Bab 12: Kita?

84 12 0
                                    


"Setiap orang berhak atas kesempatan kedua."

________

Mentari keluar dari kamarnya dengan rok cokelat dan kemeja yang berwarna mirip, tetapi agak lembut serta hijab berwarna beige. Dia keluar mendapati tiga adiknya sudah ada di meja makan. Sajian sarapan hari itu sudah rapi di atas meja.

Sudah seminggu sejak tragedi waktu itu. Mentari mendapatkan perlakuan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Adik yang menyayanginya lebih dari sebelum ini.

Mentari duduk dan mulai menyantap makanannya. Awan yang daritadi memperhatikan Mentari membuat sang kakak heran dan tak nyaman.

"Kenapa, Wan?" tanya Mentari pada akhirnya.

Awan menunduk dan mengaduk makanan di hadapannya. "Entah kenapa, tapi sampai sekarang Awan masih kurang bisa maafin diri sendiri karena hal seminggu lalu."

Mentari tertegun. Dia meletakkan sendok dan meraih tangan Awan. "Semua udah baik-baik, aja."

"Tapi rasanya, Awan masih nyesel. Padahal kami juga pernah ngelakuin kesalahan, bikin Kakak kecewa. Tapi, apa Kakak pernah ninggalin kita atau nyakitin kita?"

"Pernah. Kejadian Langit." Mentari menjawab enteng.

"Tapi Kakak nggak ninggalin Bang Langit."

Mentari tersenyum. "Kalian juga nggak ninggalin Kakak. Kalian bantu selesaikan semuanya."

"Tapi perlakuan Kakak. Amarah Kakak waktu marah sama aku dan aku yang marah sama Kakak beda. Aku memaki Kakak. Tapi Kakak, cuma marah karena kecewa aku nggak cerita," tutur Langit.

Hela napas Mentari menguar. "Ya udah, jangan dipermasalahkan. Itu sudah lalu."

"Seharusnya kamu nggak jahat sama Kakak," kata Angkasa yang sudah menangis.

Satu fakta baru tentang Angkasa. Diantara lainnya, Angkasa memang paling muda menangis dalam segala hal sebenarnya. Dia terlihat keras, tetapi hatinya lembut dan tidak bisa sembarang disakiti.

"Maafin kami, Kak." Awan berjalan mendekati Mentari dan merangkul sang kakak. Diikuti Angkasa dan Langit.

"Kami salah besar."

"Mau sampai kapan kalian minta maaf terus?" tanya Mentari yang jujur mulai lelah dengan ucapan maaf mereka yang hampir satu hari tiga kali seperti minim obat.

"Sampai kita puas," sahut Angkasa.

"Ya udah, minta maaflah sampai kalian puas."

"Hehehehe," tawa Awan sembari meletakkan dagunya di bahu Mentari dan mengecup pipi sang kakak. "Awan sayang Kakak."

"Langit juga."

"Angkasa sayang banget banget, lebih dari mereka," balas Angkasa.

"Kakak juga sayang banget banget banget sama kalian."

Pelukan itu dilerai. Kemudian, mereka lanjut menyantap sarapan.

"Toko gimana, Kak?" tanya Angkasa.

"Lancar. Banyak bunga yang mekar cantik. Terus, pesanan buket juga banyak. Bunga segar buat pelaminan juga. Yah, ladang bunga mawar di tanah timur juga subur, jadi bunganya bagus."

"Alhamdulillah." Ketiganya berucap bersamaan.

Sejak kejadian itu, Mentari tak lagi bekerja di perusahaan keluarga Astra. Memang, itu bukan salah Mentari. Tetapi, huru-hara yang terjadi cukup fatal. Ridwan dipecat dan dipermalukan habis-habisan. Selesai lepas dari masa sedih Mentari diminta menjadi saksi kunci pelecehan yang terjadi. Sekarang pria itu di penjara karena kelakuan bejatnya sendiri.

Perfect Family [SELESAI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt