66. Pencerahan

381 62 20
                                    

Ritme kehidupan Yura dan Robi berubah semenjak ada Baby Ehan El Biyu Valdi yang memiliki arti Bulan Purnama bagi Robi dan Yura yang memilki kekuatan besar.

Nama itu dipilih Robi dari beberapa rekomendasi nama yang diberikan istirnya. Karena ia tak terlalu pandai dalam hal itu, jadi ia menyerahkan urusan memberi nama bayinya pada sang istri, tetapi karena tetap ingin menghargai dirinya sebagai seorang suami, Yura menyerahkan beberapa nama untuk ia pilih yang lengkap dengan artinya.

Ia berharap, Biyu bisa menjadi pribadi yang tangguh nantinya. Oleh karena itu ia memilih nama dengan arti yang seperti itu.

Sepulang dari rumah sakit, Robi dan Yura memutuskan untuk tetap tinggal di bengkel karena tidak mau menambah beban bagi Emak Robi. Karena meski tidak diminta, pasti emaknya akan ikut repot nantinya. Yura sendiri yakin bisa mengurus bayinya karena saat di rumah sakit, ia sudah belajar banyak dari perawat bagaimana cara mengurus bayi.

Kebetulan perusahaan Robi menyediakan jatah cuti bagi para ayah baru. Maksudnya, para suami yang memilki istri yang baru saja melahirkan diperbolehkan mengambil cuti melahirkan itu. Robi mengambil cutinya selama dua Minggu agar bisa membantu istrinya beradaptasi dengan kehidupan dan kesibukan mereka yang baru.

Hampir setiap malam Biyu selalu rewel dan tidak mau tidur, membuat Yura harus ikut bergadang hingga keesokan paginya ia pasti terlihat lesu. Untuk itu, Robi mengambil alih tugas mencuci, membersihkan rumah, dan memasak untuk sementara waktu.  Seperti pagi itu, ketika Yura memaksa matanya untuk bangun, ia mendapati rumah sudah dalam keadaan bersih dan sarapan sudah tersedia di meja makan.

"Bi?"

"Ya, Beb?" Robi menjawab dari depan kamar mandi. Ia sedang memasukkan pakaian yang baru dicuci ke mesin pengering. Setelah mesin pengering menyala, ia menghampiri istrinya yang duduk di tepi tempat tidur dengan penampilan  yang kacau. Rambutnya awut-awutan seperti singa, bawah matanya hitam seperti panda, dan kancing dasternya terbuka dengan penutup bra menyusui mencuat dari dalamnya.

Robi berjongkok di hadapan istrinya. Tangannya terulur merapikan rambut istrinya.  "Tidur aja lagi."

"Mau pipis, tapi malas banget mau jalan ke kamar mandi." Yura mendesah pelan.

Robi tersenyum maklum. Ia masih ingat sewaktu emaknya melahirkan Nisa dan Salwa, satu rumah juga ikut repot. Jadi, pemandangan Yura bukanlah hal baru baginya. Kemudian, tanpa banyak kata, ia mengangkat tubuh Yura membuat istirnya itu memekik kaget.

"Bi!"

"Kuantar ke kamar mandi. Nggak baik nahan pipis lama-lama."

"Uhh!" Yura tersipu, lalu menempelkan wajah ke pundak suaminya. "Aku bisa sendiri, kok."

Robi menurunkan Yura di dalam kamar mandi. Sambil menyalakan kran air hangat, sebelah tangannya meraih handuk di jemuran yang menempel di dinding. "Taruh situ aja celana dalamnya. Aku ambilin yang baru."

Yura hanya menjawab dengan anggukan sekali. Sejak di rumah sakit, memang Robi yang selalu menyiapkan celana dalam yang sudah dipasang pembalut untuknya. Awalnya, ia sangat malu akan hal itu, tetapi karena Robi seperti biasa saja ketika melakukannya, jadi ia pun membiasakan diri menerima hal itu. Bahkan, terkadang Robi juga yang menebrsihkab pembalut bekasnya sebelum dibungkus kertas dan dimasukkan tempat sampah. Ia tak bisa mencegah itu karena Robi cukup keras kepala untuk menjaga dan melayani dirinya setelah persalinan yang cukup menghebohkan kemarin.

Yura baru selesai membasuh diri dengan sabun dan air hangat ketika Robi masuk dengan celana dalam di tangannya.

"Sudah?"

"Dah."

"Sini." Robi meraih handuk, lalu mengeringkan istrinya dengan handuk. Setelahnya, ia memegang celana dalam Yura tepat di hadapan kakinya agar istrinya itu tidak perlu membungkuk untuk memakainya.

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Where stories live. Discover now