Part 4

6 0 0
                                    

Semua rumah-rumah bersorak penuh keriuhan. Kerumunan orang-orang di dalamnya antusias mengangkat senjata mereka masing-masing. Tentu saja mereka bisa mendengar jelas sorak-sorai kerumunan lain di rumah-rumah diseberangnya. Mereka menjerit kegirangan usai pengumuman, kegiatan empat tahunan ini adalah festival besar bagi manusia-manusia yang nampak normal di luar namun menyimpan iblis di dalam.


Entah semacam peraturan tak tertulis antar partisipan, atau memang sudah tradisi. Seketika mereka semua menjerit dengan serempak.


"SEMBILAN ..., DELAPAN ..., TUJUH ..., ENAM ..., LIMA ..., EMPAT ..., TIGA ..., DUA ..., SATU ...!!!BRAAAK!


Semua pintu rumah dan bangunan didobrak dari dalam secara bersamaan. Bak kawanan semut yang baru saja menemukan bubuk gula yang tumpah, mereka berhamburan di jalan-jalan. Semuanya memakai kostum horror masing-masing. Seseram jiwa busuk yang tersembunyi dalam hati mereka.


Mereka saling serang satu sama lain. Saling tikam, pukul, sayat, lempar, tembak, dan tak ada yang akan berani menghentikan 'tawuran satu negara' yang dilegalkan pemerintah. Cipratan darah berceceran di sana sini, seiring banyaknya senjata-senjata yang beterbangan. Potongan-potongan tubuh manusia? jangan ditanya lagi. Sepanjang jalan, sejauh mata memandang, semua merah oleh darah dan daging manusia. Tidak ada bedanya dengan rumah jagal hewan.


Pria besar dikeroyok belasan pria cebol dengan pentungan besi dan tongkat baseball. Beberapa orang digantung dan dibakar hidup-hidup di atas jendela-jendela gedung. Bahkan ada yang ususnya diburai hidup-hidup, dan alat kelaminnya ditusuk jarum kait besar yang dipanaskan hingga menguning, sebelum jarum itu ditarik hingga kelaminnya putus. Terlalu sadis untuk dijelaskan.


(Meanwhile Sandi)


Suasana masih ramai dan riuh oleh para partisipan yang berpesta ditengah cipratan darah. Seorang pria gendut bertopeng kambing merah mengendarai KLX hitam. Dibelakangnya, ia menyeret kaki seorang pria. Wajah pria itu hancur karena bergesekan dengan aspal, bahkan tulang wajahnya yang putih terlihat jelas. Si pemotor itu berjalan ngebut di trotoar dan menghantam beberapa orang, hingga tiba-tiba... .


BUG!


Sandi yang sedari tadi menunggu di ujung trotoar -sembunyi di balik tiang lampu, menghantam wajahnya dengan pipa besi ukuran besar. Pemotor itu pun tersungkur, ia menutup wajahnya dan mengaduh kesakitan.


Buru-buru, Sandi merampas motor itu dan memotong tali di belakangnya. Ia pun kabur membawa lari motor itu. Berkendara ngebut di antara para partisipan yang masih sibuk membunuh satu sama lain.


"Akbar! Andri! lu bedua dimana?!" ujarnya setelah ia memasang wireless earphone ke telinganya -mencoba menghubungi dua rekannya.


***


Di ujung sana, di Depok utara, suasana lingkungan luar tak kalah riuhnya. Tawuran antar geng motor bersenjata api terjadi di tiap-tiap sudut jalan besar. Tak ubahnya peperangan di timur tengah, semua saling tembak dan lempar batu hingga molotov. Tentu saja, perlahan tapi pasti gelimpangan mayat di tengah jalan mulai menggunung.


Dua puluh tiga orang pemuda bermotor terlibat baku tembak dengan kelompok geng motor lainnya. Terlihat dari keadaan mereka yang menggunakan motor dan sisi-sisi mobil untuk berlindung, mereka mulai terpojok. Salah satu dari mereka mengangkat smartphone untuk sebuah panggilan. Pria tinggi brewok berambut kriting itu membungkuk, berlindung dari balik punggung temannya.


"Oi San, masih seperempat perjalanan ini! Pabuaran rame bener anjir! Gue ama bocah pada kepojok semua!" pria kribo itu menjawab panggilan dengan sedikit berteriak, saking bisingnya suasana.


"Terus si Andri gimana?!"


"Nih masih ada sama gue! Empat orang gue pada mati di Jagorawi!"


"Yaudah, Bar! Gue mau ke Subang dulu, gue ada urusan bentar! Kabarin aja kalo kalian udah berhasil!"


"Oke! Elu stay safe, Ndi!"


"Elu juga! Kita ketemu lagi di Ciputra nanti!"


Keduanya serempak memutus panggilan dengan harap-harap cemas. Sebab hari pertama pembersihan selalu berakhir dengan jumlah korban tewas terbanyak. Kembali, Akbar mengangkat AK47-nya. Memberondong semua isi peluru ke arah musuh-musuhnya yang kini tinggal sedikit.


.


(Meanwhile Apay)


Kemacetan masih mengular di atas tol flyover. Semua pengendara mobil serempak mematikan lampu-lampu mobil mereka. Sebagian dari mereka bersembunyi di kolong mobil, sebagian lagi memilih keluar dari kabin, kabur entah kemana, sementara yang lainnya mulai memegang erat benda tumpul sebagai senjata.


Mang Heru keluar sebentar dari mobilnya. Diedarkannya pandangan ke sekeliling kendaraan, sembari menghisap sebatang Sampoerna Mild yang sedari tadi dinikmatinya sepanjang perjalanan. Semuanya gelap tanpa ada lampu yang menyala selain lampu-lampu gedung di sekelilingnya. Mang Heru mendekat ke sisi kiri flyover. Di bawah sana, para partisipan yang menyemut masih sibuk dengan aksi kekerasan maut mereka.


Mang Heru spontan menoleh ke arah kanan. Di turunan flyover, para partisipan bersenjata tumpul mulai berdatangan dan menghantam semua kaca-kaca mobil. Orang-orang yang bersembunyi di dalamnya, seketika diseret keluar dan menjadi bulan-bulanan mereka. Isi barang berharga di mobil dirampas, para pria dan orang-orang jompo dikeroyok beramai-ramai, sebagian mobil dilempari molotov. Para wanita muda dan anak-anak nasibnya lebih menyedihkan lagi. Dibawa kabur segerombol pria, diculik dan ditabrakkan ke arah van yang kebetulan lewat, bahkan tak sedikit para gadis dan ibu-ibu muda ditelanjangi, ditelungkupkan ke atas kap mobil sebelum dua lubang tubuh mereka dijejali dengan milik para pria partisipan, secara bergiliran di tempat terbuka. Perilaku biadab yang lumrah ditemukan secara bebas empat tahun sekali.


Mang Heru semakin bergidik, secepatnya ia membuang puntung rokoknya dan masuk ke dalam mobil. Apay sendiri mengeluarkan dua pucuk revolver dari laci mobil.


"Mang, nih!" ujar Apay tercekat seraya menyerahkan salah satu revolver itu. Mereka berdua sudah siap dengan kemungkinan terburuk yang sudah mereka perkirakan sebelumnya.


PYAR!


Entah dari mana orang itu muncul, seseorang berjaket hitam dan bertopeng seram menghantam pecah kaca belakang mobil. Terkejut, Apay memuntahkan satu timah panas ke arah orang itu ketika ia merangsek ke dalam kabin dan menjambak lengan kemejanya.BRAK! BRAK!


"Keluar lo semua!"


Belasan pria partisipan yang semula berada di bawah flyover, kini mengerumuni mobil Mang Heru dan mobil-mobil sekitarnya. Beramai-ramai mereka menghantam mobil hingga penyok dan memecahkan kacanya, mencoba agar Mang Heru dan Apay menyerah dan keluar. Mang Heru pun menodongkan revolvernya ke kaca depan. Tepat ke arah wajah salah satu dari mereka.


Namun belum sempat pelatuk itu ditarik, salah seorang perusak mobil itu mengarahkan shotgun tepat ke kepala Mang Heru melalui sela-sela retakan kaca yang mengangga dan kemudian ... .


DOR!

INDONESIAN PURGEWhere stories live. Discover now