Episode 3 Tersesat

141 35 5
                                    

Entah karma apa yang dibuat oleh Arka di masa lalu, tetapi berada di kendaraan umum yang bergerak lambat seperti siput, dengan seorang gadis cerewet di sebelahnya adalah hukuman yang harus ia terima sekarang.

Bahkan saat ini, Arka masih ingin melarikan diri dari perjalanan yang tidak ia kehendaki sama sekali. Baginya, rumah dan segala kenyamanannya adalah yang terbaik yang bisa memberinya ketenangan hidup. Bukan perjalanan wisata yang katanya menyegarkan pikiran ini. Karena pikirannya suntuk dan ruwet.

Mesa sama sekali tidak terpengaruh dengan bentakan Arka, tetapi kembali mengoceh tentang bagaimana menyembuhkan patah hati dan menerima kenyataan. Gadis itu malah bersemangat menarik tangan Arka dan naik kendaraan umum yang katanya akan menuju taman yang bernama Tembolak Pelangi. Bu Sekar dan rombongan akan menunggu Arka di sana, sebelum mereka bertolak ke hotel mereka dan beristirahat malam.

Namun saat Arka memeriksa peta di ponsel, sepertinya kendaraan itu tidak membawa mereka ke destinasi pertama rombongan wisata Suka Cita. "Hei, kamu yakin kita ini ke Tembolak Pelangi?" bisik Arka dengan sorot mata curiga.

"Yakin lah. Kata Bapak yang di sana tadi itu, naik yang ini, kok!" sanggah Mesa dengan kepercayaan diri yang luar biasa.

"Kalau ke Tembolak Pelangi, bukan naik yang ini, Kak. Tapi naik yang satunya. Kakak salah naik mobil," tegur salah satu penumpang yang tak sengaja mendengar bisikan Arka.

"Stop, eh kiri! Eh, berhenti!" ujar Arka, kesal. Kendaraan umum itu berhenti di tepi jalan entah apa namanya. Arka turun dan membayarnya dengan uang dua puluh ribuan, kakinya mengentak kesal ke trotoar. Mesa mengekori ke belakangnya, nyengir seolah tidak bersalah.

"Sori, ya. Kirain yang ini tadi. Soalnya Bapaknya tadi bilang ...."

"Di sini kan ada ojek online, yang bisa langsung nganter ke Tembolak Pelangi! Ngapain juga harus naik angkot segala!" sergah Arka, matanya nyaris keluar dari rongganya, saking kekesalannya sudah mencapai puncak alam semesta.

Mesa menepuk jidat dan tertawa. "Oh, iya, bener juga ya. Ya udah, aku pesenin ojol, deh."

"Nggak perlu!" tukas Arka dengan ketus.

"Eh, jangan gitu, Mas. Akunya nggak enak, udah nyasarin Mas sampai sini. Ini nanti biar ojolnya biar aku yang bayar. Cincai lah!" seru Mesa mengedipkan mata.

"Nggak usah, Mbak. Saya mau pulang aja. Udah nggak mood saya liburan-liburan nyeleneh kayak gini." Arka mendengkus, tangannya bersedekap.

Mesa mengibaskan tangan kiri, sementara ibu jari tangan kanannya bergerak lincah di layar ponsel—memesan sebuah mobil—dengan kecepatan kilat.

"Mbak, Mbaknya ini punya otak nggak, sih? Saya nggak mau ke mana-mana lagi, di tempat asing yang nggak saya kenali. Udah cukup sampai di sini. Saya juga nggak minta bantuan Mbak, nganterin saya segala macem. Saya mau ke bandara aja, pulang, nggak pake ribet!" omel Arka sekali lagi. Ketikan Mesa berhenti mendadak, seiring tubuhnya yang mematung. Arka yang melihat itu merasa tidak enak, sehingga ia mengubah air mukanya karena merasa bersalah. "Maaf, Mbak, saya rada kasar ...."

Telapak tangan kiri Mesa terangkat ke hadapan wajah lelaki itu. Gadis itu menatap Arka dengan napas yang memburu.

"Gini, Mbak. Saya nggak bermaksud bentak-bentak Mbak. Tapi saya udah muak dengan segala perjalanan yang di luar rencana. Saya sudah nggak mau lagi berkelana di kota asing tanpa tujuan. Saya sudah capek lahir batin." Arka berusaha menjelaskan, karena tidak enak karena memarahi gadis yang tampaknya masih muda dan naif itu.

"Cukup, Mas Arka nggak perlu ngejelasin lagi." Wajah Mesa tampak serius, hingga Arka menahan napas. Namun, sedetik kemudian, bibir gadis itu melengkung ke atas, air mukanya kembali riang. "Aku ngerti Masnya sedang patah hati, tentu itu menyakitkan buat Mas. Tapi menjelajah kota asing itu bukan bencana kok, Mas. Karena sesuatu di luar rencana, bisa jadi membawa kita ke sebuah perjalanan yang menyenangkan dan takkan terlupa. Jadi, Masnya tenangin diri dulu. Bentar lagi mobil kita nyampe, kok."

"Mbaknya nggak ngerti, saya ...."

Mesa melambai dengan ringan ke sebuah mobil berwarna perak yang berada di seberang jalan. Sepertinya gadis ini memiliki kemampuan suka mengatur seperti Robbie, yang bisa membuat Arka tanpa sadar mengikuti kehendaknya, meskipun terpaksa. Gadis itu mengucir rambutnya asal-asalan, yang membuat mata Arka berkedut, karena ia tidak suka sesuatu yang tidak rapi. Kemudian pandangannya tertuju pada lencana putih yang berada di lengan Mesa. TV 8. Itu sebuah nama stasiun televisi lokal, Arka tahu. Meskipun lelaki itu tak pernah menontonnya. Ia tersentak dan mendadak memiliki ide untuk mengusir gadis ini jauh-jauh darinya.

"Mbaknya nggak kerja?" tanya Arka dengan nada (sok) manis.

"Oh, aku? Tadi pagi udah take gambar di kapal, kok. Besok baru mau ke Bukit Korea Dopang, satu jam dari sini. Temen-temenku paling udah pada mencar, cari kulineran terus ke hotel," cerocos Mesa dengan logat medok tanpa diminta. "Aku wes izin sama PD-nya. Nggak masalah. Kasian Masnya kalo nyasar sendirian, nanti Masnya bunuh diri lagi. Udah nggak papa, Mas. Aku seneng-seneng aja kok jalan-jalan kayak gini."

Kepala lelaki itu tertunduk dengan sebal, apalagi ketika mobil pesanan Mesa datang. Gadis itu menarik tangannya lagi untuk masuk mobil. Kemudian kembali berbicara mengenai kota Mataram, sesuatu yang tak ingin Arka dengar. Gadis itu ngobrol dengan sopir mereka, bertanya-tanya banyak hal. Setidaknya, Arka senang karena tidak diajak bicara. Ia sudah lelah jiwa dan raga. Matanya kembali terpejam, mengenyahkan semua masalah di kepala.

Rasanya baru sedetik Arka tertidur, tetapi goncangan di bahunya membuatnya kembali ke alam nyata, disertai kebingungan dan rasa pusing yang mendera kepalanya. "Hah? Apa?"

"Ini masih macet parah, Mas. Tembolak Pelangi tutup jam lima. Bu Sekar bilang, ini rombongan udah pada naik bis terus lanjut ke wisata berikutnya. Jadi gimana? Kita langsung ke tujuan berikutnya aja?"

"Sebentar. Apa?" tanya Arka yang masih belum merasakan seluruh nyawanya berkumpul menjadi satu.

"Ini kita udah telat kalau mau ke Tembolak Pelangi. Rombongan Mas mau ke tempat wisata berikutnya sekalian makan terus ke hotel. Nah ini, kita lanjut ke tujuan berikutnya aja, ya?" jelas Mesa perlahan-lahan.

Arka yang sudah bisa mencerna perkataan gadis itu mengembuskan napas. "Nggak, nggak usah. Ke hotel aja. Saya capek. Mau tidur. Besok aja ke bandara."

"Ih, Mas Arka ini. Dari tadi ngajak pulang terus. Baru aja nyampe. Ya udah kita ke hotel." Mesa menyebutkan nama hotel ke sopir taksi online mereka, lalu menyandarkan tubuh ke jok. Arka sudah tak kuat karena kelopak matanya segera terkatup rapat begitu sang sopir menyetujui tujuan baru mereka.

*episode03*

Ke hotel ngapain mereka? Apakah akan terjadi hal yang iya-iya eh, nggak-nggak? Tenang, udah kubilang kan kalau ceritaku nggak bakal ada yang aneh-aneh. Jauhkan pikiran buruk kalian ya.

Selanjutnya apa yang bakal terjadi? Apakah si Arka bakal lebih bete karena disasarin Mesa lagi?

BTW, kasih saran cast ya. Nanti aku bikin gambarnya.

travelove (Diterbitkan oleh Karos Publisher)Where stories live. Discover now