71. Tak Terduga

301 56 10
                                    

Yura merasakan cengkeraman di lengannya. Ia menoleh dan mendapati suaminya memasang wajah cemberut seperti biasa dengan mata melotot ke sekitar. Ia tahu penyebabnya dan tak bisa berbuat apa-apa untuk membuat suaminya menyunggingkan sedikit senyum atau setidaknya menampilkan wajah ramah.

Ia mendesah lirih kala tatapannya tertumbuk ke pasangan yang ada di sampingnya. Furi dan Lana. Furi terlihat tenang dan pandai menempatkan diri. Yah, rahangnya memang terlihat kaku dan tegang hampir sama seperti Robi, tetapi dia masih bisa menanggapi ocehan Lana dengan senyum dan tutur kata lembut.

Yura maklum bila suaminya merasa tidak nyaman berada di tempat itu ditambah orang-orang yang hadir di acara ulang tahun sahabatnya itu bisa dibilang sebagian besar berasal dari kalangan atas. Awalnya, Robi menolak hadir, tetapi karena Yura terus mendesak, termasuk Aris, Furi, dan Lana, ia pun akhirnya luluh dan bersedia datang meski dengan wajah yang terus ditekuk.

Yura tidak terkejut bila orang tua Karen mempersiapkan pesta yang cukup meriah untuk ulang tahun putri semata wayangnya. Itu hal yang lumrah bagi kalangan mereka termasuk dirinya dulu. Selain kawan-kawan yang sudah disaring Karen untuk diundang datang, orang tua Karen juga mengundang rekan bisnis dan anak-anak mereka untuk membangun koneksi baik bagi bisnis mereka satu sama lain.

Robi menggerakkan kepalanya tak nyaman akibat cekikan dasi di lehernya. Itu salah satu alasan ia enggan hadir. Semua tamu undangan diharapkan berpakaian formal. Sangat menggelikan menurutnya. Mengapa merayakan ulang tahun saja harus memakai jas dan dasi yang sangat mencekik leher dan membuatnya tidak leluasa bergerak. Itu pun jas dan dasi dapat pinjaman dari ayah Lana, sementara Yura dan Lana memakai dress malam dengan warna senada, tetapi model berbeda pemberian Karen.

Robi melirik ke sampingnya di mana Aris juga seperti dirinya—tidak nyaman dan merasa canggung berada di sana. Bahkan, lebih menyedihkan, dia terlihat syok mengetahui fakta bahwa kekasihnya bukan hanya sekadar gadis mampu dan berada, tetapi sangat kaya raya. Dia langsung menyembunyikan kado kecilnya untuk Karen begitu melihat kado-kado dari orang lain yang diterima kekasihnya itu. Di bagian penerima tamu disediakan sebuah papan kecil berisi kode QRIS bagi para tamu yang ingin memberikan hadiah berupa uang. Tanpa sengaja Aris melihat nominal yang diketik oleh salah seorang tamu. Sangat tidak sebanding dengan kado yang telah ia siapkan untuk Karen. Itu membuat perasaannya buruk. Namun, demi Karen ia akan bertahan dan menahan semua perasaan minder, sedih, dan syok yang berkecamuk di dalam dadanya.

Perasaan itu kian menjadi-jadi ketika ia tiba di dalam gedung. Bukan lagi di luar dugaan, tetapi baginya itu sudah di luar nalar. Bila bukan orang yang betul-betul berada, tidaklah mungkin akan mengundang artis ternama papan atas hanya untuk itu. 

"Itu bukan Rossa, kan?" Aris bertanya kecut pada Furi.

"Rossa siapa?"

"Ck! Diva!" Aris melotot sambil mengeratkan gigi.

"Diva?" Furi menatap Aris bingung membuat Lana tertawa. 

"Furi nggak tahu siapa dia Mas Aris. Dia kudet soal itu."

"Jadi, benar?"

Lana hanya meringis. "Entahlah. Aku tak yakin."

Mereka tiba di meja mereka. Furi mengecek nomoir meja dan nama-nama yang sudah tertera di meja itu. 

"Benar ini meja kita." Ia menoleh kepada rombongannya, kemudian membantu istrinya untuk duduk. "Ayoklah, Boy, tahan dikit." Ia menepuk pundak Robi.

"Hah!" Robi mendnegus. "Kau tak liat mata para hidung belang itu?"

Furi tersenyum menenangkan. "Mereka punya mata, tapi Yura tetap punyamu."

"Risiko punya istri bidadari, Robi." Lana menyengir lebar.

Antidotum (Cinta Manusia Biasa 2)Where stories live. Discover now