OPERA I Unus

6.9K 868 68
                                    

Sialnya, aku sempat mencari detak yang rasanya tercuri. Ya, detakku berlari, menyusul orang yang mencurinya.

Doom- Ajal.

Suara buku yang tertutup kasar kini menyelimuti ruangan berbau kuno yang dihadapannya. Lessa, panggilan akrab dari nama Falessa Allura menghela napas berat, menundukan kepala diatas meja kecil yang tertutupi sekat dengan meja lainnya. bisa ditebak dimana ia berada sekarang? Perpustakaan SMA Araswara. Ia berpikir mengenai deretan huruf yang barusaja dibacanya, Doom yang berarti ajal.

Ia bukan seorang gadis yang frustrasi, ia hanya sedang gelisah. Karena, berbeda dengan remaja normal lainnya yang mengalami perubahan mood yang selaras di setiap kondisi, Lessa justru mengalami kebalikannya. Ia menamainya Doom Shyndrom, yang jika dibalik doom menjadi mood.

Seringkali ia sebal terhadap dirinya, seperti pagi tadi, saat ia melihat kejadian Braga Folken meninju salah seorang satpam muda. Kabar yang beredar, ialah karena satpam itu mengunci salah satu siswi di dalam pos satpam dan melecehkannya. Brisia Fur, nama itu tidak asing di telinga setiap murid SMA Araswara, gadis cantik seantero sekolah itu selalu mendapat perhatian siapapun, termasuk seorang Braga Folken Bolide yang acuh luar biasa.

Namun topik perbincangan itu dikalahkan oleh kabar yang beredar sekarang. Tentang dirinya, Tentang Braga yang menyentuhnya tadi pagi. Bagaimana bisa ia yang terselubung, hobi membaca kamus bahasa Indonesia itu menjadi topik perbincangan sekarang?

Sialnya, ia harus segera mengambil nametag yang Braga ambil darinya. Menjadi siswa teladan yang tidak terlalu terekspose dengan pencapaian potensi akademik yang stabil telah memenuhi kriteria keinginan orang tuanya yang sangat ingin memiliki anak baik sudah terlaksana. Tanpa sebuah badge nama, dirinya bisa habis dihukum oleh peraturan yang mengikat.

Ia mencebik kesal, kemudian sebuah kertas yang telah diremas menjadi bola mendarat tepat di dahinya yang kemudian jatuh. Lessa melirik ke arah datangnya kertas tersebut kemudian mendapati Anna, sahabat sekaligus teman satu bangkunya selama lima tahun terakhir. Ya mereka berteman sepertinya sejak dalam kandungan, masuk sekolah dasar yang sama namun selalu bertengkar, kemudian masuk SMP yang sama dan mulai akur, sampai sekarang.

"Anna!" desah Lessa kesal, Anna mendekat. "Gue kira lo bakal ketawa cekikikan waktu gue gituin!" ejeknya.

"Mungkin lo lupa satu hal, gue bukan orang gila Anna. Kalau kesel ya gue kesel!"

"Iya My weird friend!" Anna menarik ujung seragam Lessa, "ke kelas yuk! perpus bukan gue banget!"

Lagi-lagi Lessa gusar, namun ia menurut karena jam istirahat akan segera habis. Ia menyeret langkah lunglainya agar segera sampai kelas. Namun yang didapatnya ketika sampai bukanlah hal yang baik. Selain bel yang berbunyi tepat ketika ia melangkah masuk, jejeran para polisi keamanan sekolah sudah berada di depan mereka.
"Mohon semuanya berdiri!" ucap salah satu anggota PKS yang memakai topi kerja serta lencana berkilau yang tersemat di seragam sekolahnya.

Semua murid menurut, apa-apaan, razia dadakan!

Tiga orang anggota PKS yang semula diam kini menyelasar diantara meja yang bersebrangan. Keringat menetes di dahi Falessa, debarannya pun tak menentu. Ini pertama kalinya ia tidak percaya diri ketika razia diadakan.

"Kamu!" ucap salah satu anggota PKS yang menunjuknya. Degupan itu semakin kencang saja, sampai-sampai kedua tangan Falessa mengepal dan meremas rok seragamnya.

"Pakai kacamantanya di mata! Bukan diatas kepala!" sambungnya yang kemudian membuat Lessa refleks menyentuh kepalanya. Benar, kacamata yang biasa ia gunakan masih tersemat manis dikepalanya.

OPERAWhere stories live. Discover now