I Miss the Old You

45 3 0
                                    

Ya, satu chapter lagi berhasil diselesaikan author. Di sini Verlyn mulai ragu. Menurut kalian bagaimana harusnya akhir keraguan Verlyn? Bagaimana pendapat readers tentang chapter ini? Terlalu dangkal atau cukup menggigit. Don't forget your comments and I'd be very happy if your finger touch the 'vote' icon.

Verlyn's POV

Suara anak-anak yang menghambur keluar kelas usai kursus Inggris bergaung hingga ke ruang kantor, di mana aku sedang merapikan lemari buku. Gemuruh suara anak-anak, membuat aku menghentikan kegiatan dan melangkah membuka pintu kantor. Sejenak aku berdiri mengamati anak-anak di lorong tunggu. Beberapa asyik bercakap-cakap dengan temannya, sebagian tenggelam dalam smart phonenya, kebiasaan manusia modern, autis dengan dunianya yang terpampang dalam smart phone. Sebagian besar dari mereka langsung berlari menemui sang penjemput yang sudah menanti. Melihat diriku yang berdiri di depan kantor, anak-anak memberi salam dan beberapa mulai mengajak aku bercakap-cakap bahkan bergurau dengan mereka.

"Ah, that's my mom. Bye, Miss Verlyn."

"Bye, Ronney, see you next week." aku membalas lambaian Ronney.

Para pengajar mulai memasuki ruang kantor. Kelas berikutnya akan dimulai satu jam lagi. Murid-murid kelas sebelumnya sudah mulai meninggalkan tempat kursus, digantikan dengan aliran para murid yang akan mengikuti kursus di jam berikutnya.

Aku kembali merapikan lemari rak buku, mengelompokkan buku-buku tersebut dan mencatatnya dalam katalog.

"Need my help?" Alicia, partner sekaligus sahabatku menawarkan bantuan.

"No need. I'm almost done."

Alicia mengambil tumpukan buku dari tanganku, kemudian menyusunnya di lemari.

"Is that a new book?" Alicia mengulurkan sebuah buku dengan gambar balon udara di depannya ke hadapanku.

"Yes. The one I told you about. Remember?"

Alicia membalik-balik halaman buku tersebut dan membacanya sejenak,"Yes, I remember. You are right. This is a very good book." Alicia tersenyum senang.

"Rencana honey moon ke mana, Ver?"

Aku belum sempat menjawab pertanyaan Clara, ketika Lisda juga membuka suara,"Persiapannya sudah sejauh mana, Ver?"

"Do you need our help?" Desta, rekan guru yang terkenal penolong menawarkan bantuan. "Don't hesitate to ask us if you need help."

Aku merasa bersyukur, partner dan rekan-rekan pengajar, yang sudah aku anggap sebagai sahabatku begitu penuh perhatian dan siap sedia menolong diriku. Bagaimana mungkin, aku sampai hati mengatakan kepada mereka semua bahwa setelah resmi menjadi Ny. Teddy Pranata, aku tidak akan ada bersama-sama dengan mereka. Aku tidak akan lagi bersama mereka berjuang mengajar anak-anak berbahasa Inggris dan berjuang meningkatkan mutu kursus mereka. Sejak awal, aku dan Alicia mendirikan 'Champion', rekan-rekan pengajar yang ada di sini sudah memberikan support yang sangat besar kepada kami berdua. Jadi, bagaimana aku bisa sampai hati meninggalkan mereka semua, terlebih membiarkan Alicia mengelola kursus ini sendiri. Memang Teddy sudah mengijinkan aku untuk tidak menarik modal yang sudah aku tanamkan dalam kursus ini, tapi Teddy tetap memaksa aku untuk tidak lagi mengajar dan menyerahkan kepengurusan 'Champion' sepenuhnya ke tangan Alicia. Hingga detik ini, aku belum mengatakan apa pun kepada rekan-rekan sejawatku, bahkan tidak kepada Alicia. Sungguh, aku tidak ingin meninggalkan 'Champion' yang sudah aku bangun dengan tetes keringat dan kerja keras. Terlebih lagi, aku merasa tidak sanggup untuk meninggalkan dunia mengajar. Rasanya mengajar itu sudah mendarah daging dalam diriku.

"Wah, lagi gossip apa nih?"
Semua menoleh ke arah Sir Panji yang baru masuk ke ruang guru, diikuti Sir Daniel.

"Bukan gosip. Kita sedang menanyakan persiapan pesta pernikahan Miss Verlyn." Lisda menerangkan.

Cinta dalam Secangkir CappucinoOn viuen les histories. Descobreix ara