jati diri

15K 1.5K 113
                                    

Kupikir aku melupakan fakta bahwa diriku hanyalah seorang gadis biasa sejak bertemu Jeon Jungkook. Kehidupanku menjadi acak, porak-poranda seperti habis terkena amukan angin puting beliung. Awalnya aku tidak terlalu menonjol namun satu tahun terakhir mengenal si tuan populer membuat kehidupan sekolah menengahku berubah menjadi neraka secara perlahan-lahan.

Sejak hari dimana Jungkook menjadi temanku, semua orang mulai memandangku.

Siapa gadis itu?

Apa ia pacar Jungkook?

Hwang Ahyoung, bisakah mereka mengenal namaku tanpa embel-embel Jeon Jungkook di belakangnya?

Tahun kedua di sekolah ini sepertinya akan menjadi lebih berat. Pandangan gadis-gadis yang mungkin saja menyukai Jungkook selalu menusukku, membuat diriku sendiri ketakutan untuk masuk ke kelas. Delapan jam belajar bersama tatapan sinis mereka itu benar-benar mirip neraka.

Tapi aku benar-benar tidak peduli. Tatapan sinis itu aku acuhkan, dan beberapa orang mulai menilaiku manusia angkuh nan sombong. Aku jarang terlihat berbicara dengan teman sebaya kecuali Jungkook, jadi mungkin itulah yang membuat mereka menganggapku sebagai gadis yang suka pilih-pilih teman.

Asalkan perlu kalian tahu, bukan aku yang meminta Jungkook menjadi temanku, semuanya terjadi begitu saja, kami berteman dan dekat sampai sekarang. Alasannya klise, aku orang yang simpel dan Jungkook suka dengan orang-orang yang tidak banyak bicara. Kami sama-sama cocok.

Kini aku berdiri di depan lokerku untuk mengambil buku paket matematika sebelum pelajaran pertama dimulai. Aku menelan ludah dengan kasar saat tanganku meraih kenop kecil di lokerku. Waktu itu terbuka, kertas-kertas dan bungkus makanan ringan berhamburan jatuh ke bawah lantai, tepat di atas sepatuku. Aku menghembuskan nafas pasrah dan berjongkok, memunguti satu-persatu kertas yang berisi makian tanpa membacanya.

Lalu tidak terduga, tangan seseorang ikut membantu membereskannya. Aku hening beberapa detik sebelum kembali ke dunia nyata, lalu dengan gerakan perlahan dan kebingungan aku mendongak, mendapati sosok yang tersenyum hangat sedang bersimpuh di sampingku.

"Yah, kau baik-baik saja?" Ia melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

"U-ugh... iya." Jawabku gugup. Tanganku bergerak cepat membereskan kertas-kertas, menimbunnya dalam pelukanku walau bagaimanapun aku tidak yakin bisa mengangkutnya sendirian. Sementara aku berdiri, dia membersihkan celana sekolahnya, kemudian ia ikut berdiri. Aku menyadari bahwa tinggiku mungkin berada tepat di bawah dagunya.

"Hei, biarkan aku membantu. Kau tampak kesulitan." Tangan laki-laki ini sudah siaga memunguti kertas-kertas lain yang terjatuh dari pelukanku.

"Tidak perlu." Sahutku cepat, terburu-buru membalikkan badanku. Salah satu sifat burukku yang lain, aku tidak bisa berkomunikasi dengan lancar pada orang yang tak dikenal.

"Hwang Ahyoung, bukankah tidak sopan menolak bantuan dari seniormu?"

Dengan perkataannya yang begitu, langkahku langsung tercekat, dalam hati aku merutuki diri sendiri. Ahyoung, kau dalam masalah.

Segera aku membalikkan badan, menghadapi wajahnya yang masih menyunggingkan senyum. Laki-laki yang barusan mengenalkan diri sebagai senior ini mengedikkan bahu.

"Aku tidak tahu kenapa aku jadi keras kepala untuk sekedar membantu, mungkin pada dasarnya aku adalah orang baik." Jelasnya sambil mensejajariku, kami melangkah ke bak sampah yang berada di ujung gedung sekolah, dan sepanjang perjalanan itu aku harus rela mendengarkan si senior mengoceh.

Kertas-kertas terjatuh di dalam bak sampah, lalu dengan refleks lagi diriku dan si senior ini menepukkan kedua tangan kami masing-masing, membersihkan tangan dari debu-debu. Tanpa sungkan lagi, ia mengulurkan tangannya.

Aku menaikkan satu alisku, bukannya menyambut uluran tangannya, aku malah menatapnya dengan ekspresi yang campur aduk.

"Senior tidak sedang meminta imbalan, kan?"

Dia tertawa sampai matanya menyipit. Entah darimana asalnya, aku merasa seperti sedang melihat seorang malaikat tersenyum, sialnya efek silau matahari yang mengenai rambut hitamnya makin menambah poin lebih ketampanannya.

Ia menarik tanganku lalu kami saling berjabat tangan. "Ini namanya perkenalan." Jelasnya masih dengan kikikan geli.

Sepersekon detik selanjutnya aku menarik tanganku kembali dengan canggung dan ia menjejalkan tangannya dalam saku. Aku hanya menunduk tapi jujur saja aku bisa merasakan bahwa si senior ini sedang menatapku dalam-dalam. Lalu kudengar dia menghela nafasnya berat sekali.

"Jangan terlalu menutup diri."

"Apa?" Aku tidak mengerti.

Dia menunjuk bak sampah dengan dagu.

"Lebih baik bicarakan dengan guru jika kau mendapat masalah." Sarannya lagi, "Mendapat banyak makian seperti itu setiap hari sangat melelahkan, iya kan?"

Kepalaku tanpa sadar mengangguk, "Terima kasih sarannya tapi aku tidak ingin memperpanjang masalah."

Setelah berpikir bahwa tidak ada yang bisa kami bicarakan lagi aku memberinya ucapan terima kasih karena telah membantuku, lalu aku membungkuk. Tanpa menatap wajahnya aku membalikkan badan, mengambil langkah panjang-panjang agar bisa menghindar.

Aku tahu ini tidak sopan jika berbicara dengan seorang senior tanpa menatap matanya, namun aku harap ia memakluminya, aku tidak ingin terlihat begitu melasnya di hadapan siapapun, apalagi oleh seorang senior. Dan aku tidak terbiasa orang lain ikut mencampuri urusanku walau aku tahu senior tadi hanya ingin bersikap baik.

Tinggal lima menit sebelum bel jam pertama berbunyi saat aku duduk di sampimg Jungkook yang tengah mengerjakan PR. Aku tidak menyapanya sama sekali, kutenggelamkan kepalaku di antara lenganku. Aku hanya berharap semua hal kembali seperti semula. Namun detik berikutnya, aku menarik ucapanku lagi. Tidak ada yang perlu disesalkan dari menjadi teman Jungkook.

Aku menoleh ke arah wajah Jungkook yang masih serius pada bukunya. Lalu kudapati diriku tidak bosan menatapinya. Seandainya saja ia tahu meski tak kuberi tahu. Mungkin saja aku bisa bertahan lebih lama atau minimal tidak pernah benar-benar menyesal terhadap apapun.

*

Kue beras's note:

Oke, jadi gini, dalam rangka bersihin draft, aku mau nyelesein fanfic buluk yang aku tulis dari jauh-jauh hari. Kali ini aku tambahin mature content, belum keliatan sih di chap ini, tapi nanti akan ada banyak, mungkin habis lebaran nanti aku post sering-sering.

Terus, aku benar-benar minta pendapat kalian tentang ini. Jujur aja, ini fanfic yang paling susah aku tulis karena kebanyakan mikir. Jadi, please do comment or just give me vote.

Biasanya aku gak permasalahin silent readers, tapi kali ini aku benar-benar butuh komentar. Terserah mau komentar atau saranin apa aja, kalo perlu kritik. Terima kasih sebelumnya yang udah sempat baca.

With love, ttaekboki👱♡.

Sweet EscapeKde žijí příběhy. Začni objevovat