Imam Hidup Terbaik.

140K 7.7K 457
                                    

Ayra mengerjabkan matanya perlahan menyesuaikan cahaya di retinanya, bau khas obat-obatan semerbak, ia kembali mengingat beberapa waktu lalu ketika melihat Rayyan kembali tak sadarkan diri

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Ayra mengerjabkan matanya perlahan menyesuaikan cahaya di retinanya, bau khas obat-obatan semerbak, ia kembali mengingat beberapa waktu lalu ketika melihat Rayyan kembali tak sadarkan diri. Dan lagi, tiba-tiba rasa takut menyeruak ketika menyentuh perutnya yang sudah kembali rata, pikirannya mulai menerawang, membayangkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

"Kamu baik-baik aja kan, Nak?" sudut mata itu kembali mengeluarkan rintik kecil, bayangan Rayyan turut hadir disorot matanya, "Kamu juga baik-baik aja kan, Mas?" 

Sedang, Haikal dan Luna yang baru saja datang setelah melihat keadaan cucunya pun mengucap syukur begitu melihat Ayra telah kembali sadar, keduanya berjalan mendekat menghampiri Ayra.

"Alhamdulillah, Nak." Luna mengelus puncak kepala Ayra, "kenapa, hm? Apa ada yang sakit?"

Ayra membalas tatapan Luna.
"Mereka baik-baik aja kan, Bun?" Ayra menjeda ucapannya, "mereka nggak ninggalin Ayra sendirian, kan, di sini?"

Sebelah tangan Luna terulur menghapus air mata putrinya dengan pelan.
"InsyaAllah, suami dan anak kamu baik-baik aja, Sayang." 
"Jangan nangis," sambungnya lagi.

"Benar apa kata Bunda, tenangkan diri kamu. Rayyan pasti nggak suka lihat kamu seperti ini," ujar Haikal menimpali.

"Mas Ray bohong, Yah," ujar Ayra, disela isakannya, "Mas Ray bilang nggak akan lagi bikin aku nangis, tapi sekarang?"

Haikal mengelus pelan puncak kepala Ayra dengan sayang, berusaha untuk membuatnya mengerti akan keadaan.
"Nak, segala sesuatu itu terjadi atas Qadarullah. Dan itu diluar kendali Rayyan, kalau dia mau, dia tidak mau ada diposisi sekarang ini. Tapi, kita hanyalah manusia biasa, takdir apapun itu harus kita jalani dan terima dengan ikhlas meski itu berat dan bahkan sangat berat sekalipun."

Ayra menggeleng.
"Ini terlalu berat buat Ayra yang baru saja berusaha menjadi perempuan yang lebih baik, Yah. Kenapa harus seberat ini? Ayra nggak sanggup, hati Ayra sakit, sakit lihat suami Ayra terus berada di sini."

Luna menggenggam tangan Ayra untuk kembali menguatkan.
"Setiap orang memiliki ujiannya masing-masing, dan Allah tidak akan memberikan ujian melewati batas kemampuan kita, Nak."

"Ayra mau lihat keadaan mereka, Bunda. Bantu Ayra ke sana," ujar Ayra seraya mengguncang tangan Luna.

Luna menatap Haikal untuk meminta persetujuan suaminya itu, melihat Haikal mengangguk membuat Ayra merasa senang dan tanpa sadar sebuah senyum tipis hadir disudut bibirnya.
"Sebentar, biar Ayah ambilkan kursi roda dulu," kata Haikal, tak lama, ia kembali dengan membawa kursi roda dan membantu Ayra untuk duduk di atas kursi roda itu dengan pelan.

"Bunda, tolong bawakan infusnya," perintah Haikal pada Luna.

Ketiganya berjalan menuju ruang intensive care unit tempat dimana Rayyan berada bertepatan dengan Abah dan Umma yang baru saja keluar dari sana.

KIBLAT CINTATahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon