Mimpi Kita

617 88 6
                                    

"Mamih liat kalian makin deket aja nih." Joan duduk di Kasur Zello ketika sang anak sedang sibuk di meja belajarnya dengan computer yang menyala.

"Emang deket."

Mendengarnya mata Joan berbinar. "Sedeket apa?"

Tangan Zello yang tadinya sibuk dengan keyboard dan mousenya berhenti sesaat. "Ya, deket." Kemudian kursi gamingnya ia putar agar ia bisa berbalik berhadapan dengan sang mamih. "Kita juga udah pacaran."

Mata Joan membulat penuh dengan pancaran penuh kebahagian. "Serius?! Berarti perjodohan ini berhasil?"

Zello mengangguk tanpa beban. Membuat kebahagian Joan makin membara. "Ya ampun akhirnyaaa."

Joan memeluk putranya dan menepuk-nepuk kepala Zello sayang. "Kok bisa sih kalian pacaran?"

Setelah pelukan dari mamihnya terlepas, Zello kembali memutar kursinya untuk kembali berhadapan dengan computer kesayangannya. "Sama-sama suka." Namun jawaban tersebut terdengar lirih. Membuat Joan terkekeh mendengarnya.

Putranya benar-benar sedang jatuh cinta ternyata. "Ya udah kalau gitu, liburan semester depan, kalian tunangan ya?!"

"Eh." Zello memutar kursinya dan menatap Joan kaget.

"Kenapa? Sama-sama suka, kan?"

Zello mengangguk namun terlihat tidak setuju dengan keputusan tersebut. "Masih SMA mih kita. Masih banyak yang mau dicapai."

Joan tersenyum dan mengacak rambut anaknya sesaat. "Kenapa nggak dicapai bareng-bareng aja?"

Zello terdiam.

"Bukannya lebih enak ya kalo pas lagi berjuang tapi ada yang nemenin?"



-



Gisa meneguk habis minumannya dan kembali bersandar pada tembok setelah lari dua putarannya berhasil ia lakukan.

"Kok nggak lanjut lagi?"

Zello duduk disamping Gisa dan ikut melepas dahaganya. "Mau ngobrol aja sama kamu."

Gisa terkekeh. "Mau ngobrolin apa?"

"Gis," Zello memang memanggil nama sang gadis, namun matanya terpaku pada langit biru yang mulai berganti menjadi orange diatas sana. "Mimpi apa yang mau kamu capai dimasa depan?"

Mendengar itu Gisa ikut memandang langit sambal berpikir. "Mm apa ya..."

Jujur, pertanyaan ini membuat Gisa seketika bingung. Mimpi. Selama Gisa hidup sampai saat ini, ia hanya suka mengikuti alur yang telah orangtuanya buat.

Gisa tak pernah takut akan masa depan selama orangtuanya telah membuat alur yang sempurna untuk Gisa. Namun ketika pertanyaan tersebut terucap dari bibir Zello, entah kenapa, Gisa jadi ikut memikirkannya.

Apa mimpi Gisa sebenarnya?

"Aku mau jadi atlet basket NBA." Dengan bangga Zello berucap lebih dahulu. "Aku suka basket dari kecil. Selalu berjuang masuk tim inti biar aku bisa terus tanding di semua kompetisi. Dari antar sekolah bahkan sampai turnamen nasional, semua aku perjuangin."

Zello menoleh pada Gisa. "Dan semua keringat yang aku keluarin rasanya terbalas setelah kemarin aku dapat undangan dari suatu club, Gis."

Mata Gisa berbinar. "Serius?"

Namun sayangnya, wajah senang Zello berubah sendu setelahnya. "Tapi tahap selanjutnya nggak mudah, Gis."

"Kenapa?"

"Karena aku harus jauh dari kamu kalau aku terima penawaran itu." Setelah mengucapkannya, Zello menunduk sesaat. Banyak benang kusut dan emosi yang bergejolak didiri Zello. Apalagi kata-kata mamihnya kemarin juga ikut mengacaukan pikiran Zello.

"Zello."

Laki-laki itu menoleh. Namun yang dilihatnya kini adalah Gisa yang sedang tersenyum dengan cerah kepadanya. "Ayo raih mimpi kita!"

Mata Zello membulat terkejut.

"Aku juga mau jadi jaksa hebat kaya Papah." Setelah mendengar cerita Zello, sebuah mimpi yang tadinya terpendam tiba-tiba muncul kepermukaan. Benar, Gisa ternyata kagum dan ingin seperti sosok papahnya.

"Ketika papah berkutat dengan pekerjaannya, aku sering banget nimbrung dan gangguin papah. Awalnya, aku kira karena aku hanya ingin perhatian papah, tapi setelah dipikir-pikir, bukan hanya perhatian papah aja yang menarik buat aku, tapi kasus-kasus yang lagi papah kerjain juga ikut buat aku tertarik."

Gisa kembali tersenyum. "Jadi, ayo sama-sama raih mimpi kita!"

"Gisa..."

"Aku tau kenapa kamu tiba-tiba keliatan bingung kaya gini sekarang." Gisa meraih handuknya dan mulai mengelap keringatnya yang kembali menetes. "Soal pertunangan itu, kan?"

"Kamu juga tau?" Gisa mengangguk.

"Kamu nggak usah takut, aku juga menentang itu kemarin."

"Tapi—"

"Jangan khawatir." Gisa menepuk bahu Zello menenangkan. "Aku juga nggak mau kalau harus terikat sama orang, tapi diri aku sendiri aja belum jadi apa-apa."

"Kamu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu... serius?"

Gisa mengangguk dengan tegas. "Ayo berjuang dan kembali bertemu di masa depan, Zello!"

Mendengarnya hati Zello tiba-tiba menghangat. "Makasih, Gisa." 

" 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



-



Semangat berjuang kalian!!!

Penulis,




Rose

Dangerous Butterfly | JENSELLEWhere stories live. Discover now