bus dan dirinya

7.9K 1.2K 249
                                    

Saat langkahku kurang seratus meter dari gerbang, aku melihat sosok yang entah siapa itu berdiri menyandar ke tembok, menghisap rokoknya sambil terus membumbungkan asapnya ke udara, kepalanya mendongak ke atas langit, sementara kakinya sibuk menendangi kerikil.

Langkahku melambat, aku paling benci harus bertemu dengan si bedebahnya sekolah, apalagi yang kutemui sedang asik merokok.


Kuputuskan untuk memanjangkan langkahku sepanjang mungkin saat aku ingin melewatinya. Aku terus menunduk takut-takut jika mataku bertemu dengan matanya, dia akan menghabisiku saat itu juga. Sekolah sudah sepi, jika terjadi hal yang tidak-tidak padaku, kupastikan tidak ada yang bisa menolongku.

"Yah, Hwang Ahyoung!"

Sial, ada yang memanggil namaku.

Bukannya menjawab atau sekedar menoleh, aku berlari dari gerbang sampai menuju pinggir jalan yang tumben sekali sunyi.

"Ahyoung-ah"

Aku tidak tahu sejak kapan si laki-laki mengerikan ini berada tepat di belakangku, parahnya lagi dia meletakkan tangannya di bahuku dengan bebas.

"Aku menunggumu dari tadi, astaga!" Rutuknya.

*

Jika kalian bertanya siapa orang yang kutakuti tadi, jawabannya aku tidak tahu. Iya serius, aku tidak tahu siapa namanya, dari kelas atau jurusan manakah dia, satu-satunya yang kuingat adalah ...

Aku pernah melihat senyumannya.

Dia melambaikan tangannya tepat ke wajahku, kebiasaan melamunku langsung berhenti, sekarang aku tersentak kaget dan mendadak sulit berbicara saat menatap siluet wajahnya dengan bantuan sinar dari lampu jalan.

Orang ini membuang rokoknya ke tanah, lalu menginjaknya sampai bara apinya padam. Setelah itu, ia tanpa dosa menatapku dengan senyum lewat bibir plumnya. Menambah poin plus lain mengingat betapa manisnya ia walau hanya dalam cangkupan lampu yang temaram.

"Masih mengingatku hei loker penuh sampah?" Suara rendah tapi ramah ini menyapa gendang telingaku lagi.

Otakku langsung bekerja cepat, syukurnya aku langsung paham apa yang sedang ia bicarakan, "Senior?"

Dia langsung terkekeh geli, "Jangan panggil aku senior, aku juga punya nama." Lalu ia memutuskan aksi tatap-menatap kami dan melihat ke sekeliling, "Apa yang kau lakukan sampai hari sudah gelap begini?" Tanyanya mirip omelan ayahku kalau aku pulang larut malam.

"Yah, kemana arah rumahmu?" Tanya si senior lagi, kalau aku hitung, dia sudah bertanya padaku tiga kali sementara aku hanya menjawabnya satu kali. Aku menunjukkan arah halte yang terletak di sebrang jalan. Dia mengangguk, lalu tangannya menarik tanganku untuk lebih dekat padanya dan menuntunku ke tempat dimana halte berada.

"Mmm ... siapa namamu, senior?" Kuberanikan diriku menanyakan namanya, tidak penting sih sebenarnya, aku bahkan tidak peduli identitasnya. Satu-satunya yang mengganjal disini kenapa ada orang aneh yang seram-tukang merokok-sok kenal sok dekat denganku-.

"Panggil saja Jimin, Park Jimin." Dia menoleh sambil berusaha membantuku menyebarang. Tangannya bahkan lebih erat menggenggamku daripada tadi. Sakit sih, tapi tidak enak menolak kebaikannya 2 kali. Cukup insiden loker kemarin.

"Owh ..." jawabku singkat. Sumpah, ini canggung sekali. Bayangkan saja, ada senior yang tiba-tiba mendekatimu tanpa alasan yang jelas. Lalu kamu berpikir apa alasannya sementara terus berbasa-basi.

Sweet EscapeWhere stories live. Discover now