Bab 3: A Bitter Truth

7.6K 939 55
                                    

(Nox POV)

"Mereka adalah pembunuh ibu kandungmu, Jene."

Tanpa sadar wajahku sudah mendekat pada wanita bertubuh ringkih yang berdiri menatapku. Manik mata yang berwarna biru keunguan itu seakan menyedotku ke dalamnya. Otomatis aku terpaku melihat keindahannya.

"Yang Mulia, aku mencintaimu. Aku janji tidak akan lari lagi."

Aku ingat betul dengan kata-kata manis yang diucapkannya waktu itu. Sayangnya, tatapannya padaku kali ini berbeda. Tidak ada lagi senyum manis yang selalu disuguhkannya hanya untukku. Tidak ada lagi suara merdu yang memanggil namaku. Rasanya aku ingin marah padanya, tapi tidak bisa.

Tak lama aku menurunkan pandanganku ke arah bibirnya dan matanya langsung terpejam jijik saat aku mencoba mendekatinya lagi. Apa dia sebenci itu padaku? Otomatis aku menjauh dan memutar badanku.

Sial! Apa yang kulakukan?

Melihat bibirnya saja rasanya aku ingin menciumnya, tapi aku tidak boleh melakukannya. Jene yang sekarang pasti akan berpikiran buruk tentangku jika aku benar-benar menciumnya. Ya, aku harus bersabar untuk mendapatkan kembali hatinya.

"A-apa maksud ucapanmu barusan?" Suara khas milik Jene akhirnya terdengar lagi di telingaku. Refleks aku kembali menatapnya sambil menutupi setengah wajahku dengan telapak tanganku.

Aku lupa sudah mengatakan hal yang harusnya tidak kukatakan. Ya, tentang ibu kandungnya. Bagaimana menjelaskannya? Dia pasti akan menangis seperti dulu setelah tahu kenyataan pahit itu. Cih. Aku tidak suka membuatnya bersedih, tapi mau bagaimana lagi.

"Dia bukan ibu kandungmu," ungkapku kemudian dengan nada rendah.

"Kenapa kau bilang begitu? Jelas-jelas ibuku-"

"Ibumu adalah adik dari perempuan jahat itu." Aku sengaja menyelanya sambil menajamkan mataku.

"Itu tidak mungkin," Jene menggeleng keras.

"Itulah kebenarannya."

"Pergilah, aku tidak mau mendengarnya lagi."

"Bagaimana jika kau tanyakan langsung pada perempuan itu?"

***

(Jene POV)

Aku berjalan persis di belakang pria berambut perak yang mengenakan pakaian setengah besi itu. Dengan langkah pelan aku menuruni tangga istanaku yang sudah porak poranda. Tak kusangka, Nox langsung mengajakku menemui ibuku untuk memastikan kebenaran dari ucapannya.

Ibuku, Agripina, bukan ibuku kandungku.

Membayangkannya saja aku sudah pusing.

Aku terdiam sebentar melihat ibuku dan Paman Edgar sudah duduk di lantai dengan kedua tangan terikat. Di belakangnya berdiri beberapa orang ksatria dari Albatraz. Pelan-pelan aku menelan ludahku dan menatap punggung pria berambut perak yang tengah berdiri di depanku itu. Salah bicara sekali sedikit saja, aku akan diikat seperti mereka. Itu tidak boleh terjadi.

"Bicaralah."

Aku yang masih tertegun langsung tersentak mendengar ucapan Nox. Dua tahanannya langsung menengadah, menatapnya dengan tatapan kesal.

The Lonesome LordWhere stories live. Discover now