Catatan Konsultasi

591 52 9
                                    

Uchiha Sasuke terlahir sebagai introvert dan sensitif, meski kenangan masa kecilnya samar-samar namun sesuatu yang jelas sejak masih kecil dia bukan orang yang optimis dan akan merasa sedih dari waktu ke waktu. Tekanan keluarga yang besar menjadi pemicu masalah mentalnya semakin berat.

Ketika masih sekolah dasar, depresi benar-benar melanda dan mempengaruhi nyaris disegala aspek dalam hidupnya. Pada satu titik di masa remaja, dia menyerah pada kenyataan bahwa dunianya tumbuh semakin gelap. Paranoia dan kecemasan melonjak. Dia masih ingat ketika kakaknya melepaskannya hidup di Amerika.

Saat itu orang-orang melihatnya dengan harapan, lagi-lagi menggantungkan beban berat di atas pundaknya. Jadi Sasuke hanya berusaha pergi tidur dengan bahagia dan mengabaikan sebenarnya dia selalu bangun dengan sedih dan cemberut. Sasuke melalui hari dengan baik, menjadi aktor papan atas yang mampu bertindak bahwa seolah semuanya baik-baik saja.

Nyatanya dia selalu merasa gugup dan takut, semua terlalu berat ditanggung pada satu titik. Bisikan bahwa lebih baik dia lenyap dan mati. Pada kurun waktu itu Uchiha Sasuke mencoba mengosongkan diri dari harapan apapun. Di awal pendidikan masternya di sekolah bisnis Harvard, usai berhasil lolos dari kematian setelah berkali-kali, Uchiha Sasuke akhirnya melangkah kembali ke ruang konsultasi atas dorongan kakaknya.

Tokyo, dimana semua berawal dan terus berlanjut.

Sekembalinya dia ke tanah air, di masa itu, dunianya tidak lagi memiliki apapun. Siklus yang terus-menerus dengan konsultasi instens dan upaya keluar dari depresi namun terus gagal. Kesepian dan kesunyian mewarnai hari-harinya seperti berada di dalam lubang cacing. Dia telah gagal memberi umpan balik pada depresi awalnya meski telah kembali ke tempat dimana semua itu berawal.

"Anda harus keluar dari siklus kegagalan dan depresi, lakukan sesuatu yang menggembirakan. Bahkan hanya hal kecil saja asal Anda merasa sedikit lebih hidup."

Psikiater berusaha menyangga mentalnya kembali. Sasuke memandangnya dengan kosong.

"Aku sudah melakukannya, membaca buku dan berkuda. Kupikir itu yang membuatku bahagia."

"Survei yang Anda lakukan terakhir masih tidak memuaskan. Siklus depresi Anda terus berlanjut. Ada baiknya Anda memulai hobi lain yang lebih jujur, bukan yang Anda pikir itu membuat Anda bahagia. Berkuda dan membaca bisa jadi bukan hal Anda."

"Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana."

"Tidak masalah, Anda bisa memulainya dengan sesuatu yang kecil."

Pandangan Sasuke bergulir dari si Psikiater mengarah pada hiasan mejanya yang membosankan.

"Baiklah."

Meski psikiater itu memberikan saran untuk memulai dari hal-hal terkecil tapi dia sama sekali tidak memiliki ide. Segala hal berjalan seperti tidak ada habisnya. Sementara dia berpikir melakukan sesi konsultasi itu sama sekali tidak membuahkan hasil, diam-diam pikirannya justru semakin teracuni dan gelap. Dorongan bunuh diri semakin sering dan mengganggu.

Di saat dorongan itu tidak ada, dia akan menjadi manusia biasa yang normal seperti bangun pagi dan melakukan kegiatan apa adanya. Seperti terjebak di roda hamster, dorongan gelap itu seperti jalan satu-satunya untuk pergi dari putaran roda.

Namun, masalah Sasuke menjadi rumit. Tidak hanya mengalami dorongan bunuh diri yang membahayakan dirinya sendiri, Uchiha Sasuke juga pernah berbahaya bagi orang lain.

Pada sesi lain konsultasi di hari berbeda, Sasuke kembali berbicara pada psikiaternya.

"Kenapa aku seperti ini?"

Ibu jarinya menekan-nekan perban, itu sudah tidak sakit. Perban itu bukan untuk menutupi luka atas usaha bunuh diri lagi, tapi lukanya dihasilkan dari berkelahi.

The Greener GrassWhere stories live. Discover now