dua pilihan

6.9K 1K 94
                                    

Fakta bahwa aku suka menyendiri adalah sesuatu yang paling aku takutkan. Akan ada banyak hal yang kupikirkan. Ada waktu dimana aku berpikir bahwa aku harus membuka diri, namun buru-buru aku tepis dengan alasan 'tidak pernah ada ketulusan' di dunia ini.

Menyendiri bukanlah sesuatu yang buruk. Banyak yang bisa kau lakukan tanpa harus memikirkan orang lain. Tapi disitulah rasa takutku mulai muncul. Apakah aku seegois itu?

Sandwich dan jus kotak rasa leci sering menjadi temanku. Dan toilet sekolah sudah menjadi hal yang lumrah untukku duduk di atas klosetnya. Jujur, aku merasa ini menyedihkan. Tapi tidaklah mudah untuk datang ke kantin dan berdebat dengan para gadis.

Mengingat itu, aku mulai mempertimbangkan sesuatu. Apa aku harus melapor ke bagian kesiswaan? Aku memang mengharapkan sesuatu terjadi pada mereka sehingga berhenti memperlakukanku semena-mena. Namun selagi mereka tidak menyakitiku secara fisik, semuanya masih bisa kutahan.

Aku hanya perlu menjadi Hwang Ahyoung yang biasa. Satu-satunya alasan mengapa aku berangkat sekolah adalah belajar. Bukankah fokus pada nilai adalah yang paling utama? Walau kehidupanku disini semakin berat dan semakin berat saja.

Mungkin tak terhitung saking seringnya aku menghela nafas. Aku melahap potongan sandwich terakhir milikku dan seseorang mengetuk pintu bilik toilet yang sedang aku pakai.

Aku membukanya, lalu kulihat gadis kucir dua berkacamata menatapku melas sambil memegangi perutnya.

"Bolehkah?"

"Tentu." Aku menyingkir dari pintu, berjalan menuju wastafel, gadis itu tersenyum singkat padaku dan menutup pintu toiletnya. Sekarang yang terdengar hanya suara keran.

Aku juga menyalakan saluran air di wastafel. Kucuci tanganku dari remah roti dan saus yang belepotan di jari-jari. Saat aku menatap ke cermin, aku mendapati bayangan diriku yang tampak kuyu, tak semangat, seperti zoombie.

Apa yang telah membuatku jadi tampak seperti ini?

Lalu datanglah beberapa gadis tak kukenal, menyabotase toiletnya dengan cara menguncinya. Aku melirik toilet yang tengah dipakai oleh gadis tadi, tak terdengar apapun dari dalam sana.

Untuk alasan tertentu, aku menjadi lega.

"Apa kau yang namanya Ahyoung?"

"Ya." Jawabku setelah terdiam beberapa saat, aku memasang wajah tegas tak terkalahkanku. Hanya saja di balik sifat tak gentarku, jari-jariku bergetar ketakutan. Aku menyembunyikannya di belakang rok dan pura-pura tenang.

Situasi ini tidak pernah terjadi padaku. Tetapi aku cukup mengerti mengapa mereka menemuiku dalam keadaan seperti ini, dengan kemarahan yang tercetak jelas di setiap wajah mereka, aku tahu ada sesuatu yang salah diantara kami.

Aku menghindari tatapan menusuk mereka, memberanikan diri untuk menerobos dan mencapai pintu keluar. Seseorang mencekalku, mendorong bahuku sampai aku hampir terjungkal ke belakang.

"Kita belum selesai bicara."

Tak habis pikir, aku masih mencoba untuk keluar. Namun lagi-lagi bahuku ditahan oleh seseorang. Untuk kedua kalinya tubuhku terlempar ke belakang, lebih jauh.

"Aku tidak merasa bahwa sekarang kita harus bicara." Jawabku merasa muak.

"Baiklah, katakan saja apa yang kalian inginkan. Asalkan kalian tak menggangguku lagi."

Sweet EscapeWhere stories live. Discover now