BAB 2: KELUARGA

108 18 2
                                    


"Tidak salah waktu dan takdir menggiring ke dalam jurang. Terkadang meski saat jatuh kita terluka, tetapi tidak ada yang bisa menyangkal jika; bisa saja di dalam jurang itu kita bisa menemukan cahaya yang lebih cerah dari sebelumnya."

____

Sebuah bangunan minimalis yang modern. Dua lantai, dengan halaman yang lumayan luas. Rumah dengan berbagai tingkat warna cokelat. Terlihat sangat sejuk. Seorang perempuan dengan gaun putih selutut tersenyum ke arah Mentari.

"Gimana?" tanya perempuan itu.

"Mahal nggak, sih, Cha?" tanya Mentari.

Echa—teman sekantor Mentari di Yogyakarta terlihat menggeleng. "Ini rumah iseng Abang gue, dia ngetes desain baru, tapi ada kesalahan dalam pembuatan. Dia nggak suka, makanya dijual cuma satu miliar sama Lo. Gue bujuk juga untuk turun harga sebelumnya."

"Nggak rugi?" tanya Mentari.

Echa menaikkan kedua bahunya. "Enggak, 'kan buat kamu."

Mentari menghela napas kasar. "Kalau misalnya Abang kamu jual ke aku dengan harga itu karena hal lain, aku nggak mau."

Gadis dengan gaun putih itu tertawa kecil. "Nggak, nggak, bercanda." Echa memukul bahu Mentari.

"Lagian dia nggak suka, karena kesalahan di kamar mandi. Jadi memang niat dijual."

Mentari mengangguk. Mereka mulai memasuki rumah tersebut. "Salahnya di mana?" tanya gadis itu.

"Bathtub, dia mau bundar dikasih kotak. Jadi ya gitu, dijual."

Gadis berhijab hijau itu menggeleng tak percaya. "Orang kaya beda ya, gabut dan kelakuannya," celetuk Mentari.

"Makanya, kamu nikah sama Abang aku, siapa tahu kelakuannya agak bener."

Mentari langsung berjalan mendahului Echa, seraya memukul bahu temannya. "Beda agama, bego."

"Eh, kenapa?! Kamu log-in aja, Tar!" teriak Echa pada Mentari yang sudah berjalan jauh.

***

Sebuah mobil sedan tua berwarna biru denim terlihat terparkir di halaman rumah bertingkat dua yang kemarin disurvei Mentari. Seorang gadis dengan rambut kuncir kuda turun dari mobil dengan tas besar di bahu kanan. Dua pemuda dengan wajah mirip keluar bersama koper yang mereka bawa. Salah satu pemuda langsung ke belakang menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan tas lainnya.

Terakhir seorang gadis berhijab bergo merah muda keluar dari mobil itu.

Dia berjalan dulu menuju pintu, membuka pintu rumah. "Ini rumah kita, Kakak beli dari tabungan yang seharusnya untuk umrah orang tua kita dan untuk lanjut pendidikan, barang-barangnya belum ada. Nanti menyusul," jelas Mentari pada adik-adiknya.

"Kamar di lantai satu untuk Kakak sama Awan, di atas ada dua kamar untuk Angkasa sama Langit."

Mentari menyerahkan kasur lipat pada Angkasa dan Langit. "Tidur pakai ini dulu, ya."

Lalu menyerahkan satu kasur lipat lagi pada Awan. "Kamar kamu yang sebelah kanan, kakak di sebelah kiri," jelas Mentari.

Tanpa menunggu waktu lama. Ketiga adik Mentari pencar menuju kamar masing-masing. Mentari mengembuskan napas, dia sedikit menggeleng. Kemudian, berjalan memasuki kamarnya.

Perfect Family [SELESAI]Where stories live. Discover now