Blush Cheeks

913 131 9
                                    

"Kenapa sih daritadi lo senyum-senyum mulu?"

Bibir Gisa turun. "Hah, nggak!" dirinya tertangkap basah. Membawa Kania makin memicingkan matanya.

"Keliatan kali, Gis." Kini Sinthya ikut duduk di ranjang Gisa yang sudah diisi Kania dan pemilik kasur tersebut.

Teman-teman Gisa hari ini bersandang ke rumahnya karena besok adalah hari minggu. Dimana sudah menjadi kebiasan rutin mereka sejak kelas 10 jika tidak memiliki kesibukan, mereka akan main bersama entah di rumah Sinthya, Kania maupun Gisa.

Dan hari ini, rumah Gisalah yang menjadi basecamp mereka untuk menghabiskan waktu malam minggu kali ini.

"Lo suka cowo ya?"

"Ada yang lo taksir?"

"Cowo mana?"

"Ganteng nggak?"

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus keluar dari bibir kedua sahabatnya tanpa bisa dibendung. Membawa hembusan nafas Gisa terlihat lelah untuk menangani sahabat-sahabatnya tersebut.

"Gis."

"Iyaaa." Akhirnya Gisa menyerah. "Gue kasih tau."

Dan setelahnya senyum keduanya mengembang ketika Gisa disana akhirnya menyerah dan mulai menceritakan kehidupan percintaannya yang tiba-tiba saja masuk dan menjungkirbalikkan kehidupan Gisa begitu saja.

"Jadi sekarang lo pacaran sama Zello?!" Kania masih menatap Gisa tidak percaya. "Demi apa?!"

Dan dengan anggukan lemah, Gisa mengiyakan. "Gue juga nggak tau. Tiba-tiba tadi kita pacaran aja."

Sinthya terkekeh. Menertawakan kepolosan Gisa yang mau-mau saja diajak pacaran oleh Zello begitu saja.

"Lagian kenapa lo iya-iya aja pas Zello bilang kalian pacaran?" Kania masih mengulik. Membawa Gisa berpikir dengan serius untuk mencari jawaban yang dicarinya.

"Lo suka sama Zello?"


Blush


Pipi Gisa memerah tiba-tiba. Dan reaksi tersebut sukses membuat Kania dan Sinthya tertawa. "Ya ampun!!! Temen gue lucu banget pas salting!!!"

Gisa malu. "Jangan gitu dong."

"Haha. Berarti itu membuktikan kalo lo emang suka sama Zello, Gis." Sinthya membuka keripik kentang di atas meja dan kembali mengalihkan atensinya pada Gisa. "Lo cinta sama Zello, Gisaaa."

Dan kata-kata Sinthya disana akhirnya membawa Gisa tersadar.

Benar. Setelah beberapa waktu yang dihabiskannya secara singkat dengan Zello, sepertinya gadis cantik itu benar-benar telah jatuh.

Pesona Zello, ketampanan Zello, sikap Zello, dan semua yang Zello miliki. Gisa tau jika Zello memang sedikit menyebalkan, namun hal itu juga sedikit menjadi alasan kenapa Gisa menyukainya.

Dan sepertinya, mulai detik ini, Gisa tidak akan lagi menyangkalnya jika ia memang suka pada pemuda tampan itu. Gisa telah jatuh dan Zello adalah pelakunya.


-


"Kenapa?"

Lampu merah telah menyala, membawa Zello menginjak rem mobilnya untuk berhenti. "Kok ngelamun?"

Gisa menggeleng setelah menoleh pada Zello di sampingnya. Hari ini lagi-lagi Mamahnya menyuruh Gisa mengambil baju jahitan yang akan mereka kenakan di pernikahan saudaranya.

Jadi sudah dipastikan, Zello yang akan disuruh untuk menjemput Gisa untuk memenuhi perintah Mamahnya tersebut. "Maaf ya gue jadi suka ngerepotin lo, Zell."

Zello ikut menggeleng dan menancapkan gasnya ketika lampu lalu lintas sudah kembali bewarna hijau. "Gue nggak ngerasa lo repotin."

Dengan mata yang masih terus tertuju pada jalanan disana, Zello tersenyum tipis. "Lo kan pacar gue."


Blush


Sungguh! Gisa masih belum siap dengan kata-kata itu. Apalagi yang mengucap kata keramat itu adalah Zello sendiri.

"Kenapa?"

"Oh nggak." Gisa menangkup kedua pipinya dan berpaling. Berharap bahwa Zello tidak akan tau tentang kesalah tingkahannya akibat hal kecil yang dikatakan oleh Zello.

"Gis?"

"Hm?"

Setelah sampai di destinasi yang dituju, Zello mematikan mesin mobil dan menoleh pada Gisa yang sudah Bersiap untuk melepas seatbelt yang melindunginya.

"Lo terpaksa ya?"

"Huh?" Gisa tidak paham dengan pertanyaan Zello disana. "Maksudnya, Zell?"

"Iya, lo terpaksa ya jadi pacar gue?"

Gisa terkejut. Apalagi Zello mulai menatapnya serius dari balik kemudi. Satu minggu berjalan, baru kali ini ia melihat Zello seserius itu. Padahal biasanya Zello bersikap biasa saja entah ada ataupun tidak dengan status mereka sekarang.

Dan sepertinya hari ini Zello mulai mempertanyakan. Apalagi ditambah dengan sikap canggung Gisa yang makin terlihat ketika mereka bersama. Apakah Gisa tidak nyaman dengannya? Dan apakah gadis itu benar-benar terpaksa karena pada saat itu, memang Zellolah yang menekankan bahwa mereka berpacaran. Bukan kesepakan kedua belah pihak.

"Gis, maaf kalau—"


Cup


Pipi keduanya bersemu merah.

Gisa menunduk takut-takut sedangkan Zello disana mematung. Pipinya baru saja dikecup dengan cepat oleh gadis yang daritadi berada disebelahnya.

Melihat Zello tidak bereaksi sama sekali, akhirnya Gisa membuka pintu mobil agar cepat bisa keluar dari suasana canggung disana. "Udah ah, ayo keluar."

"Gisa." Namun tangan Zello menahan.

"Ini maksudnya apa?"

Dengan wajah yang masih menunduk malu, Gisa melepas tangan Zello dan berbicara lirih, "Itu tandanya, kita memang pacaran!"


-


Cukup ya Zell. Jangan nanya-nanya lagi. Kasian si Gisa jadi salah tingkah muluuu wkwk

Penulis,


Rose

Dangerous Butterfly | JENSELLEWhere stories live. Discover now