Sentilan Dahi

775 125 9
                                    

Gisa terpaku sesaat ketika Zello sudah berada di depan rumahnya dengan sebuah motor. "Ayo."

Uluran helm dari tangan Zello membawa Gisa tersadar. "Gis?"

"Oh iya." Gisa mengambil helm yang Zello sediakan dan memakainya.

"Perlu gue bantu?"

Gisa menggeleng pelan dan menginjak pijakan motor untuk membantunya naik ke jok belakang motor Zello. "Udah, ayo."

Zello tersenyum tipis dari balik spion. Kepala Gisa benar-benar tenggelam didalam helm yang dibawanya. Ya, sepertinya helm yang dibawanya sedikit kebesaran untuk kepala Gisa yang mungil.

"Pegangan ya."

Gisa memiringkan wajahnya, "Kenapa?"

"Karena gue bakal ngebut."

Mata Gisa membulat ketika Zello mengegas motornya tanpa aba-aba. Membawa tangan Gisa dengan reflek meremas jaket kulit yang sedang Zello kenakan. "Zello!"

Zello terkekeh kecil didepan. "Diluar dingin." Ketika motornya telah turun kearah jalan utama, tangan Zello meraih tangan Gisa untuk masuk kedalam saku jaketnya. Membawa tubuh sang gadis semakin dekat.

"Eh—"

Namun pada akhirnya Gisa tak lagi protes, karena ucapan Zello memang benar adanya. Hari ini udara sedikit lebih dingin dari biasanya.

Dengan angin yang menerbangkan rambut panjangnya, Gisa akhirnya tersenyum ketika hatinya terus menghangat. Perlakuan Zello yang selalu mengejutkannya benar-benar berhasil membuat jantung Gisa selalu berdebar.

Zello memang tak pernah menunjukkan bahwa ia adalah laki-laki romantis, namun nyatanya, laki-laki itu berkebalikan dengan yang terlihat dari luar.

Zello tau bagaimana memperlakukan wanitanya. Dan yang satu ini adalah contoh nyatanya. Walaupun terkadang, wajah dinginnya tak bisa dihapus seratus persen dari wajah tampannya itu.

"Mau makan sesuatu nggak?"

Kening Gisa mengkerut. "Hah?"

"Mau makan sesuatu nggak?" Ucap Zello kembali dengan sedikit lebih keras dari sebelumnya.

"Hah?" Lagi, respon yang sama. Membuat senyum Zello kembali mengembang tipis. Hingga akhirnya ia terdiam dan memilih meminggirkan motornya.

"Eh kok berhenti?"

"Mau jagung bakar?" Zello melepas helmnya dan menunjuk penjual jagung bakar yang berada tak jauh dari tempat mereka.

"Oh, mau beli itu." Akhirnya Gisa mengerti apa yang dimaksud Zello di jalan tadi. "Boleh deh."

Tanpa pikir panjang, Gisa segera turun dan melepas helm dari kepalanya. "Makasih." Gisa tersenyum ketika Zello mengambil helmnya.

"Mau pesen apa?"

Gisa menatap menu dengan seksama ketika mereka sudah berada di depan penjual jagung bakar. Dan sepertinya Gisa bingung untuk menentukan pilihan. "Mm, samain aja deh."

"Pedes?"

"Dikit aja." Zello mengangguk dan mulai memesan.

Setelah selesai memesan, mereka berdua duduk bersila dibawah pohon yang sebelumnya telah disiapkan tikar untuk para pengunjung yang datang. "Hari ini lumayan sepi."

Gisa menoleh. "Sering kesini ya?"

"Nggak juga. Cuma kadang anak-anak ngajak main kesini."

"Anak-anak?"

"Eric sama Damian."

Gisa mengangguk mengerti. "Oh." Mengingat nama Damian disebut, Gisa jadi penasaran dengan kabar laki-laki tersebut.

Karena setelah dirinya resmi berpacaran dengan Zello, laki-laki itu terlihat menjauh darinya. Gisa tidak berharap untuk Damian berlaku sama, hanya saja mengingat perilaku Damian yang menyenangkan dulu membuat Gisa sedikit sedih ketika ia harus kehilangan satu teman yang menyenangkan seperti Damian itu.

"Kenapa?"

"Damian apa kabar, Zell?"

Mendengar itu, wajah Zello kembali datar. "Kenapa nanyain dia?"

"Nggak papa. Penasaran aja." Gisa tersenyum ketika minuman mereka diantarkan. Menyela pembicaraan mereka yang sedang berlangsung.

"Baik-baik aja orangnya."

Zello membawa minumannya mendekat. "Lagian kayaknya dia udah punya target baru."

"Oh ya?" Mata Gisa berbinar. "Siapa-siapa?"

"Kok kepo?"

"Ish, Namanya juga penasaran."


Tuk.


"Aduh." Gisa mengusap dahinya yang tiba-tiba disentil oleh Zello. "Kenapa di sentil?"

"Jangan ngomongin cowo lain."

Dengan masih cemberut Gisa kembali bertanya. "Emang kenapa? Kan Damian temen Zello."

"Gue nggak suka." Seru Zello lirih.

"Hm?" Namun Gisa tidak mendengarnya, membuat Zello mendengus dan bersiap-siap untuk menyentil dahi gadis itu lagi. Namun sayang, kali ini Gisa lebih cepat untuk mengamankan dahinya dengan tangannya.

"Sakit Zello. Jangan disentil lagi."

"Nggak."

"Bener ya?" Zello mengangguk.


Tuk.


"AWWW!!!"

Baru tangan Gisa turun, Zello tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk kembali menyerang dahi Gisa. "Zello!!!"

"Cewenya jangan dinakalin loh mas."

Gisa menjulurkan lidah ketika si penjual datang dengan dua jagung bakar yang telah matang dan membela Gisa disana.

"Iya nih pak, harusnya kan dibaikin ya?"

"Betul."

Gisa tersenyum dan berterima kasih sebelum penjual tersebut pergi. "Tuh kan—"

Gisa terdiam.

Kali ini, tangan Zello berada di puncak kepala Gisa. "Maaf ya," tangan Zello turun dan menyentuh dahi Gisa yang ternyata sudah mulai memerah. "Sakit?"

Tidak hanya dahinya, pipi Gisa kini pun ikut memerah.

Dan melihat Gisa yang terdiam, akhirnya Zello mendekatkan diri dan meniup lembut dahi Gisa dihadapannya. "Maafin gue ya."

Zello tersenyum. Membawa degupan jantung Gisa terus berdegup lebih cepat.

'Ya Tuhan...'

Zellonya benar-benar sangat tampan!!!


-


Akhirnya kita kembali setelah ada momen di smtown jakarta hahaha 💗

Penulis,



Rose

Dangerous Butterfly | JENSELLEWhere stories live. Discover now