07

117 20 5
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

2 bulan berlalu...

"Dalam hidup ini, tak akan ada yang abadi, semua akan berubah sekarang atau nanti. Yang pernah dekat bisa menjadi asing, yang datang bisa pergi, dan yang sakit, pasti bakal sembuh. Kayak lo Ridz, nanti lo pasti sembuh kok, banyakin sabar aja ya?"

"Terus juga... usia, rupa, dan perasaan manusia, itu semua tak akan bertahan lama dalam bentuk yang sama."

Rupanya saat ini Farel sedang memberi nasihat hidup untuk adiknya, sembari membasuh wajah Faridz yang sedang duduk dikasurnya agar kembali segar. Farel melakukan ini setiap hari, sebelum berangkat sekolah dan setelah pulang dari sekolah. Bukan hanya itu, Farel juga selalu menyuapi Faridz dan mengajaknya berbincang agar remaja yang masih lumpuh itu tetap bersemangat menjalani harinya. Dapat dipastikan jika Farel betul-betul ingin sang adik kembali sehat dan kembali mengingat dirinya. Ia rindu sikap manja Faridz, ia rindu pukulan keras Faridz, ia rindu semua tentang Faridz.

Jika bertanya tentang mengapa bukan kedua orang tuanya yang mengurus Faridz? Tahu sendiri kan Faridz itu manusia kurang beruntung jika bersangkutan masalah itu? Lagipula Ameena orang yang sibuk, ibu dari dua anak itu ada di rumahnya hanya untuk makan dan tidur, selebihnya selalu di luar. Sedangkan Restu itu dijuluki PENGACARA, Pengangguran Banyak Acara. Iya, pria itu tak punya pekerjaan tapi sok sibuk di luar. Kadang Farel muak melihat wajah ayahnya sendiri. Kadang Farel juga merasa kasihan pada ibunya lantaran harus bersusah payah menghidupi keluarga mereka. Itu alasan mengapa Farel selalu memaklumi sikap Ameena pada Faridz, ia tahu beban Ameena sangat banyak, biarlah Faridz menjadi tanggung jawabnya sekarang, agar sang ibu tak bertambah membenci putera kedua mereka.

"Tapi ada kok, Kak, yang nggak berubah. Satu-satunya hal yang tak berubah dan gak akan pernah pergi. Mau tahu nggak?" kata Faridz menimpali ucapan Farel tadi.

"Apa?"

"Langit. Dia nggak bakal berubah, 'kan? Ya... walaupun emang kadang warna dan keindahannya akan berganti tiap hari, tapi langit nggak pernah tuh ninggalin bumi. Langit juga selalu nerima datang dan perginya senja, terus... selalu jadi kanvas bagi awan," jawabnya diakhiri senyuman.

"Iya ya, lo bener juga. Ah lo mah selalu aja punya jawaban untuk bales kalimat gue. Herannya gue udah nggak bisa jawab lagi, kehabisan kata-kata."

"Hehe, maaf Kak. Dan aku harap, Kak Farel yang jadi langit buat aku, yang nggak berubah, yang selalu nerima aku, jadi tameng aku, pelindung aku, dan nggak ninggalin aku," ucap Faridz serius. Farel selalu bingung jika Faridz sedang dalam mode melankolis. Ia dibuat kagum sekaligus heran dengan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Indah. Padahal setahu Farel, adiknya itu bukan orang yang pandai mengungkapkan rasa sayangnya, bukan orang yang jago merangkai kalimat, dan ini berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang dulu. Nakal, bobrok, mageran, dan nilai bahasa Indonesia-nya juga setara dengan nilai rata-rata raport.

Faridz & Farel [ Chansoo ] ✅Where stories live. Discover now