Part 3

6 0 0
                                    

(Meanwhile Wandri)


Pukul 19:30


Wandri, Mbak Anies, dan Della tengah membantu Novi menata ulang semua perabotan sedemikian rupa. Kos bedeng Novi yang hanya ada dua ruangan membuat mereka harus menyusun trik agar kamar kos Novi lebih sulit untuk didobrak dari luar. Setelah sebelumnya, mereka dan para tetangga bersama keluarga pemilik kos gotong royong memasang jeruji berlapis di sekeliling kontrakan. Kini semua keluarga penghuni, berdiam diri di kamar. Berlindung sendiri-sendiri demi mengecoh para partisipan pembersihan.


Kini, mereka berempat bersandar di dinding dekat kamar mandi. Masing-masing tangan mereka sudah tergenggam peralatan dapur bermata tajam. Napas mereka kembang kempis, terutama Mbak Anies yang baru saja selesai melakukan video call ke anak-anaknya juga pada pembantunya.


"Danti sama Iqbal gimana, bu?" tanya Novi.


"Ada sama pembantu gue di rumahnya. Laki-nya juga ikut bantu jaga," jawab Mbak Anies.


"Stok bahan masakan seminggu udah siap di kamar mandi?" tanya Wandri yang dijawab anggukan oleh Della.


Mbak Anies menyalakan smartphone-nya dengan speaker kecil. Melalui berita siaran online, ia menyaksikan situasi di luar sana.


"Seperti yang bisa kita lihat, semua pelabuhan dan bandara sudah ditutup. Semua akses keluar dan masuk di tiap-tiap kota besar dan batas pulau juga sudah dikunci menjelang minggu pembersihan. Di beberapa tempat juga terlihat belasan remaja kota yang sedari tadi sudah mempersiapkan senjata masing-masing demi menyambut 'minggu besar pertumpahan darah' yang sebentar lagi akan segera dimulai. Sepertinya minggu pembersihan tahun ini akan menjadi yang terbesar. Mengingat begitu banyaknya warga yang memilih untuk menjadi partisipan, berdasarkan survey acak sejak dua hari lalu...," ujar seorang reporter.


Mbak Anies menyaksikan semua wilayah dan gedung begitu sepi, namun kemacetan terjadi di sepanjang jalan tol utama. Rasa khawatir dan keringat dingin menjalar di balik jilbabnya. Orang-orang di dalam kendaraan itu adalah sasaran empuk para partisipan.


Mbak Anies mematikan smartphone-nya. Napasnya semakin tak teratur membaca notifikasi dari whatsapp.


"Gue dapet kabar, Mang Heru sama Apay masih kejebak di jalan. Pantura macet total."


Seketika, mereka berempat dibuat hening oleh rasa cemas di pikiran mereka.


.


(Meanwhile Sandi)


Seisi rumah milik Tama sebentar lagi akan dimatikan. Kompleks perumahan itu kini terlihat seperti kota Pripyat. Sepi, gelap, bercampur dengan aura ketegangan di balik tiap-tiap pintunya. Jika seseorang berdiri di trotoarnya, orang itu mungkin akan berhalusinasi dengan melihat kepulan asap hitam yang keluar dari sela-sela pintu dan jendela itu.


Sandi mengenakan longtail witch hoodie hitamnya. Sarung tangan hitamnya sudah berbalut brass knuckle perak.


Air mata mengalir kala ia menatap Fio di ranjang tidur. Adik perempuannya tengah tertidur pulas dalam pelukan pacarnya. Wajah mereka terlihat kelelahan setelah seharian berfoto. Sandi masih sempat menoleh ke arah foto yang baru dipajang di dinding. Fio bersama Aldi -pacarnya juga Tama. Lengkap dengan tulisan '3 sekawan selamanya'.


Mereka bertiga sudah bersama sejak kelas tujuh SMP. Fio dan Aldi mulai berpacaran setahun kemudian. Sedangkan Tama mulai akrab dan dekat pada Sandi sejak Fio memperkenalkannya pada kakaknya itu di hari kelulusan SMP.


Sandi menghela napasnya. Langkahnya tegap menuju pintu keluar rumah. Meski sempat tertahan oleh rasa khawatinnya yang berlebihan, tangannya sudah siap untuk memutar knop pintu.


"Lu masih yakin soal ini?" Tama mendekatinya dari belakang. Gadis berambut biru pendek itu hanya mengenakan jaket tipis dan hotpants dua jengkal di atas lutut. Ia bisa merasakan kepedihan Sandi hanya dengan menatap matanya yang sembab, walau sebenarnya ia baru saja bangun tidur. Terlihat dari sisa liurnya di ujung bibir pink itu.


"Harus, ada urusan yang mau gue selesaiin."


"Begitu elu keluar dari ini, pintu ini bakalan kekunci rapat. Di titik itu, elu sendirian. Ditambah lagi adek lu nggak tau soal niat lu ini, karena dia pikir kita berempat bakalan sama-sama di sini sampai minggu pembersihan selesai."


"Nggak pa pa. Lu jaga aja adek gue sama cowoknya. Bilang ke dia kalo gue baik-baik aja. Pastiin mereka bedua tetep hidup sampai minggu pembersihan selesai."


Spontan, Tama memeluk Sandi. Dirasakannya hawa hangat dan lembut tubuh lelaki itu, karena ia tahu, mungkin itu akan menjadi terakhir kali ia merasakannya. Sandi tak bergeming kala Tama mengecup pipinya. Ia tahu bahwa minggu ini, ia harus siap untuk semua kemungkinan.Sandi melangkah keluar rumah. Empat langkah berjalan, ia sudah bisa mendengar Tama mengunci rapat semua gembok pintunya. Tama benar, dirinya benar-benar sendirian di luar sini.


Ia melangkah tertunduk melintasi trotoar. Dinginnya malam, pekatnya aura sekeliling dan sepinya suasana membuatnya menutup kepala dengan hoodie.


***


Di ujung sana, Bang Jabir dan Marjun bersama orang-orang pabrik. Mbak Anies dan empat temannya di kamar Novi. Orang-orang yang bersembunyi di tempat-tempat ibadah. Apay, Mang Heru, bersama mereka yang masih terjebak macet di jalan-jalan besar. Orang-orang yang sembunyi di pulau-pulau kecil. Semua memfokuskan telinga masing-masing untuk sebuah pengumuman yang akan segera dikumandangkan.


Termasuk pula Sandi. Kini ia berdiri tegak di atas tiang gapura di pintu masuk perumahan. Sekelilingnya begitu sepi dan remang. Kepalanya menengadah ke langit dengan mata terpejam. Mendengarkan dengan seksama, sebuah suara dari ratusan toa di pusat kota. Jauh di ujung sana, menggaung hingga ke angkasa.


.


"This is not a test.""This is your emergency broadcast system announcing the commencement of the Annual Purge sanctioned by the Republic of Indonesia Government.""Weapons of class 4 and lower have been authorized for use during the Purge, and all other weapons are restricted.""Commencing at the siren, any and all crime, including murder, will be legal for 7 days.""Police, fire rescue, local spec ops team, and emergency medical services will be unavailable until 7th day's dawn, when The Purge concludes by worship call in holy places such as mosque, church, temple and any others.""Blessed be our New Founding Fathers of Asean, and Republic of Indonesia, a nation reborn.""May God be with you all."


***


NNGGUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNGGGGGG ... NNGGUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNGGGGGG ...


Pistol dikokang, Belati diasah, Racun-racun bius diisi, Benda-benda tumpul dipersiapkan. Jiwa-jiwa kebengisan yang haus darah sudah menguasai kepala-kepala manusia.


Pesta pembantaian masal sudah dimulai!

INDONESIAN PURGEOù les histoires vivent. Découvrez maintenant