OPERA ♪ Duodecim

2.5K 446 71
                                    

V o m m e n t !

Sendumu kelewat lama, membuat sendi membeku dengan sendirinya. Sayang, pergi itu bukan perkara mudah, apalagi merelakan kepergian. Jadi sekarang, putuskan saja, mau bertahan pada duri atau mengakhiri?


🌻

Minggu pagi, Lessa sudah siap dengan dua kaleng cat ukuran sedang, berwarna abu. Ia telah meminta ayahnya untuk memanggilkan tukang, namun benar, Dahlan justru meminta Braga yang mengecat kamar putrinya itu.

Gadis itu menguncir rambut menjadi ekor kuda. Sarung tangan lateks ia kenakan, juga masker dan celemek maroon bercorak panda.

Pintu kamarnya diketuk, dengan cepat gadis itu membukanya. Berdiri dua orang pria, satu berseragam formal, satunya lagi berkaus hitam polos dengan setelan kasual.

"Ayah ada panggilan, kalian mau mengecat, kan?" Tanya Dahlan memerhatikan Lessa.

Gadis itu mengangguk, "iya, Ayah."

Guk.. Gukk..

Lessa melirik ke belakang ayahnya, disana ada seekor anjing berwarna coklat sedang terduduk manis, dengan kalung berwarna merah berbandul koin. Lessa mengerutkan kening, "Bukannya itu milik Nyonya Deuti?"

Dahlan tersenyum, "Ayah hanya meminjam Lexi, untuk mengawasi." Pria paruh baya itu terkekeh kini. Braga menggelengkan kepalanya, sementara itu Dahlan pamit dan memperingatkan Braga, takut-takut ada hal tidak diinginkan terjadi.

Lexi masuk lantas berbaring di atas karpet, sementara Braga dan Lessa mulai mengeluarkan barang-barang seperti lemari, meja, juga kasur.

Cowok itu meraba dinding yang terasa dingin, lalu mengeluarkan pisau lipat yang ia kantongi sebelumnya. Ia mengkuliti dinding yang ternyata catnya berada di atas sticker, atau kertas dan sejenis penutup dinding. Setelah terkelupas lumayan banyak, Braga berhasil merobeknya.

Lessa cukup terkejut, ternyata cat violet muda itu hanya lapisan luar. "Memangnya, apa yang ada dalam dinding?" Gadis itu menggumam pelan.

Braga menoleh lantas mengedik, ia mengetuk dinding yang terasa padat. Masih dengan pisaunya, ia membuka kaleng cat dan menumpahkan cat tersebut pada bak yang biasanya dicelupi roll cat.

"Katanya, perempuan yang suka abu itu tipikal orang yang kalem dan gak suka menjadi pusat perhatian," ucap Braga lantang.

Lessa hanya tersenyum lantas duduk di samping Lexi. Cowok itu juga tersenyum menatap Lessa dan mulai mencelupkan rol pada bak cat.

"Hanya ingin hidup damai, gak suka segalanya berbau keributan. Pekerja keras yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Individualis banget, sampai kadang dicap kurang pintar bergaul." Braga lagi-lagi melirik Lessa.

Lessa kini beranjak menghampiri Braga, mengambil kuas lalu mencelupkannya pada cat. "Iya," ucapnya tiba-tiba.

Gadis itu semakin antusias, ia menyukai aroma cat, juga kuas. Selesai dengan bagian atas, Braga menurunkan rol dan mengambil kuas serupa dengan yang Lessa gunakan.

Cowok itu sengaja menunggu Lessa mencelupkan kuasnya, dan pada saat yang bersamaan, Braga ikut mencelupkan kuas, ia membuat sedikit kerusuhan dengan menyipratkan cat pada tangan gadis itu. Sayang, Lessa menggunakan sarung tangan lateks hingga cat tersebut tidak menembus kulitnya.

"Main-main," ucap Lessa menatap Braga yang kini terkekeh, iapun mengoleskan kuas yang dipegangya mengenai tangan Braga.

"Lessa!" ucap Braga gemas melihat tangannya yang kini setengah abu. Lessa tertawa dan Braga menikmatinya, "kamu duluan!" protes Lessa kembali pada dinding yang kini diacuhkan.

OPERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang