Ibu

1.6K 290 35
                                    




Kamu ingin menjadi Ibu.

Telah lama menanti. Telah muak oleh desakan dari kanan kiri. Tak mau hidup sendiri dan sepi.

Kamu pun berharap dia bertumbuh di perutmu. Kaubayangkan perih luar biasa ketika rahim dan vaginamu terkoyak demi kelahiran anakmu. Tapi, semua itu setimpal, pikirmu. Demi bisa menggenggam tangan anakmu yang mungil dan lembut. Menyusui dia sambil melantunkan doa-doa dengan kalut. Menangis ketika dia sakit dan teraniaya. Tersenyum lebar tatkala menyaksikan anakmu merangkak dan mengeluarkan kata-kata pertamanya.

Biar manusia kian banyak di dunia yang sesak, tak mengapa. Yang penting, kamu bisa bahagia.

Namun, kebahagiaanmu lekang oleh waktu. Kamu sadar kelak, seiring anakmu tumbuh dewasa, dia mulai membangkang. Mengeluh bila keinginannya tak penuh, bahkan menjadikanmu pesuruh. Menyalahkanmu atas kegagalan-kegagalannya, pula melupakanmu dalam keberhasilan-keberhasilannya. Kamu tahu bahwa dia akan menelantarkanmu setelah mandiri nanti, tapi kaubiarkan dia memeras uangmu tanpa henti.

Kamu pun mawas dengan kemungkinan dia akan tumbuh menjadi pembenci sepertimu, bahkan menyesal dilahirkan. Itu yang paling kamu takutkan, ketika akhirnya anakmu mengabaikan apa-apa yang telah kauajarkan.

Tetap, walaupun sudah mengira-ngira semua resikonya, kamu ingin menjadi ibu. Semata untuk memuaskan egomu agar bisa kembali merasakan sesuatu. Sekadar supaya mulut-mulut di sekitarmu berhenti bergunjing dan kamu tidak iri pada orang-orang bahagia yang bising.

Tetap, kamu ingin menjadi egois. Demi berartinya napas yang kian menipis.

Bukankah begitu, Ibu?

Hal-Hal yang Patut DicibirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang