☁️ㅣ3. Pengawal yang Menghilang

6.5K 804 212
                                    

Update : Hari SENIN & JUM'AT
Diingat, oke!

Tinggalkan komentar yang banyak!
Jangan lupa follow instagram:
ariraa_wp
zanava.fam

"Bener 'kan, jadi telur dadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bener 'kan, jadi telur dadar." Alvano bergumam menyembunyikan kekesalannya, ingin berlari dari posisinya saat ini, mengunci diri di kamar secepat mungkin, lalu saat keluar ia tak akan melihat neneknya lagi. Alias, neneknya harus sudah pulang saat ia keluar kamar. Tapi realita tidak semudah dunia imajinasinya.

Sekarang, tepat setelah pulang sekolah, Alvaro, Alvano, dan Rembulan bukannya bersih-bersih dan mengerjakan tugas, ketiganya malah duduk dengan kepala menunduk, sementara di hadapannya berdiri Isabela yang berkacak pinggang.

Ketiganya persis seperti anak nakal yang sedang dinasehati.

Sementara dua gadis lain, duduk tenang di kursi yang berada di belakang Isabela, memperhatikan.

"Jadi yang Hana ceritakan itu benar, ya?" tanya Isabela, menatap ketiga remaja di hadapannya. "Maksud kalian apa? Bilang Hana gak becus dan sebagainya, kalau gak sengaja ya, apa masalahnya?!"

"Varo kelepasan aja, Nek." Alvano menyahut. "Varo 'kan juga gak sengaja bilang begitu, kalau gak sengaja ya, apa masalahnya?" tanyanya dengan nada yang sama seperti Isabela tadi. Jelas sekali Alvano membalikkan keadaan dengan telak.

"Gak mungkin gak sengaja, Nek." Hanina melipat tangannya di depan dada. "Dia sampai lupa sama keluarga sendiri demi orang lain."

"Siapa yang keluarga, siapa yang orang lain?" Alvaro mengangkat pandangan, menatap tajam tepat pada Hanina. "Udah jelas, Bulan adik gue. Kalian orang asing."

"Alvaro!"

Jika neneknya sudah berteriak, maka Alvaro tidak boleh membalas berteriak atau akibatnya buruk. Jadinya Alvaro menghela napasnya, menoleh pada Rembulan mengabaikan tatapan Isabela. Alvaro lebih tertarik memperhatikan mata bulat adiknya, dibandingkan tatapan bengis milik neneknya.

"Alvaro tatap nenek! Kamu mulai berani dengan nenek! Kamu harus tahu, Nenek bisa melakukan apapun di sini, termasuk dengan pekerjaan Papa kamu sendiri!" Isabela terus menyorot tajam, namun tak ditanggapi Alvaro membuat emosinya kian meluap.

Sadar akan situasi yang memanas, Rembulan mencengkeram dagu Alvaro dan segera memutar wajah lelaki itu untuk menghadap ke depan.

"Sebagai hukuman karena kamu menghina Hana dan juga Hanina, kamu harus turuti apa kata mereka berdua selama sebulan!" Isabela berucap mutlak, lantas menoleh pada Alvano. "Kamu juga! Kalian berdua harus menurut pada mereka!"

"Nenek, jangan kekanakan." Alvaro mengernyit, jelas sekali tidak menerima. "Ini gak masuk akal."

Kepala Alvano mengangguk heboh. "Hana numpahin saus ke mata Bulan, Hana numpahin makanan Bulan, terus Varo cuman bilang begitu aja. Kenapa kami harus dihukum? Itu gak adil, Nek!"

Awan untuk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang