Inikah Cinta ?

137 3 1
                                    

Verlyn menhenyakkan diri di kursi mobil, memejamkan matanya sejenak. Lagu "I believe my heart" mengalun pelan, sumbernya dari tote-bagnya. Verlyn tak menggubris dering ponselnya. Dia masih memejamkan matanya dan menghela nafas beberapa kali. Dering ponsel kembali terdengar untuk kedua kalinya, tapi sepertinya Verlyn enggan menjawabnya. Baru setelah nadanya terhenti, Verlyn merogoh tote-bagnya dan mengeluarkan Samsungnya. Tanpa melirik nama si penelpon, sepertinya Verlyn sudah tahu siapa orangnya. Dia hanya menatap layar ponselnya. Tak lama kemudian, lagu I believe my heart, kembali mengisi atmosfir. Verlyn menghela napas, sebelum menjawabnya.

"Ya, Hallo."

"Lyn...kamu ke mana saja?" suara seorang pria terdengar gelisah di sebarang sana.

"Aku telepon kamu dari tadi." Kegusaran kembali terdengar.

"Saya sedang menyetir, Ted. Saya sedang menuju ke tempat kamu." Ucap Verlyn datar.

"Jangan telat, Lyn. Kamu tidak ingin membiarkan papa mamaku menunggu."

Suara Teddy terkesan memerintah.

"I am on my way and I won't be late. I promise you." Verlyn mendesah kesal.

"Sudah kubilang tidak usah ada book-signing hari ini. Nanti malah jadwal yang sudah aku buat kacau."

"Teddy, book signing itu selesai jam 2 dan acara pertemuan dengan orang tuamu itu jam 5. Masih ada cukup banyak waktu."

"Jakarta itu macet, Verlyn. Bagaimana kalau kamu telat ? Apa sih perlunya book-signing."

"Teddy, aku baru saja meluncurkan novelku. Apa kamu tidak bisa menunjukkan sedikit kebangganmu pada prestasiku? "

"Sudah kubilang, kau tidak perlu repot-repot menulis dan menghasilkan karya kalau kau jadi istriku. Aku tidak suka punya istri penulis."

"Tapi aku ini penulis, Ted."

"Verlyn, aku bisa memberikan apa yang kamu mau. Tak perlu kau jadi penulis. Lupakan saja soal tulis menulis. Menulis cerita itu hal konyol yang paling nyata dalam hidup."

Verlyn menghela napas, tidak berniat melanjutkan percapakan dengan Teddy, tunangannya. Percakapan ini hanya akan berakhir dengan pertengkaran.

"Aku sedang konsentrasi mengemudi, Ted. "

"Ok...don't be late, Verlyn. Aku tidak ingin orang tua-ku menunggu."

Verlyn menghela napas dalam sekali, sebelum akhirnya menstarter mobil dan meluncur keluar dari pelataran parkir café.

"Apakah begini susahnya mencintai seseorang yang tidak mencintai apa yang kita cintai? Apa jeleknya menjadi penulis? Tidak ada orang yang dirugikan dengan cerita fiksi yang ditulis. Apakah penulis itu begitu hina untuk seorang Teddy Pranata ?"

Sambil mengemudi, Verlyn mengilas balik kisah kasihnya dengan Teddy. Awal kisah mereka terjalin begitu indah. Dua anak muda yang baru meninggalkan bangku universitas, penuh dengan mimpi merengkuh dunia. Verlyn menekuni dunia mengajar, sambil menjajal kemampuannya di bidang tulis menulis. Gayung bersambut, beberapa cerpennya diterbitkan di majalah. Verlyn terus mengasah kemampuannya.

Di sisi lain, Teddy bekerja membantu mengembangkan bisnis orang tuanya. Bisnis import makanan kering yang dibina orang tuanya menuai sukses besar. Di tangan dingin Teddy, bisnis tersebut semakin melebarkan sayapnya. Teddy melanjutkan kuliah S2 sebelum akhirnya membuat sendiri perusahaanya. Harus diacungkan jempol akan keuletan dan kepiawaiannya Teddy dalam mengelola bisnis hingga menjadi besar seperti saat ini. Verlyn merasa bangga mempunyai kekasih yang giat seperti Teddy, tetapi satu masalah. Setelah Teddy berhasil dalam bisnisnya, dia melarang Verlyn mengajar, dia lebih suka Verlyn diam di rumah. Walau berat hati, Verlyn bersedia melepaskan anak-anak didiknya setelah mereka menikah nanti. Rupanya, tuntutan Teddy tidak sampai di sini. Teddy menuntut Verlyn tidak lagi menulis, yang harus diakui Verlyn tidak masuk akal. Menulis sudah menjadi nyawa bagi Verlyn. Melepaskan menulis berarti melepaskan nyawanya. Verlyn tidak mengerti, mengapa menulis itu dianggap sesuatu yang hina bagi Teddy. Menulis tidak akan membuatnya mengabaikan rumah tanggannya dengan Teddy. Menulis membuatnya merasa hidup dan berarti.

Cinta dalam Secangkir CappucinoWhere stories live. Discover now