08

101 18 0
                                    

🍃🍃🍃

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍃🍃🍃

Farel berlari dan membuka pintu tiap ruangan dengan gelisah, ia mencari Faridz yang katanya sekarang dalam kondisi kritis. Remaja itu nampak menahan air matanya sekuat mungkin. Netra cokelatnya menyusur semua sudut dan akhirnya ia berhasil.

Farel mendekati Faridz yang tak berdaya. Sepertinya ia belum mendapatkan pemeriksaan dan belum diapa-apakan. Terlihat masih ada jejak darah yang sedikit demi sedikit keluar dari kepala Faridz dan warna wajahnya tak memiliki rona. Sekarang bibirnya juga sudah pucat pasi. Farel merasa shock, ia mengusap anak rambut sang adik.

"Faridz ...."

"Permisi, tolong periksa adik saya sekarang," kata Farel pada suster yang ada tak jauh dari sana. Tapi dia diabaikan, suster itu tak mendengar ocehan cemas dirinya.

"Suster, tolong periksa pasien ini, sus." Farel masih diacuhkan, seakan semua orang tak menganggapnya ada. Merasa kesal, ia meninggikan suaranya.

"SUSTER! TOLONG SEGERA PERIKSA ADIK SAYA, DIA BUTUH PERTOLONGAN!"

Farel melihat dengan keputusasaan saat suster akhirnya mendekati Faridz. Namun, setelah beberapa saat, terlihat bahwa suster tersebut tidak memberikan perawatan yang mendesak. Rasa frustasi dan kekecewaan melanda Farel.

"Suster, apa yang kamu lakukan?! Adik saya sedang sekarat di depan mata, dan kamu hanya bergerak dengan lambat!" Farel berteriak dengan penuh amarah.

Suster itu mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Kami sedang sibuk dengan pasien lain, jadi kamu harus bersabar," jawabnya dengan nada cuek.

Farel merasa marah dan sedih pada saat yang bersamaan. Ia tak dapat menerima bahwa adiknya mungkin akan kehilangan nyawanya hanya karena lambatnya respons medis. Tanpa ragu, ia mengambil inisiatif sendiri.

"Dia tidak bisa menunggu lebih lama! Saya akan membawanya ke ruang gawat darurat sendiri!" Farel dengan cemas menggendong tubuh lemah Faridz dan berlari menuju ruang gawat darurat. Ia berdoa dalam hati agar ada dokter atau perawat yang dapat membantu adiknya.

Setibanya di ruang gawat darurat, Farel dengan cepat meletakkan Faridz di tempat tidur yang tersedia. Ia mencoba membangunkan adiknya, tetapi tidak ada reaksi. Rasa takut memenuhi hatinya saat ia menyadari waktu yang terus berjalan tanpa adanya bantuan medis yang memadai.

Beberapa menit kemudian, seorang dokter yang tergesa-gesa masuk ke ruang gawat darurat. Ia melihat keadaan Faridz dan segera memeriksa tanda-tandanya. Wajah dokter itu menunjukkan kekhawatiran yang serius.

"Apa yang terjadi dengan adikmu?" tanya dokter dengan suara yang penuh perhatian.

Farel dengan sedih menjelaskan situasi yang terjadi dan kegagalan mendapatkan bantuan medis yang tepat waktu. Ia hampir tidak bisa menahan air matanya lagi.

Faridz & Farel [ Chansoo ] ✅Where stories live. Discover now