I Do Love You

63 3 0
                                    

Nah, di part ini, author akan lebih menampilkan sosok Teddy Pranata lebih mendalam. Well, guys, what are you waiting for ? Let's meet Teddy Pranata.

Jam dinding berdentang lima kali. Dentangan yang sangat dinanti para karyawan. Ya, apalagi kalau bukan TengGo. Teng Teng Teng Teng Teng dan....Go home. Beberapa karyawan mulai merapikan berkas berkas di meja mereka, mematikan komputer, memasukkan barang-barang ke laci mereka dan siap-siap melenggang meninggalkan tumpukan pekerjaan yang dengan setia menanti mereka esok harinya.

Jam kembali berdentang, enam kali. Kantor PT 'Puspa Lestari' sudah mulai hening. Hanya tinggal beberapa manager dan sekretaris mereka yang mulai merapikan berkas-berkas pekerjaan dan bersiap menjumpai kenyamanan di rumah mereka. Satu per satu mulai meninggalkan ruang kantor yang semakin menghening.

Teddy's POV

Bunyi pesan masuk di smart phoneku, mengalihkan perhatianku dari memeriksa laporan keuangan perusahaan yang baru saja diberikan oleh bagian keuangan. Aku meraih smart phoneku, ah pesan dari mama.

Ted, jangan lupa hari ini kita mau makan malam bersama. Mama masak makaroni skotel. Trevor sudah pergi menjemput Luna. Kamu jangan lupa menjemput Verlyn, jangan kamu minta dia datang sendiri.

Ah,mama...makan malam bersama di hari Jumat. Buat apa? Kalau boleh, aku tidak ingin ikut. Ada pekerjaan yang harus dilakukan. Perusahaan ingin melakukan ekspansi dan untuk itu, aku harus mengkaji kembali keuangan perusahaan. Ya, sejak papa menyerahkan jabatan direktur kepadaku, aku mengemban tanggung jawab yang besar. Hidup matinya perusahaan ini ada di tanganku. Terbukti, aku bisa mengembangkan perusahaan yang dirintis papa dengan baik. Pelan tapi pasti PT Puspa Lestari mulai melebarkan sayapnya. Awalnya perusahaan rintisan papa ini hanya menjadi importir makanan ringan. Di tanganku, perusahaan ini merambah menjadi produsen makanan ringan. Sekarang ini, selain mengimpor, Puspa Lestari juga memproduksi makanan ringan. Ya, setelah menamatkan S2 di Amerika dan menghabiskan beberapa tahun bekerja di perusahaan orang lain, aku memutuskan untuk meneruskan perusahaan papa. Tentu saja, papa dan mama menyambut baik keinginanku. Ketika, kerja kerasku membuahku hasil, papa memutuskan sudah waktunya dia hidup sedikit santai dan menikmati kebersamaan dengan mama. Karena itu, setahun lalu, papa menyerahkan jabatan direktur kepadaku. Papa sekarang menjabat sebagai penasihat perusahaan. Papa masih tetap datang ke kantor dan mengawasi jalannya perusahaan.

Aku tidak menggubris pesan mama. Tidak pula repot-repot menelepon Verlyn. Tadi pagi, aku sudah memintanya untuk datang langsung ke rumahku memenuhi undangan makan malam mama. Aku rasa tidak ada masalah, toh Verlyn juga wanita mandiri, dia bukan wanita manja. Dia bisa menyetir mobil. Aku juga menyarankan kalau dia lelah, dia bisa menelpon Pak Aswar, sopir keluargaku untuk mengantar dan menjemputnya.

Ketokan di pintu, membuyarkan konsentrasiku kembali. Aku melirik jam dinding di belakangku. Jam 6.30., siapa yang masih ada di kantor jam segini. Kantorku umumnya sudah ditinggalkan penghuninya pada jam segini. Kecuali aku dan Trevor atau papa yang masih asyik bekerja pada jam segini. Tapi, tadi mama bilang,Trevor sudah menjemput Luna,pacarnya. Jadi, tidak mungkin Trevor. Ketukan di pintu kembali terdengar. Nadanya terkesan tak sabar.

"Masuk!"
Pintu terkuak dan sosok mungil sekretarisku, Juliana menampakkan dirinya.
"Maaf, Pak. Apa saya sudah bisa pulang, karena kekasih saya sudah menjemput saya?"
tanyanya takut-takut.

Aku menepuk dahiku. Ah, aku lupa menyuruh Juliana pulang.
"Ya, kamu boleh pulang. Maaf, saya lupa menyuruhmu pulang."

Senyum merekah di wajahnya ,"Terima kasih, Pak."
Aku hanya mengangguk dan kembali tenggelam memeriksa angka demi angka yang tertera dalam laporan di mejaku.

Lagu 'Marvin Gaye' mengalun dari ponselku. Aku tak menggubrisnya. Enggan terganggu oleh apa pun. Tapi, si penelopon tidak menyerah, smart phoneku terus menyuarakan suara emas Charlie Puth. Sedikit kesal, aku menyambar smart phoneku dan melihat nama mamaku tertera sebagai si penelepon pantang menyerah. Tidak bisa tidak, kalau mama, aku harus mengalah.

Cinta dalam Secangkir CappucinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang