Page 00

755 48 8
                                    

Kamar yang gue masuki kosong. Hanya ruangan didominasi warna pink yang gue dapatkan serta barang-barang yang tersusun rapi menyesuaikan tempatnya.

"Zweissy, kamu di mana? Aku pulang!"

Saat itu, gue membuka seluruh pintu yang ada di rumah. Berharap gue dapat menemukan sosok yang sedang gue cari. Tapi nihil, gue nggak menemukan dan mendapatinya.

"Sy?! Aku pulang, kamu nggak kangen, ya, sama aku?"

Gue belum menyerah, masih mencari keberadaan Zweissy, adik perempuan tujuh menit gue. Kembaran gue.

"Ayo keluar, Sy! Aku capek tahu nyari kamu kayak gini." Sepertinya, dulu gue sudah menyerah saja, mengingat imun tubuh gue yang masih lemah. "Udahan main petak umpetnya!"

Karena gue tidak berhasil menemukan keberadaan Zweissy, akhirnya gue benar-benar berhenti. Gue sudah lemas. Perlahan tubuh gue merosot ke lantai dan mulai terisak. Ibu dan Ayah datang lalu seolah menenangkan.

Dua malaikat tak bersayap itu berjongkok di hadapan tubuh mungil gue. Mereka masing-masing menggenggam tangan gue. Wajahnya memang tersenyum, tetapi seperti ada garis luka yang berusaha ditutupi.

"Sayang, kamu istirahat dulu, ya? Kamu belum boleh ngeluarin banyak tenaga," kata Ibu sambil mengusap rambut gue.

"Zwei mau ketemu Sisy dulu, Bu, Yah. Dia di mana?" tanyaku seperti sudah putus asa.

"Ada sayang, Zweissy lagi istirahat. Kamu juga istirahat, ya?" bujuk Ayah.

Awalnya gue tidak mau dan kukuh ingin bertemu Zweissy dulu, tapi ada sirat memohon di rait Ibu dan Ayah. Dengan begitu gue iyakan saja. Ayah menggendong dan membawa gue ke kamar yang berada di sebelah kamar Zweissy. Memang dasarnya bocah itu polosnya benar-benar natural ....

"Zweiiiiiii!"

Astaga. Ini orang kenapa teriak-teriak? Bertebaran sudah ingatan 10 tahun lalu, yang barusan sedang gue selami.

"Apa lagi, Cell?"

Cellin tersenyum. Ya, yang mengangetkan gue bernama Cellin. "Masa kamu gak mau temenan sama aku?"

Gue tidak merespon. Hanya menepuk bahu dia, menyampirkan tas di bahu, lalu pergi. Ini, kan, waktunya pulang sekolah.

"Zweitson! Nggak mau pulang bareng?!"

_____

Eh, jangan menyimpulkan di prolog, ya. Kamu mengerti susunan beberapa paragraf di atas? Zweitson lagi menyelami masa kecilnya, sampai seseorang datang buat dia sadar, gitu. Aku kalau bikin adegan flashback nggak di italic.

(Tadinya buka WP mau unggah Shadow, tapi pas aku cek word editingnya ternyata belum selesai masih acak2an)

Oiya, aku suka narget vote bukan tanpa alasan, kok. Apaya, itu seolah aku belajar pegang janji aja. Setelah terpenuhi, itu artinya aku harus bayar dengan cara publish bab selanjutnya. Singkatnya sih gitu xixi. See u  di bab 1 ya, nanti🌹

Bandung, 17 April 2021

ZWEITSON Where stories live. Discover now