu termakan panjang. Mua memilih membuntuti kepergian Rayyan hingga sampailah mereka di ruang musik, ruangan favorit. Habis sekitar sebelas menitan keduanya terdiam. Mua sangat menginginkan seutas obrolan, tapi Rayyan terus-terusan menghindar.

"Seharusnya kita juga paham, sebaik-baiknya masalah adalah kesanggupan kita untuk menghadapi bersama, bukan sendirian."

Alih-alih menimpali, lelaki itu malah berdiri. Lekat-lekat Mua memandangi perawakan Rayyan yang tengah sibuk berlalu-lalang membenahi peralatan musik di dalam ruangan. Sorotnya terlalu enggan menyalur tatapan. Perilakunya membuat suasana hati Mua tambah berantakan.

"Lo gak dengerin gue?" tanyanya diserang gusar. Mua ikut berdiri menyejajarkan. "Kenapa sih, Yan? Kenapa tiba-tiba berubah diam? Kalau gue salah, tolong bilang."

Rayyan berhasil menghentikan kegiatan, masih menunduk memerhatikan tuts-tuts piano di depan. Sementara kedua tangannya mulai terkepal menahan sabar. Sebenarnya Rayyan sudah berusaha keras untuk melapangkan dada, namun ternyata rintihan sakit Diba luar biasa mengguncang jiwa. Batinnya tersiksa setiap kali melihat Mua. Ia merasa telah mengkhianati adiknya.

"Tapi gue gak merasa berbuat salah. Kenapa lo marah?" denialnya.

"Kata siapa lo gak salah? Lo salah!" bentak Rayyan dengan kedua mata melebar, mengejutkan Mua hingga bahunya bergetar. "Lo salah, Mua, seharusnya dari dulu lo penjarain Sadam!"

Dugaan Mua seratus persen benar, Rayyan berlaku demikian pasti berkat ulah Sadam. Ketakutannya sudah menjadi kenyataan. "Lo nggak tahu gimana rasanya jadi gue, Yan. Gue gak akan pernah tega buat lihat Bang Sadam mendekam di penjara."

"Gue juga gak tega lihat adek gue kayak gini."

"Kenapa dengan Diba? Dia ngadu apa lagi sama lo? Bukannya memang dari awal dia gak suka sama gue? Makanya dia selalu ngehasut lo untuk mutusin gue."

Sejatinya Mua sudah lelah dengan sifat kekanak-kanakan Diba yang sering mengadu domba mereka, sampai kerap menyebarluaskan berita-berita nyeleneh tentangnya. "Diba tuh kecil-kecil cabe rawit, ya. Mulutnya astaghfirullah banget kayak gak punya etika."

Samudra untuk Muara [Sequel MUA-RAY]Where stories live. Discover now