Dahulu Semua Indah

71 2 1
                                    


Gais, setelah dapat semprotan semangat yang harum mewangi (seperti parfum) dari seorang teman, akhirnya berhasil juga menyelesaikan chapter 4 ini dalam kurun waktu 1.5 jam. Makasih buat ide yang pop up di sel-sel kelabu-ku. And most of all, makasih buat Lady Juli yang dah nyemprotin ane dengan semangat 2016 nya. This chapter is dedicated for you, my bestie.

Verlyn's POV

Aku menatap foto diriku memakai baju terusan merah muda tanpa lengan dengan  motif bunga, tersenyum penuh bahagia meniup lilin ulang tahun di atas kue opera berukuran kecil.  Sebuah foto lain, masih menampakkan Teddy dan aku memegang kue opera. Beberapa foto lainnya yang masih memperlihatkan Teddy dan aku dengan kue opera, kupasang bersisian. Wajah Teddy dan aku bersinar begitu ceria, rasa cinta terpancar dari wajah kami berdua.

Tanganku bergerak mengambil kotak keemasan yang sedari tadi kuletakkan di atas tempat tidur. Kotak tersebut baru dikirim ke rumahku tadi pagi. Tanpa melihat isinya pun, aku sudah dapat menebak, isinya album foto dan CD perayaan ulang tahunku sebulan lalu. Aku mulai membuka kotak itu dan meletakkan album fotonya di atas pangkuanku.

Sebenarnya bukan perayaanku, walaupun itu memang ulang tahunku. Bisa dibilang itu perayaan Teddy. Perayaan yang meriah di sebuah ruangan di hotel berbintang. Walaupun tamu yang datang memang hanya teman dekat kami berdua serta rekan bisnis Teddy, tetap saja pesta itu adalah perayaan Teddy bukan perayaan ulang tahunku.

Aku masih ingat, Teddy mengatur segalanya dengan sangat sempurna. Tentu saja, dengan bantuan sekretaris dan Event Organizer. Semua teman dekat dan keluargaku tidak ada yang terlewatkan. Pesta kecil yang meriah, menurut Teddy. Dan, dia sangat berbangga hati bisa merayakan ulang tahunku dengan pesta sempurna tersebut.

PESTA SEMPURNA ? ha ha ha. Bagi Teddy dan orang lain mungkin. Teddy tidak pernah bertanya apakah itu yang aku inginkan di ulang tahunku yang ke 26.

Aku menghela napas, sebelum membuka lembaran demi lembaran di album tersebut. Teddy mengenakan jas biru tua tersenyum lebar sambil merangkul aku yang dibalut gaun pesta karya seorang perancang, entah siapa namanya, aku lupa. Di sisi kami, tampak kue ulang tahun bertingkat tiga dengan hiasan boneka salju tiga dimensi.

Aah, lihat fotoku, tersenyum...ya tentu saja aku harus tersenyum, walaupun sebenarnya dalam hati aku tidak suka. Ya, aku wanita aneh yang tidak suka ulang tahunnya dirayakan dengan meriah. Ya, sebut saja aku aneh, gila, tidak tahu diri. Terserah, aku tidak peduli.

Tanganku terus membalik album foto yang dikemas dengan indah. Teddy merangkul pinggangku di sekeliling relasi bisnisnya. Teddy merangkul bahuku bersama sahabat-sahabatnya. Teddy menggenggam tanganku di tengah ruang pesta bernuansa 'winter wonderland'. Ruang pesta ini disulap menjadi suasana musim dingin dengan hiasan 'snowflake', ranting tanaman yang tertutup salju. Teddy tahu kalau aku sangat suka dengan nuansa winter. Dan aku cukup bersyukur, dia masih ingat hal itu. Ya, Teddy yang tersenyum, tertawa, gembiranya dirinya. Dan di sebelahnya, ya aku, calon istrinya, yang dengan bodohnya tersenyum juga, walaupun sebenarnya kesal. Ya, aku cukup pintar bersandiwara. Hebat Verlyn, pintarnya kau berpura-pura, aku merutuki diriku.

Lembar demi lembar kubalik hingga halaman terakhir. Dengan kesal, aku menutup album tersebut. Mataku melirik foto-foto lama diriku bersama Teddy yang tadi kujajar di atas tempat tidur. Tanpa sadar, tanganku bergerak membuka album foto baru tepat di mana Teddy dan aku berdiri di samping kue ulang tahun dua tingkat. Foto yang glamour. Mataku melirik lagi foto lama kami berdua. Teddy hanya memakai kemeja biasa, aku hanya memakai sackdress tanpa lengan sederhana yang manis bukan gaun mewah karya perancang. Kue di hadapan kami hanya opera cake berukuran kecil, bukan kue dua tingkat. Tapi, wajahku tersenyum lebih lepas, lebih berseri, lebih penuh cinta. Dan Teddy, dia tidak dibalut jas mahal, karena dia belum mampu membelinya dengan gajinya bekerja pada waktu itu, tapi mata Teddy. Matanya selalu menatap diriku dengan penuh cinta. Matanya sarat cinta. Sekarang, Teddy berbalut jas mewah, matanya penuh ambisi. Ambisi menunjukkan aku yang terbaik. Aku sadar aku telah kehilangan mata yang penuh cinta. Mata yang dahulu menatap dunia dengan ramah. Mata yang dahulu selalu memancarkan kasih. Mata yang dulu selalu memberi keteduhan bagi diriku. Ke mana mata kamu yang dulu, Ted ? Aku merasa mataku panas dan sedetik kemudian air mata bergulir. Ya, aku telah kehilangan Teddy-ku. Teddy yang sederhana dengan mata penuh cinta dan ramah. Sekarang dia telah menjadi Teddy yang mewah dengan mata penuh ambisi.

Aku ingin kau kembali seperti dulu,Ted. Ketika engkau baru mulai bekerja di perusahaan orang. Engkau tidak berambisi seperti saat ini. Saat ini, seolah engkau ingin menunjukkan kepada dunia, engkau itu nomor satu.

Aku tidak perlu itu. Aku tidak perlu gaun mewah karya perancang, pesta ulang tahun di hotel berbintang, hadiah ulang tahun kalung berlian. TIDAK, Ted. BUKAN itu yang kumau. Aku ingin hanya kita pada hari ulang tahunku. Aku tidak keberatan kau hanya memberiku hadiah sederhana, bahkan kecupan darimu sudah membuatku melayang bahagia. Aku tidak keberatan kau hanya mengajakku ke cafe atau restaurant dan memesan fettucini atau spaghetti. Aku sama sekali tidak keberatan. Kau dengar itu. Nafasku mulai terasa sesak dan isakku mulai terdengar kencang. Aku membersit hidung dan meredakan isakku. Aku tidak ingin membangunkan papa mama serta adik-adikku.

Aku si bodoh, tidak berani menolak pesta yang dirancang Teddy. Bukannya aku tidak menolak, sudah berulang kali, aku katakan tidak perlu, aku tidak ingin.

"Aku hanya ingin kamu,Ted." Aku ingat jelas, aku mengatakan itu pada Teddy. Yang disambut Teddy dengan tawa.

"Kita akan segera menikah, jadi aku tidak akan pergi dari kamu." hanya itu jawaban Teddy.

Aku masih berusaha beragumentasi, tidak perlu pesta mewah, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama Teddy. Setiap kali menolak, setiap kali Teddy muncul menyodorkan seribu alasan. Mulai dari ingin membuat aku senang sampai menunjukkan bahwa Teddy Pranata adalah seorang kekasih ideal karena menyelenggarakan pesta ulang tahun calon istrinya di hotel berbintang. Aku akhirnya hanya mampu mengecilkan skala pesta. Setelah argumentasi alot, Teddy akhirnya menyerah dengan hanya mengundang teman dekat dan rekan bisnisnya.

Teddy, aku rindu kamu yang dulu. Ya, dahulu kamu begitu indah, begitu sempurna walaupun tidak berbalut kemewahan. Aku kangen kelembutanmu, aku kangen dukunganmu. Ke mana semuanya, Ted ? Kenapa kalimatmu sekarang bernada perintah bukan cinta ? Aku kangen, Ted. Kangen Teddy Pranata yang sederhana dan penuh cinta.

Cinta dalam Secangkir CappucinoWhere stories live. Discover now