Chapter - 11

1K 115 24
                                    

Saya mencintai lebih dan kurangmu. Tulus membenahi kesalahanmu, pun bertanggung jawab atas kebahagiaan kalian.

- Immanuel Caesar Hito

*

#teamiqbaal
#teamhito
yoooo comment kalian team mana?!



*



“Sha.. Temenin aku ke Kupang yuk!”
Ajak (namakamu) tiba-tiba, Salsha yang tengah sibuk merapikan meja berdecak malas.

“Aelah (nam..) lagi sibuk nih. Abis ini gue mau nemenin Steffan buat rumah pohon disitu.” Jari telunjuk Salsha mengarah lurus pada pohon kenari yang rimbun.

“Sorry ya.. Kalo besok aja gimana?” Sesal Salsha.

“Uhhmm yaudah kalo gitu, biar gue sendiri aja.” (namakamu) berlalu dari hadapan Salsha, menyeret kakinya kembali kedalam rumah.

“Mau kemana (nam..)? Rapih banget.” Tanya Hito yang tengah menyeruput teh manis diruang tengah.

“Ke Kupang.” (namakamu) mengikat rambutnya asal, sebelum memakai topi.

“Ngapain? Sama Salsha?” Hito bangkit menghampiri (namakamu) yang tengah mengacak sling bagnya.

“Sendiri. Mau bel..” Belum sempat (namakamu) menyelesaikan kalimatnya Hito sudah lebih dulu memotongnya.

“Saya temenin ya.. Bahaya kalau kamu pergi sendiri.” Hito menyambar jaketnya yang tersampir dikursi.

“Uhmm gimana ya? Tapi aku bisa sendiri kok, serius. Kamu kan capek nih baru kelar posyandu. Biar aku sendiri aja.” (namakamu) bukannya menolak tawaran Hito, ia sangat menghargai perhatian Hito hanya saja ia khawatir Hito menjauhinya saat tau keperluannya pergi ke Kupang.

“Ayo berangkat.” Hito mengamit lengan (namakamu) membawanya pergi ke dermaga.

“Hito biar aku pergi sendiri..” Pinta (namakamu) pada Hito yang terus menggenggam lembut lengannya.

“Okay anggep aja kamu pergi sendiri, kebetulan saya juga ada sedikit keperluan di Kupang.” Langkah Hito terhenti di dermaga, untung saja perahu kedua hari ini belum berlayar.

Hito membantu (namakamu) menaiki perahu dan memposisikan duduk tepat disamping kiri (namakamu). (namakamu) sesekali menyentukan tangannya ke laut lepas, senyum di wajah luntur saat ia tiba-tiba merasa perutnya sangat mual. (namakamu) memalingkan wajahnya ke kanan, ia sedikit memuntahkan isi perutnya. Hito terkesiap saat mendengar suara khas orang mual. Tangan kanannya refleks memijat tengkuk (namakamu), sedang tangan kirinya cekatan melepas topi dan menghalangi rambut panjang (namakamu) agar tidak terkena muntahan. Mata Hito berkaca-kaca saat sadar di perahu ini tidak ada air mineral, sedang perjalanan yang ditempuh belum mencapai setengahnya. Setelah merasa baikan, (namakamu) kembali keposisi semula, dengan mulut yang masih belepotan muntah. Hito meraup air laut dan membersihkan sisa muntahan yang tertinggal disekitar mulut (namakamu).

“(nam..) are you okay?” tanya Hito dengan tatapan sendu, tangannya bergerak diseluruh permukaan wajah (namakamu), menghapus butir-butir keringat.
Sementara (namakamu) hanya menjawab dengan anggukan.

“Tahan sebentar ya.. Nanti kalau kita udah sampai di Kupang, saya cariin air mineral buat kamu.” Hito melepaskan jaketnya, bersamaan dengan itu angin panas khas pesisir menabrak kasar kulitnya. Hito menyampirkan jaket pada pundak (namakamu). Dan menarik kepala wanita itu bersandar di bahunya.

“Makasih To.. Kamu terlalu baik, aku gak pantes dapet perlakuan ini dari kamu.” Lirih (namakamu) sambil memegang perutnya.

“Nggak (nam..) kamu bahkan pantes terima lebih dari ini, tanpa saya bilang ternyata kamu bisa merasakannya. Terimakasih karna tidak keberatan saya jatuhi cinta.” Kalimat terakhir yang Hito ucapkan mampu membuat hatinya mencelos,

Tasbihku Bukan Rosariomu - IDRWhere stories live. Discover now