17. HUJAN SORE

18 1 0
                                    

17. HUJAN SORE

Ketika hujan turun aku selalu menyapa, membayangkan dia sedang menggandeng tanganku dan membawaku pergi bersama alunan merdu suaranya

Setiap langkah yang kita lalui hanya ada  alunan hujan dan tawa merdu kita berdua

Saat aku rindu aku selalu mendangak, merasakan rintikan hujan mengenai wajahku, dan menatap setiap sudut keindahannya

Namun saat aku mendangak rambut tebalnya menghalangi mata indahnya, ingin sekali aku gapai namun, dia terlalu tinggi. Hingga saat aku tersenyum dia mengibaskan rambutnya memperlihatkan mata sayunya dengan jelas yang aku sadari sedang menatapku.

Jantungku tak lagi aman, dalam mata indahnya terlihat aku sedang terdiam menatapnya, hingga aku tersadar saat mata itu hilang oleh senyum manisnya

Aku menunduk malu, mengingat beberapa sudut keindahannya, alis tebal yang terukir sempurna di sana, hidung mancung, dan bentuk bibir yang ketika tersenyum membuatku menyadari segalanya, tahi lalat dileher dan di sudut bibirnya menambah kesan indah pada kulitnya

Lalu dia akan berkata, "aku masih tidak pantas untuk siapapun",

Aku mengangguk tersenyum, aku selalu mengingat perkataanya, walaupun itu perkataan yang entah salah benarnya, namun entah mengapa sakit ketika mendengarnya

Dia mengeratkan genggamannya, menarikku untuk berlari menerobos hujan yang kian semakin deras, hingga dia mengajakku berhenti disebuah tempat kecil untuk berteduh

"Jangan lama-lama dengan hujan nanti kau akan sakit", ujarnya yang aku tahu dia menatapku dengan nada khawatir

Aku tak menatap balik, memilih menatap hujan yang turun dengan indahnya, "Aku sudah terlanjur lama dengan hujan hingga aku terbiasa dengan rasa sakitnya, tapi ini bukan tentang hujan", balasku dengan melepaskan genggamannya

Tak ada yang salah, sejak dulu hingga sekarang hanya ada namamu yang aku sematkan dalam setiap tulisan yang aku buat, bukankah kau juga pernah menyukai seseorang? Mungkin hanya aku yang berlebihan

Aku selalu berlebihan menyukaimu dan menulis jika aku akan pergi jauh darimu, namun bukan berarti aku benar-benar melupakanmu, buktinya, aku tidak pernah sampai dimana aku bisa melupakanmu. Karena setiap angan, bayangan, kenangan, terus terlintas, memaksa mengingat mu lagi, dan lagi

Aku tersadar saat mendengarkan alunan hujan yang kian semakin deras, walaupun aku suka hujan aku tidak berani menerobos hujan sendirian, karena akan terasa sedih dan menyakitkan, kecuali denganmu

Lebih baik aku menunggu hingga hujan itu reda walaupun tidak ada kepastian kapan hujan itu reda

Kau adalah hujan, hujan terbaikku

Aku menarik nafas menghirup lamat-lamat udara dingin, mengulurkan tangan menyapa badai yang menerpa bersama hujan yang kian semakin deras

Tak ada jawaban lagi darimu, tak ada lagi deru nafasmu yang hangat menyentuh wajahku, tak ada lagi genggaman erat dari tanganmu

Aku menoleh menyadari aku sedang sendirian disini, menatap jalan raya sambil tertawa kecil seperti orang bodoh

Biasanya kamu akan melewati jalan ini setiap sore tiba, entah itu sendiri atau dengan orang lain, aku tetap mengenalimu walau dari jauh, lalu setelah kau berlari didepanku aku akan diam seolah aku tak mengenalimu, dan membiarkan mu berlalu begitu saja walaupun dipikiranku, aku sangat ingin mengejar, berteriak dan mengentikanmu

Namun kenyataannya Aku tak berani, bahkan hanya menatap mata indahmu dari dekat saja sesulit itu bagiku

Mungkin jalan ini akan selalu aku kenang menjadi kenangan terakhir melihatmu atau menjadi tempat berteduh ternyaman dari hujan terbaikku

Yang pasti teman-temanku akan selalu mengatakan, "Kita melihat hujan terbaikkmu disini kemarin sore", begitu setiap hari Senin tiba

Lalu rasanya seperti Dejavu

••••

Sore itu kami rapat melebihi waktu pulang, sebagai sekertaris aku tentu tak diperbolehkan pulang dahulu disaat-saat seperti ini, tentunya sambil menunggu hujan reda

Namun hingga rapat selesai hujan tak kunjung reda, walaupun begitu hujan tak terlalu deras yang akhirnya aku dan teman-teman memilih menerobos hujan dengan seragam Pramuka lengkap

Melewati jalan berlubang yang kita injak bersamaan hingga menghasilkan cipratan-cipratan kesengajaan

Kita terus menerobos hingga seluruh seragam Pramuka itu basah oleh air hujan, sambil sesekali berlarian mencari jalan berteduh

Lalu kita akan berhenti di basecamp kita yang bertingkat dan penuh dengan tumbuhan, mereka akan duduk ditingkat 3, 4 dan 5, karena tingkat 1 dan 2 tentu saja tidak ada yang berani karena itu halaman rumah orang lain jadi hanya tingkat paling bawah yang kita duduki, dan terkadang tumbuhan itu tak sengaja kami rusak tanpa pemilik rumah tahu

Sedangkan aku, aku orang yang paling tidak nyaman ketika basah lalu duduk, akhirnya aku memilih berdiri dan menikmati hujan yang perlahan mulai mereda

Sambil menunggu tumpangan aku menatap jalan menanjak dari arah kiri mencari tumpangan yang mau mengantar kita pulang, namun dari kejauhan samar-samar aku melihat dua orang lelaki sedang berlari mendekat

Aku pahami ketika mereka mulai mendekat, caranya berlari mengingatkanku kepadanya ketika dia SMP, dari kejauhan aku sudah mengira itu dirinya, ketika dirasa sudah dekat aku langsung minggir memaksa duduk ditingkat paling pojok agar setelah dia berlari dijalan ini dia tak melihatku

Aku menatap ke arah lain, memaksa duduk dengan tenang, mengontrol diri agar tidak gemetar, lalu teman yang duduk di sampingku aku tak akan menduga dia akan memanggilnya

"Woey sombong! Pa kabar cah!", teriaknya

"Wih temen SD baek sanget", bukan, itu bukan dia, dia tak semudah itu menjawab perkataan perempuan

Mereka menghadap ke satu arah entah pandangannya pada temanku atau diriku yang disampingnya mata mereka hanya menuju kesini, jujur aku tak mau berharap, entah kenapa aku menoleh, melihat mata sayu itu dan senyum manisnya yang ia pancarkan untuk temanku, wah benar-benar gila, aku cemburu pada temanku sendiri?

Temanku memukulku keras dari belakang, mereka berlalu begitu saja, aku terus memandangi punggungnya yang terus menjauh, lagi-lagi tenggorokanku tercekik ingin sekali rasanya berteriak memanggil namanya, namun dia terus menjauh dan menghilang begitu saja, temanku hanya bisa tertawa melihatku sekarat sekarang

Lalu diakhir hujan sore itu langit menjadi gelap, tak ada satu tumpangan pun yang mau mengantar kami pulang, kami memutuskan untuk berjalan ketika waktu magrib tiba

Malam itu diakhiri dengan kejadian terburuk bagiku, bahkan menjadi hari terkahir aku bersama mereka, dia dan tempat teduh itu

Kenangan yang sudah aku rangkai satu tahun yang lalu dengan teman-temanku, lalu setiap minggunya akan diakhiri dengan dirinya yang  terkadang hadir bersamaan dengan hujan sebagai hadiah terindah,

..... kini berakhir begitu saja pada diriku karena kesalahanku sendiri

••••

_Ninn
Menyudahi yang sulit ini?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Senandika Where stories live. Discover now