Tonari no Qwerty-san : FILE 02

203 5 0
                                    

FILE . 02: Insert

Satu bulan pertama dengan kehidupan di sebuah kota sub-urban negara bagian Florida, Amerika Serikat, benar-benar membuatku nyaman. Walaupun bahasa Inggrisku terbilang cukup pas-pasan, tapi orang-orang di sini tidak pernah memprotes keterbatasan pelafalan yang kulakukan setiap kali aku berbicara. Mereka memaklumi, bahkan sedikit-sedikit membantuku bagaimana cara mengucapkan kata yang benar.

            “Enough, dibacanya i—naff. I dan naff, i-naff.”

            Lucunya yang mengajarkanku cara melafalkan suatu kata adalah Qwerty-san. Benar, gadis unik yang biasanya duduk di lobi bersama macbook-nya kini duduk di sampingku sambil membuka-buka kamus oxford dengan begitu tenang.

            “I-naffu?”

            “Naff!”

            “Naffu...” aku tak terbiasa mengatakannya.

            “Naff! Naff! Naff!”

            “Oke... oke,” sepertinya Qwerty-san terlihat tidak sabar. “I—naf.”

            Senyumnya melebar. “Yap! I-naff!”

            “I-naff.”

            “I-naff.”

            Kami terus mengulang-ulang kata itu sampai bosan, sampai akhirnya kami saling tertawa—menertawakan diri kami masing-masing. Enough—i-naff, cukup. Cukup yang membuat kami tertawa. Hanya itu yang bisa kulakukan sampai menunggu akhir bulan Agustus datang. Masih ada satu bulan lagi karena akhirnya Juli tiba. Aku amat menyukai bulan ini karena di bulan ini usiaku beranjak menjadi delapan belas. Yah, selamat datang kehidupan baruku, usia baruku yang akan tiba beberapa hari lagi.

            “Kalau bahasa di negaranya Itsuki-san, apa sebutannya?”

            “I-naff?” Aku mengonfirmasi, dan Qwerty-san mengangguk cepat. “Kekko, kekko desu.

            “Kekko?” Gadis ini mengulang, sedikit terkekeh saat menyebutkannya. “Kekko... kekko...”

            “Ada yang lucu?” tanyaku heran.

            “Hmmmp... seperti suara kodok. Kekko, kekko, kekko!” Qwerty-san benar-benar menyebutkan kata kekko seperti suara kodok betulan. Ekspresi wajahnya lucu, dan hal itu membuatku tak bisa menahan tawa. Satu tangan menutup mulut, dan Qwerty-san masih belum menghentikan kekko-nya. “Kekko! Kekko! Kekko!”

            Aku tak bisa menahan tawa, apalagi ketika wajah Qwerty-san dibuat menyerupai kodok yang sedang asik bernyanyi. “Ahahahaha—hentikan itu, Qwerty-san... hentikan itu...” pintaku sambil terus memegangi perut. “Wajahmu lucu sekali, sungguh.”

            “Oh ya?” Akhirnya Qwerty-san menghentikan kekko-nya dan ikut tertawa bersamaku. “Lucu, wajah Qwerty terlihat lucu?” Lalu ia memegangi kedua pipinya, menarik-narik permukaan kulit yang sepertinya kenyal itu ke samping hingga wajahnya berubah menjadi lebih lucu. “Apa seperti ini lucu, kekko?” Tak lama, kekko-nya dimulai kembali. Ini di luar dugaan. Qwerty-san hanya terkekeh pelan, dan membiarkanku tertawa lebih banyak.

Kami punya jam siang yang lebih panjang daripada orang-orang yang sibuk bekerja di musim panas, dan kubiarkan siang ini berakhir dengan tertawa bersamanya.

*

Hari berikutnya di awal bulan Juli, hujan turun dengan deras. Ternyata memang kondisi di negara sub-tropis manapun pasti seperti ini, bahkan Florida yang cuacanya agak sedikit lebih panas dibandingkan dengan tanah kelahiranku. Padahal hari ini ada semacam karnaval, pasar malam, atau entah lah... semacam itu, yang diselenggarakan di dekat pantai. Aku melihat brosur yang disebarkan oleh penyelenggara tergeletak di meja lobi, dan konon katanya akan ada kembang api yang meluncur juga di sana.

Tonari no Qwerty-sanWhere stories live. Discover now