OPERA 🎭 Quindecim

2.2K 431 63
                                    

Aku suka hujan, tapi lebih suka teduh.
Aku suka senja, tapi lebih suka aurora.
Aku suka kamu, tanpa tapi.

🎭

Sengat cahaya matahari terasa membakar kulit semua murid yang kini berada di lapangan. Anna mengamuk-ngamuk karena Pak Tiger, guru olahraga kelas 11 itu tidak memberikan jeda ketika mereka berolahraga. Seperti sekarang, mereka masih saja diharuskan memainkan bola voli, Anna tidak mahir tentu saja, apalagi Lessa.

Semenjak kejadian itu, hampir tiga hari yang lalu. Lessa sama sekali tidak bertegur sapa denga Braga. Murid-murid disinipun menatap dirinya dan Anna seperti kuman, termasuk teman satu kelasnya. Anna sama sekali tidak memerdulikan itu karena prinsipnya adalah 'mereka yang membutuhkan Anna' hingga akhirnya, dengan ogah-ogahan Lessa mengikuti prinsip Anna, meskipun sebelumnya ia sedikit tertekan.

Ada dua paket yang sampai kerumah, namun ia sama sekali tidak berniat membukanya. Ada yang kurang ketika ia akan membuka paket tersebut.

Awassss!

Bug!

Sebuah bola voli mendarat tepat di kepala Lessa, membuat lamunan sekaligus pertahanannya buyar.

"Ahh headshot!" Pekik Anna melihat kejadian tersebut.

Lessa terjerembab diatas lapang sekarang. Rasa pusing menyergap seketika, silaunya terhalangi oleh siluet-siluet orang yang kini berkerumun. Tubuh tinggi itu berhasil ia tangkap sebelum gelap sepenuhnya datang, kemudian Lessa merasa dirinya terbang dalam gelap. Lessa pingsan.

Setelah cukup lama, cahaya remang itu membuat mata Lessa berdenyut silau, lama-lama menjelas. Terlihat dari ruangan yang serba putih, bisa ia pastikan kini dirinya berada di UKS. Cowok disampingnya masih duduk, meneliti Lessa seperti baru pertama kali melihat makhluk hijau yang keluar dari kubangan lumpur, menatapnya aneh.

"Kamu ngapain disini?" tanya Lessa yang kemudian terduduk.

Braga hanya menatapnya, tatapan biasa yang bisa membuat kepala Lessa seakan bolong. "Kenapa?" tanya Braga geli.

Lessa mendengus kecil, kemudian mencoba turun dari bankar dan dunianya seakan berputar. Ia masih pusing. "Kemana?" tanya Braga berniat memegangi gadis itu.

"Bukan urusan kamu." Lessa kembali berjalan, hampir terhuyung diambang pintu.

Braga mengekor dari belakang. Dan benar saja, dibelokan koridor Lessa jatuh terduduk, tentu saja dengan posisi tidak elit. Cowok itu langsung membantu Lessa berdiri, Lessa tidak menolak, ia menjabat tangan Braga.

"Kamu ngapain ngikutin? Aku gak suka kamu Ga!" ujar Lessa dengan nada cukup keras.

"Okay." Braga melepaskan tangan yang coba dibantunya, kemudian mengangkat kedua tangan seolah ia sedang tertangkap polisi.

Lessa berjalan gontai, seperti orang mabuk dan tolol. Kenapa mulutnya berkata demikian? Lagi-lagi ia tidak mengerti. Kenapa bisa rasa yang ingin dekat ini justru memaksanya untuk menjauh?

Ia sampai di kelas dan ternyata kelasnya hampir kosong. Hanya ada Anna disana, sedang tidur dengan kepala yang ia topang di atas meja. Ia baru ingat, pelajaran olahraga itu jam terakhir, pasti yang lain sudah pulang.

Dari dekat, Lessa sedikit terkejut, satu tetes air mata jatuh dari sudut mata Anna, gadis itu menangis dalam tidurnya.

"Anna.." panggil Lessa menggoyang bahu Anna. Setengah tersentak ia mengadah, menatap Lessa bingung, sedetik kemudian barulah kesadarannya kembali.

Anna menyandarkan punggung pada kursi lantas menepuk bahunya pelan.

"Lo nangis?" tanya Lessa pelan.

OPERAWhere stories live. Discover now