17. Balik Bandung

61.2K 11K 5K
                                    

"Gimana, Bos, Medan, Bos?" Narendra datang dari arah belakang, merangkul Akmal sambil berjalan menaiki tangga.

"Panas."

"Kok dia ketawa?" Tanya Narendra, menunjuk Maraka yang spontan tertawa mendengar jawaban panas – karena panas bisa berarti lain.

"Emang kalo buat dia panas, sih. Tapi menurut gue biasa aja," jawab Maraka, masih terkekeh kecil.

"Dapet apa di Medan?"

"Dapet hikmah," jawab Akmal masih asal.

"Bisa aja. Udah siap balik kerja keras bagai kuda belum?"

"Nggak mau ah aing capek."

"Sia pikir aing gak capek???" Lawan Narendra. "Bentar lagi IMF–"

"Masih itungan bulan," sela Akmal.

"Nggak bakal kerasa, Can. Tau-tau udah h-7 aja gera sok, percaya sama urang. Persiapan masih setengah mateng, ini harus bener-bener kita kawal."

"He'eh hayu," jawab Akmal lesu.


"Oh iya, Maraka. Minggu depan wisuda. Udah liat desain backdrop yang baru?" Narendra kini beralih pada Maraka.

"Udah," angguknya. "Bagus kok. Dari gue udah oke."

"Oke. Kalo dari kamu udah oke mah langsung kasih order aja ke anak IT ya biar bisa cepet dicetak. Jangan lupa sekalian urus plakat."

"Amaan. Udah diatur semua sama anak-anak gue."

"Jangan sampe ada yang miss. Soalnya yang wisuda sekarang atasan-atasan kita dulu."

"Aduh, sedih gue tiap ada senior yang mau lulus."

"Lebih sedih lagi kalau mereka nggak lulus-lulus."

"Ya nggak salah, sih... Ya udah urusan wisuda semuanya aman, Na. Tenang aja."

"Ya udah. Urang mau fotocopy dulu. Beres kelas ketemu di sekre, ya. Banyak yang perlu dibahas."

"Yooo," jawab Akmal dan Maraka serentak sebelum masuk kelas.


-



Kembali lagi mereka pada kehidupan kuliah rapat kuliah rapat kelas sekre kelas sekre baru kosan–kaya nggak ada kegiatan dan tempat lain aja di dunia.

Narendra sibuk bercerita tentang hal apa saja yang ia lewati selama Akmal pergi; gaya berceritanya pun lebih ramai dari biasanya; heboh, excited, seperti benar-benar merindukan keberadaan partner-nya ini. Sementara Akmal mendengarkan sambil selonjoran, dengan tangan memangku kepala di atas bantal; jiwa kepemimpinannya sejenak tertinggal dan tenggelam di danau sana.

Akmal kehilangan fokus karena Narendra berbicara terlalu cepat; dan masalahnya, semua hal yang disampaikan oleh Narendra merupakan hal-hal penting yang harus dicatat dengan segera dalam kepala; nggak bisa tuh masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Kini Akmal rasanya sedang mengikuti ujian lisan Bahasa Indonesia campur Bahasa Sunda di mana seluruh soalnya berbentuk soal cerita; yang jelas diakhiri dengan tiga hingga lima pertanyaan yang berkaitan dengan cerita tersebut.


"Na, sorry urang gak fokus!" Akmal menyerah. Ia langsung duduk tegap dan memijit kepalanya. "Perasaan urang pergi cuma seminggu, kenapa kayak banyak pisan yang urang lewati di sini?"

"Mana urang tau?" Jawab Narendra enteng.

"Dengerin lagu dulu, yak, biar rileks, yak." Hendri yang sedaritadi juga ada di dalam sekretariat langsung sigap memasang kabel aux dan memainkan playlist-nya yang disela iklan terlebih dahulu karena belum premium.


HIMPUNAN VOL.2Where stories live. Discover now