Episode 19 Cardigan

46 10 0
                                    

Takdir tidak pernah berpihak baik kepada cowok kentang. Itulah yang selalu Arka percaya. Cowok kentang adalah istilah untuk cowok baik-baik, penampilan rapi, tidak mencolok di keramaian, memperlakukan cewek dengan sepatutnya, berusaha untuk tidak melukai mereka. Namun yang lebih ironi, para cewek itulah yang lebih sering menyakiti cowok kentang ini. Tim Han Ji Pyeong hanya bisa terisak di pojokan, setelah menghabiskan jatah kesabaran seluas samudera. 

Cewek hanya bisa terpesona dengan cowok tampan, gagah, mapan dan kaya tapi kelakuannya brengsek luar biasa. Lalu begitu hati para perempuan manis ini tersakiti, mereka akan meng-update Instagram story. Semua cowok sama aja. Benar. Cowok kentang ini tidak dianggap sebagai kasta cowok yang bisa diperhitungkan.

Karena itu ketika Luna datang dalam kehidupannya, Arka masih selalu saja tidak percaya. Gadis itu sendiri sudah merupakan paket komplet dambaan para cowok di kampus, sehingga mendekatinya saja Arka tidak pernah berani. Selain Leo, para idola cowok di universitas tergila-gila kepada Luna.

Arka menghela napas, lalu menyandarkan tubuh ke kepala ranjang. Kencan semalamnya dengan Mesa sungguh menyenangkan. Ringan dan tanpa beban. Apakah karena Arka tidak punya target untuk membuat gadis itu senang? Arka merasa menjadi dirinya sendiri semalam, tanpa tuntutan. Senyum gadis itu pun terlihat tulus meskipun sedari awal ia sempat meremehkan ide kencan Arka. Namun, dalam hati, Arka mulai bimbang. Hanya beberapa hari mengenal Mesa, semua dunianya seakan perlahan berubah. Lelaki itu kemudian mengutip gawai di atas nakas, lalu memeriksa kalender yang terpampang di layar. Tinggal dua hari lagi jatah cutinya usai. Setelah itu, ia akan bagaimana?

Sebuah pesan muncul di layar ponsel, menyebabkan mata lelaki itu membelalak. Sudah berapa lama sejak ia mengabaikan pesan-pesan itu? Bergegas, ia membuka dan membacanya satu per satu. Lalu ia melayangkan pandangannya ke arah jendela. Dadanya terasa sesak lagi, padahal ia mengira akan baik-baik saja setelah beberapa hari ini.

[Aku butuh kamu, Ta. Ayo ketemu. Aku udah di Mataram.]

Isinya singkat saja tapi laksana gempa yang kembali mengguncang hati Arka. Lelaki berkaca mata itu termenung, menatap kain korden yang terbuat dari bahan tulle. Sedahsyat itukah pengaruh Luna padanya?

***

"Kalau kita hiking ke Rinjani itu butuh berapa hari sih?" Mendadak Arka melemparkan pertanyaan itu saat ia menemani Mesa yang sedang bekerja di sebuah kampung. Gadis itu terhenyak. Lalu beberapa saat kemudian, tawanya yang ringan itu terdengar.

"Mas Arka bercanda ya? Mau nge-prank?"

Lelaki itu melemparkan senyum sekilas, lalu menggeleng. "Cuma tanya doang, lho. Nggak usah ngarepin yang macem-macem."

Telunjuk Mesa bergoyang-goyang di depan lelaki itu. "Hmm. Padahal kalo emang Mas Arka mau, bisa aja lho kita langsung naik hari ini."

Wajah Arka segera pucat pasi. "Hah? Apa? Hari ini? Nggak prepare dulu nih?" Tangan lelaki itu mengusap dada beberapa kali. Gadis berambut gulali itu tertawa lagi. Kali ini menular, sebab Arka ikut tergelak bersamanya. "Harusnya aku tahu kamu itu ratunya prank."

"Ih, enggak ya." Mesa terdiam sembari membenahi rambutnya. Mengenakan seragam berwarna hitam yang kontras dengan warna-warni di kepala, membuat pesona gadis itu tampak unik dan berbeda. "Udah oke ya? Hari ini aku terakhir kerja. Nanti sore anak-anak udah mau naik kapal."

"Kok cepet banget?" tanya Arka kaget. Ia baru sadar bahwa selama ini ia belum pernah bertanya mengenai durasi pekerjaan para kru TV9 di sana. Seolah, ada yang menahannya untuk tidak mau bertanya. Apakah ini artinya ia tidak ingin liburan singkat bersama gadis ini berakhir secepatnya?

"Iya. Bahan udah diambil semua. Tinggal kirim ke bagian editing. Mas Arka mau sampai kapan di sini?" Wajah Mesa tampak ... tak terbaca. Lelaki berkacamata itu mencoba menimbang-nimbang.

"Cutiku abis dua hari lagi." Arka akhirnya menjawab dengan suara lirih. "Aslinya kalo ikut jadwal Bu Sekar, hari ini juga harusnya naik kapal sih. Kan emang jadwal kapalnya hari ini. Besok nggak ada."

"Emang kenapa Mas Arka mendadak pengen ke Rinjani? Jalurnya lumayan sulit lho. Kecuali Mas Arka udah biasa naik gunung. Kalo pemula, sebaiknya harus ada guide-nya." Mesa menjelaskan sembari menatap wajah dari pantulan kaca demi memperbaiki riasan serta memasang wig berwarna hitam untuk menutupi rambutnya.

"Harusnya hari ini ... Luna menikah." Bibir Arka mengatup rapat. Ibu jarinya mendorong kacamata agar bertengger dengan baik di hidungnya.

"Oh ya? Selamat dong."

"Tapi dia lagi di sini sekarang. Minta ketemu." Kedua tangan lelaki itu kembali bersarang di kantong celana. "Gimana menurutmu?"

Mata Mesa mengerjap, seolah merasa aneh dengan pertanyaan yang diutarakan oleh lelaki itu. "Maksudnya? Kan itu ... terserah Mas Arka. Emang ... mau ketemu?"

Dalam hati Mesa ingin berteriak untuk melarang. Ia merasa tidak rela lelaki itu kembali menemui mantan kekasihnya. Ada sesuatu dalam dada yang meletup-letup saat Arka kembali membicarakan Luna. Tangan gadis itu terkepal di sisi badan, tetapi ia berusaha sembunyikan.

Keraguan dan diamnya lelaki itu semakin melesakkan harapan Mesa ke dasar jurang. Masih ada perasaan yang tersisa rupanya untuk gadis bernama Luna itu di hati Arka. Mesa menarik napas panjang.

"Masih pengen balikan, ya?" tanya Mesa berhati-hati.

Arka melemparkan senyum canggung. "Aku bingung. Jujur."

"Kalau memang sudah selesai, ya baiknya nggak usah berharap apa-apa, Mas." Mesa berkata dengan nada ketus. Padahal ia tak ingin bersikap begitu. Namun, ia tak mau meminta maaf atas kekasarannya barusan. Ia tak mau Arka jatuh lagi dalam jerat yang disusun oleh Luna. Untuk apa juga gadis itu ada di sini menyusul Arka padahal ia harusnya sudah menikah? Dasar cewek labil, maki Mesa dalam hati.

"Ya tapi kan ...."

"Mas Arka masih pengen balikan sama dia? Ya udah, sana. Kenapa masih di sini? Luna udah jauh-jauh kemari, nyusulin Mas Arka. Silakan ketemu, reuni dan pacaran lagi. Tinggal tunggu waktu buat sebar undangan aja, kan? Cuma kalo dia ternyata kabur lagi ninggalin Mas Arka ya nggak usah nyesel Mas. Dia aja kabur dari pernikahannya sekarang. Bukan nggak mungkin dia ngulangi lagi kesalahan yang sama."

Mulut lelaki berkacamata itu masih bungkam. Matanya menatap Mesa dengan sorot mata bersalah. Kepalanya juga sedikit menunduk. Hal ini semakin membuat api di dada Mesa semakin berkobar.

"Aku heran ya, sama cowok-cowok kayak Mas Arka ini. Selalu aja cari penyakit, cari alasan buat disakiti. Seolah-olah kalian itu terlalu rendah, nggak punya harga diri. Mas Arka itu kayak nggak sadar kalau Mas Arka itu jauh lebih berharga ketimbang cewek labil yang cuma bisa mempermainkan perasaan aja."

"Kamu marah?" tanya Arka di ujung omelan gadis berambut gulali yang kini berkacak pinggang di hadapannya.

"Iya!"

"Kenapa?"

Ada sedikit remasan pada jantung Mesa ketika Arka menanyakan itu. Kenapa, Mesa? Gadis itu berdiri terpaku dengan dada yang masih naik turun karena tensi yang belum mereda. Iya, kenapa. Alasan itu sudah berada di ujung lidah. Namun, beranikah Mesa mengutarakannya?

*episode19*

Enaknya ditemuin nggak si Luna ini ya? Ngadi-ngadi banget pas hari H malah nemuin mantan. Mana mantan di luar pulau jauh banget. Kira-kira Arka luluh nggak nih Kels dengan perjuangan Luna nemuin dia?

Btw, Han Ji Pyeong ini nama karakter second lead di drama Start Up ya. Ada yang nonton?

travelove (Diterbitkan oleh Karos Publisher)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora