Bab 4: Kami dan Rahasia

63 13 0
                                    

"Kepercayaan adalah pondasi dalam sebuah hubungan. Sedang kita seperti orang gila membangun sebuah bangunan dengan kasih sayang dan cinta padahal kepercayaan itu tidak ada. Semuanya akan hancur."

_____

"Bangun-bangun!" teriak Awan sembari mengetuk pintu kamar Angkasa.

Gadis itu terus mengetuk pintu dengan keras. Begitu keras. Sampai Langit yang sedang membantu Mentari di lantai bawah naik dan menatapi adiknya yang terus mengetuk dan teriak.

"Pasti si Angkasa tadi malem begadang. Kebiasaan, ih!" seru Awan.

Pintu terbuka usai Awan mengeluh di depan pintu. Sosok Angkasa yang berantakan muncul. Langit yang ada di belakang Awan melempar sedikit air ke wajah saudara kembarnya itu.

"Bangun, udah siang. Kemarin Lo yang semangat bantu bikin lapangan. Sekarang malah Lo yang susah bangun," omel Langit.

"Oh, iya! Gue lupa, seriusan." Angkasa mengacungkan dua jari. Segera pemuda itu masuk dan mandi.

"Buruan!" teriak Awan.

"Iya!" sahut Angkasa dari dalam kamar.

***

Barang-barang sudah datang. Hanya keranjang bola basket saja. Nantinya benda itu di pasang di dinding pagar rumah.

Mereka mengerjakannya sekaligus. Awan dan Angkasa memasang ring di sebelah timur. Sedangkan Mentari dan Langit di sebelah barat.

"Kita tanding, kuy!" ajak Angkasa.

"Mana bisa gitu, yang jago cuma Lo, doang," tolak Awan.

"Ayo!" terima Langit.

"Kak, gimana?"

Mentari terlihat sedang berpikir. Tetapi, detik kemudian gadis itu setuju. Tinggi badannya memang tidak setinggi tiga adiknya. Dia juga sebenarnya payah dalam hal olahraga. Tapi, tidak ada salahnya bermain saja. Mungkin mereka bisa semakin dekat.

"Boleh." Mentari menerima. Jadi, suara Awan kalah. Tiga banding satu.

Akhirnya untuk menentukan tim. Mereka melakukan gunting, batu, kertas. Mentari melawan Awan, dan Angkasa melawan Langit.

Bermula dari Awan dan Mentari. Awan kertas dan Mentari gunting. "Yang menang ikut Kak Mentari, yang kalah ikut gue."

Langit dan Angkasa mulai bertanding gunting, batu, kertas. Pertama mereka seri, kedua juga, ketiga juga. Sampai kemudian; Langit mengeluarkan batu dan Angkasa kertas. Alhasil, pemenang adalah Angkasa.

"Bang, Lo jago, 'kan?" tanya Awan menyelidiki Langit. Tatapnya terlihat tajam.

"Kebalik, seharusnya gue tanya itu ke Lo," sarkas Langit sembari tersenyum sinis. Dia meledek Awan yang sudah misuh-misuh karena satu tim dengan Langit bukan Angkasa.

"Kak, tenang, aja. Meskipun Kakak nggak jago. Kita bakalan tetep menang." Angkasa meyakinkan Mentari dengan senyum lebar. Dia juga mengacungkan ibu jari ke arah Mentari.

Mentari mengangguk. Kemudian, dia menatap Langit. "Langit jago?" tanya Mentari penuh selidik.

"Lumayan. Tapi lebih jago aku," balas Angkasa percaya diri.

Perfect Family [SELESAI]Where stories live. Discover now