OPERA | Septem

4.4K 740 34
                                    

He got a bad reputation, but
He never takes the long way home.

Tepuk tangan riuh terdengar tatkala seorang wali kota memotong pita merah menandakan resminya sebuah toko dibuka.

Toko parfum bernama "Maison Parry VI" itu kini kembali beroprasi. Setelah bergulat dengan pemikirannya, Lessa memutuskan membuka kembali toko yang sudah tutup hampir dua belas tahun itu.

Pada zamannya, tahun 1912 generasi pertama alias pendiri Maison Parry, Jean Patou merupakan seorang ternama yang berkecimpung di dunia design dan wewangian, melalui parfumnya yang bernama Joy.

Lessa tidak mengenal siapa dia, tapi orang berkebangsaan Prancis itu masih memiliki hubungan darah dengannya. Ibunya adalah generasi ke lima. Dan Maison Parry yang pertama terletak di Normandia, Prancis.

"Ini untuk Mama!" gumam Lessa diantara orang-orang yang mulai menyantap suguhan berbagai macam kue di meja panjang samping ruangan. Lessa menatap ke samping dengan terkejut ketika ia merasakan bahwa seseorang merangkulnya.

"Ayah bangga!" ucapnya mengusap bahu Lessa.

Gadis itu tersenyum meninpali, "dimana Ibu?" tanya Lessa mencari kehadiran Latifa.

Dahlan tersenyum, "dia sedang sibuk, kalau sempat dia pasti datang."

Lessa mengangguk setuju, memangnya kapan Latifa tidak sibuk jika berurusan dengannya? Ia selalu sibuk.

"Halo, Sir!"

Braga datang dengan sebuah buket bunga di tangannya. Dahlan menganggukan kepala sekali, "bunga untuk saya?" goda Dahlan melirik Braga.

Braga hanya tersenyum samar, "untuk Lessa, selamat!" cowok itu mengulurkan tangannya.

Lessa menyambut jabatan tangan itu dengan ragu, "terimakasih!" ucapnya tulus.

"Ehm!" Dahlan berdehem pelan, "kalian bisa cari saya di dalam kantor jika ada apa-apa." Pria itu berlalu setelah sebelumnya menepuk bahu Braga.

"Gue kira, waktu gue nyuruh lo ganti parfum, lo bakal nurut. Ternyata, malah jadi makin banyak." Braga terkekeh.

Lessa yang merasa tersindir justru senyum.

"Ada alasan disetiap keputusan, Kak."

Braga mengangguk setuju, ia mencium bau lain selain parfum Joy yang menurutnya familiar, namun dengan cepat Braga mengabaikan.

"Lessa!" teriak Anna yang baru saja turun dari mobil hitam yang mengantarnya.

Lessa melambaikan tangan, mengisyaratkan gadis itu mendekat, meski tidak disuruhpun, Anna tetap mendekat.

"Hadeuhh! Sama Kak Braga nih sekarang? Kok gak bilang gue?" cerocos Anna tanpa disaring, membuat Lessa justru salah tingkah.

"Sembarangan!" ucap Lessa mencoba normal.

"Gue kesini cuma mau nyicip kue kok, bye!" Anna melangkah menjauh, tak lama ia kembali berbalik. "Malem ini, lo cantik!" ujarnya mengedipkan sebelah mata.

Lessa hanya terkekeh ala kadarnya. Udara malam semakin dingin, besok pula ia harus masuk sekolah. Mungkin Lessa akan izin sampai pukul sembilan, biar ayahnya yang menunggu sampai semua tamu pulang. Bukannya Lessa jahat, hanya saja nasehat ayahnya memang seperti itu, bahkan ia di suruh pulang sebelum walikota hadir.

"Aku mau temui Ayah sebentar, permisi." Gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko, meninggalkan Braga yang mengangguk pelan sebelumnya.

Cowok itu juga ikut masuk, deretan parfum Joy sudah memenuhi setiap rak ataupun etalase yang ada. Braga dengan pelan mendekati gadis yang kini sibuk memakan kue coklat bertabur kacang di depannya.

OPERAWhere stories live. Discover now