Tonari no Qwerty-san : FILE 03

131 4 0
                                    

FILE. 03 : Home

Selamat menjadi delapan belas tahun, diriku. Delapan belas yang sama sekali belum dewasa. Baru bulan Maret lalu aku lulus dari sekolah menengah atas, lalu secara terburu-buru memutuskan untuk ‘kabur’ dari rumah dan menetap di kota sub-urban yang ada di negara bagian Florida, Amerika Serikat ini. Pamanku yang punya ide aneh itu. Ia kenal dengan si Tuan Pengurus Apartemen, dan dengan bantuannya juga, aku bisa mendapatkan visa menetap di negara ini untuk setahun dengan perpanjangan sesuai kebutuhan, dan juga mendaftar di salah satu universitas yang biasa saja.

            Pamanku sendiri tinggal di New York, agak jauh—bukan, tepatnya sangat jauh denganku kini. Kami berhubungan lewat telepon. Ia menyimpan harta warisan dari ibuku yang meninggal ketika aku berusia dua tahun. Warisan itu adalah wasiat agar bisa dipergunakan untuk kebutuhanku kini.

            Bukan berarti aku diabaikan oleh ayah kandungku. Tidak, tentu saja. Sejak ibu meninggal, justru ayah yang menjadi penguasa. Ia mendidikku dengan sangat keras, menuntut banyak hal, dan membuatku tidak nyaman berada di rumah. Bayang-bayang menjadi seorang penerus dari perusahaan besar yang mengelola bisnis di berbagai bidang industri itu mengusik pikiranku setiap hari. Bahkan ketika sudah berada di tempat ini pun aku masih terus memikirkannya.

            Kadang, aku tak bisa berjalan dengan tenang. Takut kalau-kalau seseorang mengikutiku. Seseorang yang tentu saja merupakan orang suruhan dari ayahku.

            Seperti saat ini. Sore hari yang tak begitu terik. Hujan tak lagi turun sejak dua hari yang lalu. Padahal sehari sebelumnya, tepat pada hari ulang tahunku yang ke delapan belas, hujan turun dengan sangat deras sepanjang hari. Gara-gara hujan itu, aku harus merelakan acara karnaval dan kembang api, dan hanya bisa merayakannya dengan Qwerty-san sambil makan sushi. Sebenarnya tidak begitu buruk. Justru keadaan sore ini yang menurutku lebih buruk.

            Seorang pria, berkacamata, tinggi, berjaket kulit. Aku tak berani menoleh, tapi dari pantulan kaca-kaca bangunan di sampingku, aku tahu bahwa pria ini cukup punya nyali untuk mengikutiku. Ketika kupercepat langkah kaki, ia ikut berjalan dengan cepat. Begitu pula saat aku berlari, ia ikut berlari. Aku benar-benar diikuti, dan tentu saja dia pasti suruhan ayahku.

            Sampai di belokan, ketika langkahku agak melambat karena merasa berhasil mengelabuinya, seseorang dari arah lain menarikku cepat. Ia perempuan, memakai furisode[1] dengan rambut lurus panjangnya yang...

            ‘BHUK!’

            ... melemparku masuk ke dalam mobil.

            “Jalankan mobilnya!” Perempuan itu berseru, dan aku mendapati siapa dirinya.

            “Hinata!”

            “Tenang, Itsuki-sama[2], kami sudah membereskan semuanya.” Gadis bernama Hinata yang lebih tua tiga tahun dariku ini berucap dengan lugas, dan tenang sementara kepanikan menyerang diriku cepat.

            “Membereskan apa? Turunkan aku!”

            “Kita langsung ke bandara,” namun Hinata tidak menggubris. Ia memberi instruksi pada si supir setelah pria bertubuh besar yang sejak tadi mengikutiku bergabung di kursi depan mobil.

            “Apa maksudmu? Bandara?” tanyaku kebingungan.

            “Kami akan membawamu kembali, Itsuki-sama,” ucap Hinata sambil menoleh padaku. “Takashi-san dan Kubo-san sudah membereskan barang-barangmu. Kami juga sudah mengurus surat imigrasi dan lain-lain.”

Tonari no Qwerty-sanWhere stories live. Discover now