17

822 149 13
                                    

Biasanya Hyungwon menghabiskan akhir pekan di apartemen. Kalau bukan karena Changkyun yang mendapat tiga tiket menonton gratis dari sepupunya, maka dia pasti tidak akan berniat pergi hari ini.

Hyungwon baru saja selesai mandi, ia melepas bathrobe dan hanya menyisakan celana pendek ketika Wonho tiba-tiba masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Hyungwon, pinjem charger-an dong."

"Lo punya sopan santun ga sih? Jangan asal masuk kamar orang dong," omel Hyungwon.

Wonho menaikkan sebelah alis, lantas memperhatikan laki-laki itu dari ujung kepala hingga kaki. Hyungwon buru-buru memunggungi Wonho meskipun percuma, dia sudah terlanjur melihat semuanya.

"Keluar," perintah Hyungwon kepada Wonho.

"Apaan sih, orang gue udah liat. Santai aja kali."

Jujur saja, Hyungwon merasa sangat malu. Selama ini dia tidak pernah mau membuka baju di hadapan orang lain, dia kurang percaya diri karena sering mendengar komentar mengenai badannya yang dianggap terlalu kurus.

Beberapa bulan yang lalu Hyungwon pernah marah besar saat Jooheon menyembunyikan pakaiannya, sehingga ia keluar dari toilet tanpa busana dan menggunakan handuk untuk menutupi area di bawah pusar. Mungkin menurut orang lain Hyungwon bersikap berlebihan, namun dia benar-benar tidak suka apabila ada yang melihat tubuhnya.

"Minjem charger," ucap Wonho lagi, mengutarakan alasan mengapa ia menghampiri Hyungwon.

"Ambil di meja."

"Pinjem ya."

Selepas Wonho keluar dari kamar, Hyungwon segera mengunci pintu. Dia menatap bayangannya pada cermin, kemudian menghela napas panjang.

Entah kenapa suasana hatinya mendadak kacau, hanya karena Wonho yang menemui dirinya dalam keadaan setengah telanjang. Dia tidak tahu harus marah atau malu, sebab yang ia rasakan sekarang adalah keduanya.

Dengan malas, Hyungwon meraih ponsel guna menghubungi Changkyun dan mengatakan bahwa ia tidak jadi ikut menonton.

Sepersekian detik setelah Hyungwon mengirim pesan, ponselnya berbunyi, tanda bahwa ada telepon masuk dari Changkyun. Dia berpikir sejenak sebelum menekan tombol hijau untuk menerima panggilan.

"Kenapa ga jadi ih, gue sama Jooheon bentar lagi sampe," gerutu Changkyun dari seberang sana.

"Ga tau, males," sahut Hyungwon sekenanya.

"Sayang banget ini tiket satu lagi. Kenapa sih lo ngabarinnya dadakan?"

"Dibilang ga tau. Udah ah, gue ga pengen ngomong sama siapa-siapa," balas Hyungwon lalu memutus sambungan telepon secara sepihak.

Tidak peduli jika nanti Changkyun menerornya dengan puluhan pesan atau panggilan, Hyungwon menonaktifkan ponsel dan menyimpannya di dalam rak paling bawah.

Sekitar jam 2 siang, Wonho mengetuk pintunya. Menanyakan apakah Hyungwon sudah makan atau belum, karena sedari pagi dia belum mendapati teman serumahnya itu memakan sesuatu.

Tak kunjung menerima jawaban dari si pemilik kamar, Wonho kembali mengetuk pintu. "Hyungwon ini gue balikin kabel lo."

"Simpen aja di samping tv," ujar Hyungwon kesal karena Wonho tidak berhenti mengusiknya.

"Lo kenapa sih ngurung diri seharian? Marah sama gue?"

Hyungwon tidak menggubris Wonho, dia memilih diam.

"Buka pintunya, we need to talk."

"Ga mau," seru Hyungwon, sedikit berteriak agar suaranya dapat terdengar oleh Wonho.

"Ya ampun Hyungwon, lo umur berapa sih? Kalau gue ada salah, bilang, jangan marah ga jelas kayak gini."

"Gue ga marah sama lo."

"Terus kenapa ga mau keluar?"

"Lagi kesel."

"Kesel karena?"

"Berisik, sana pergi," sungut Hyungwon, menghindari pertanyaan Wonho.

"Buka dulu pintunya, gue udah beliin makanan nih."

Sebenarnya Hyungwon lapar, tapi ia enggan beranjak dari kamarnya lantaran tidak ingin bertemu Wonho. Dia menarik selimut sampai sebatas bahu, bersiap untuk kembali tidur.

"Oke, gue minta maaf karena masuk ke kamar lo tanpa izin," ucap Wonho pada akhirnya. Dia mulai terbiasa dengan sifat Hyungwon yang oversensitiveㅡtidak heran jika alasan sepele mampu menyulut emosinya.

"Ga butuh permintaan maaf."

"Ya udah buruan keluar supaya gue bisa meluk lo."

"Sembarangan."

Wonho terkekeh, "So, are we cool now?"

"No."

"Gue tau lo laper, cepetan sini keburu makanannya dingin."

Tak lama berselang, Hyungwon membuka pintu kamar, mengundang senyum di bibir Wonho.

Hampir sebulan tinggal bersama, membuat Wonho mengerti, walaupun Hyungwon mudah marah, dia juga gampang meredakan emosinya.

between daylight and darkness | hyungwonho ✔️Where stories live. Discover now