Prolog

341 24 0
                                    


"Ini rumah kita. Tempat kita pulang."

****

"Ini! Matcha untuk Kak Mentari, kopi untuk Bang Angkasa sama Bang Langit. Cokelat hangat punya Awan!" Seorang gadis dengan poni menutup dahi datang membawa nampan dengan dua mug putih berisi kopi, secangkir cokelat hangat, dan segelas matcha dingin. Dia dengan baju tidur motif kelinci tersenyum dan membagikan masing-masing bawaan.

Pria dengan tubuh tegap berdiri di dekat televisi. Siap memutar sebuah CD dokumenter yang mereka temukan baru saja di dalam kotak kenangan si sulung—Mentari.

Kemudian, video diputar. Menampilkan sosok yang sangat mereka rindukan. Ayah dan ibu yang lama meninggal. Suda dua tahun sejak kejadian mengenaskan yang membuat mereka mengalami banyak masa sulit.

Video yang terputar menampilkan mereka yang jauh lebih muda. Menggendong seorang bayi yang baru lahir. Terlihat ibu memakai pakaian rumah sakit dengan wajah pucat dan infus di tangan.

"Ini Mentari!" Dia lahir di pagi yang begitu hangat.

"Tari ini anaknya nggak cengeng." Ayah menambahi. Tangan tegap ayah membelai pipi Mentari yang bayi. "Dia anak baik, cantik, makanya Ayah kasih nama Mentari. Biar dia bisa cerah dan hangat seperti Mentari pagi, iya 'kan, Bu?"

"He'em."

Video berlanjut menampilkan Mentari yang sedang belajar tengkurap, merangkak, berdiri, dan berjalan, bermain dengan senyuman ceria. Seperti namanya.

"Tapi, Ibu dan Ayah wajib meminta maaf kepada Mentari." Suara rekaman video itu adalah suara ayah. "Kami adalah dua remaja yang tak bisa menahan nafsu, sehingga kamu sempat tidak diinginkan. Tetapi, kakek dan nenek meyakinkan. Mereka bilang jika kamu tidak bersalah dan kamu berhak hidup."

Ibu tersenyum dalam rekaman. "Saat itu, ayahmu menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pria. Dia sangat bertanggungjawab, Nak. Mentari nanti cari suami yang kayak ayah! Yang keren! Nggak cuma ganteng tapi bertanggungjawab."

Mentari tertawa. "Nikah buruan!" ujar Angkasa di tengah pemutaran video.

Semuanya tertawa mendengar itu. "Iya, tapi nggak sekarang," balas Mentari.

Mereka lanjut melihat video. "Mentari dibawa ke rumah nenek saat usianya lima tahun. Kami di sini harus fokus pada usaha dan kerjaan. Begitu kata nenek kalian."

"Tiga tahun kemudian, Langit dan Angkasa lahir. Mereka dua bayi kembar merepotkan. Tetapi, semua orang senang. Ditambah tak dua tahun kemudian Awan menyusul."

"Mentari sering datang untuk bermain di tahun awal pertumbuhan adik-adiknya," jelas ibu.

Rekaman di mana Mentari bermain dengan adik-adiknya yang belajar merangkak dan berdiri. Sampai mereka bermain bersama di halaman.

"Si Angkasa dari orok pegangannya basket mulu dah perasaan," celetuk Langit saat menonton video di mana Angkasa melempar bola basket ke arah ayah.

"Yeu, daripada Lo sendiri seneng kok sama rumus dan buku!" balas Angkasa.

Kemudian, video menampakkan Awan yang berantakan dengan cat warna milik Mentari. Tersorot juga Mentari yang menangis akibat ulah sang adik.

"Hahaha! Si kocak memang Awan. Untung catnya nggak masuk mata. Kalau masuk mata—" ucapan Angkasa menggantung.

"—dijamin mata Awan warna-warni," imbuh Langit yang diakhiri tawa mereka berdua. Awan yang kesal memukuli dua abang kembarnya.

"Kak! Nggak usah masak, biar mereka kelaparan!"

Mentari hanya menggeleng dan tertawa kecil. Sesaat kemudian mereka kembali hikmat menatapi televisi yang masih memutar kenangan.

"Saat memasuki Sekolah Menengah Pertama. Mentari jarang berkunjung. Jadi videonya sekarang banyakan adek-adeknya," jelas ayah.

"Mentari fokus belajar di sekolah impiannya. Dia datang juga waktu lebaran, doang."

Poto keluarga ketika lebaran muncul. Dari mereka masih remaja hingga mereka besar. Video berakhir.

"Ini ibu sama ayah buat, biar kalian bisa mengingat kalau kita adalah keluarga. Kita adalah rumah. Tempat kalian pulang, di manapun kalian berada. Tetaplah satu sebagai keluarga," jelas ayah dengan senyuman hangat sembari merangkul ibu yang duduk di sofa kesayangan mereka.

"Kakak, adek, yang akur kalian! Jangan berantem atau asing. Kalian keluarga," sambung ibu. Video berakhir dengan keduanya tersenyum hangat dan melambai tangan.

TBC


Perfect Family [SELESAI]Where stories live. Discover now