Pertemuan Kedua

74 2 3
                                    

Ada pertemuan pertama, pasti ada pertemuan selanjutnya. Part ini jadi the longest part so far. Semoga enjoy membaca pertemuan kedua Evan dan Verlyn. Readers ditunggu comments dan votesnya.....

Cafe 'Between Us' walaupun kecil tapi tidak pernah sepi pengunjung. Pelayanan yang ramah, dekorasi unik ditambah dengan menu yang kaya rasa dan harganya yang ramah dompet alias tidak terlalu mahal menarik minat pengunjung cafe ini.

Evan's POV

Aku langsung memandang sekeliling cafe mungil tersebut, berusaha mencari bangku kosong. Ah, ada satu meja bulat di pojok kiri ruangan, di sebelah jendela panjang di mana kita bisa duduk sambil melihat kebun kecil di sisi cafe.

Bangunan cafe 'Between Us' terletak di area tanah di mana bagian depannya dijadikan lokasi parkir. Tapi bagian samping kiri gedung dibangun sebuah taman kecil. Ada beberapa bangku juga di taman diperuntukkan untuk para pengunjung yang ingin mendekatkan diri dengan alam dan rela berpanas-panas. Walaupun bangku-bangku di taman itu dilengkapi dengan payung, tetap saja tidak kuasa melawan sengatan ganas matahari. Jauh berbeda dengan kenyaman ber-ac di dalam ruangan.

Aku langsung menguasai meja bulat tersebut sebelum disabotase pengunjung lain. Pelayan langsung menghampiriku sambil menyodorkan daftar menu. Aku langsung memesan Cappucino dan black pepper dori fish untuk memberi makan cacing di perutku. Sambil menunggu pesanan, aku mengingat kembali pertemuanku dengan Verlyn di cafe ini. Ya, kedatanganku di cafe ini, juga berharap dapat bertemu dengannya.

Cuaca hari ini mendung, menghadirkan kesejukan sehingga kursi-kursi di taman cafe terpadati. Mataku menatap ayunan putih dengan meja di tengah, diapit dua bangku di tiap sisinya. Ayunan tersebut terletak agak di sudut taman. Seorang gadis tampak duduk di sana. Aku tidak dapat melihat wajahnya hanya punggungnya saja yang terlihat, karena dia duduk membelakangi jendela. Seorang pelayan tampak berjalan mengantarkan pesanan ke sana. Tiba-tiba saja aku berpikir ayunan itu tempat yang nyaman untuk menulis dan merenung, pasti cocok untuk Verlyn. Aku menggelengkan kepalaku. Kenapa juga otak ini dengan mengaitkan semua hal yang berbau Verlyn. Mataku masih terfokus pada ayunan tersebut. Si pelayan terlihat bercakap-cakap sejenak dengan gadis di ayunan tersebut. Sang pelayan sudah melangkah menjauhi ayunan, ketika sepertinya gadis itu teringat sesuatu, dia melangkah keluar dari ayunan dan memanggil si pelayan. Tepat saat itulah, aku melihat wajah gadis tersebut. Hanya sekilas, tapi sekilas yang membuat jantungku berdebar lebih keras. Bukan karena efek cafeine tapi karena wajah gadis itu. Ya, wajah yang akhir-akhir ini sering muncul dalam pikiranku. Verlyn Gustav. Itu dia...dia ada di sini. Ah ya, tentu saja, bukankah dia pernah berkata kalau dia sering datang ke cafe ini. Eh, wait wait, apakah aku tidak sedang berhalusinasi? Mungkinkah kelelahan bekerja menyelesaikan proyek membuat otakku begitu letih sehingga menganggap wanita itu Verlyn karena mungkin secara tak sadar aku sangat merindukannya. Pandanganku masih terfokus pada gadis di ayunan tersebut. Dia sedang membicarakn sesuatu dengan si pelayan dan sesekali aku merasa dapat melihat pantulan senyumnya di jendela di sisiku. Ah, aku sudah terlalu banyak berkhayal. Seharusnya aku berhenti minum kopi dan mulai minum teh untuk menghilangkan racun cafeine yang membuatku selalu mengingat Verlyn. Dan...sang pelayan mengangguk dan meninggalkan gadis itu. Tanpa pelayan yang menghalangi pandanganku, aku bisa melihat dengan jelas ke arah gadis itu. Dalam hati, aku berharap dia tidak segera meninggalkan tempatnya berpijak. Aku berharap dia berdiri di sana sesaat, menikmati sejuknya udara. Doaku semakin kencang. Ya, pada saat kepepet, kita akan lebih sungguh-sungguh memanjatkan doa. Dan, terima kasih Tuhan, gadis itu berdiri sejenak dan ya Sang Pencipta sungguh maha pemurah bagiku. Gadis itu berdiri diam menatap sekelilingnya dan pandangan tertangkap sekilas olehku. Langsung saja jantungku memompa lebih cepat. VERLYN. VERLYN GUSTAV. Kalau aku ini ABG, besar kemungkinan, aku akan melompat dan berteriak sambil mengepalkan tangan serta berseru YES! Untungnya, kesadaranku masih berfungsi. Penguasaan diriku berjalan dengan baik, bertepatan dengan gadis itu berjalan menjauhi tempatnya berdiri. Membuat desir di jantungku mulai kembali normal. Segera otakku membuat rencana. Aku harus menemuinya, it's now or never. Aku meraba saku kemejaku dan mengeluarkan isinya, beberapa kertas dari dalamnya. Salah satunya adalah bon dari supermarket. Kertas bon ini akan sangat berguna untuk misiku. Untunglah, aku selalu menyematkan bollpoint di saku kemejaku. Aku cepat menuliskan kata-kata di balik bon dari supermarket. Sambil melipat bon tersebt, pandanganku terus mengawasi gadis di ayunan tersebut.

Cinta dalam Secangkir CappucinoWhere stories live. Discover now