Keenan 7

1.7K 234 12
                                    

"Berhenti mengucapkan maaf. Tidak ada gunanya. Berusahalah agar besok lukamu sembuh. Jika besok belum sembuh, kau akan tau apa yang akan terjadi selanjutnya." Bukan lagi Holand dan Thomas. Tapi grandpa.

Keenan diam. Kenapa aura yang dikeluarkan oleh keluarganya sangat pekat dan menakutkan.

Dan rasa takut itu benar-benar nyata. Ia tidak pernah diposisi semenakutkan ini. Dulu hidupnya tenang dan tidak banyak tuntutan.

Namun sekarang, semua orang seakan menuntut hidupnya agar tetap dalam jangkauan mereka.  Semua seolah berputar di dilingkungan yang itu-itu saja.

Sangat memuakkan. Tentu saja. Siapa yang tahan jika berada di jangkauan setiap mata di rumah megah itu.

"Perasaan idup gue ngenes amat. Mending di Indonesia dah. Bisa kabur-kaburan gue. Daripada disini, udah gak apal jalan eh malah beda bahasa." Monolog Keenan dalam hati.

Sejujurnya keadaan Keenan saat ini sedang ketakutan. Tapi pikiran jahanamnya terus berjalan. Anak itu sedang menyusun rencana bagaimana cara bisa kabur. Minimal ke warung seblak.

Emang ada seblak di Jerman? Ada Adain lahhh.

Badannya tersentak ketika Holand tiba-tiba menarik tangannya.

"Woi anjing sakit. Main tarik tarik aja. Gimana kalo copot? Mau punya adek buntung?" Refleks Keenan sedikit berteriak kepada Holand.

"Anj, keceplosan gue. Tambah diamuk si ini asli."

Muka Holand mengeras. Emosi sudah sangat menguasainya. Sangat tidak baik.

"Kak, serius tangan Keenan sakit. Rasanya mau putus." Keenan mencoba untuk menarik simpati Holand dengan wajah sedihnya.

Sepertinya sedikit berhasil, Holand melonggarkan sedikit genggamannya. Hal itu di gunakan Keenan untuk berlari ke arah kamarnya dan melewati Jerry yang terkejut.

Ketiga orang dewasa itu menatap Keenan dengan tatapan buas. Ketiga generasi Herper itu sudah sangat murka.

Holand ikut menyusul Keenan dengan langkah lebar namun santai. Saat Holand sudah menjauh, Kinan menangis dengan histeris.

"Dad, tolong... Itu bukan lagi Holand. Aku tidak mau anakku terbunuh. Keenan terluka kecil itu wajar. Aku mohon, anakku akan kesakitan." Isak tangis Kinan menggema di penjuru ruangan, bahkan ibu dari empat anak itu sudah berlutut. Berharap sang ayah mertua dan suami mau berkompromi.

"Tolong..." Tatapan nanar Kinan mampu meruntuhkan kemarahan Thomas.

Thomas mengangkat tubuh istrinya ke atas sofa dan mengusap kepalanya pelan. Badan tegap itu menyusul Holand dan Keenan.

Saat sudah sampai di atas. Pintu kamar Keenan sudah rusak. Dan yang pasti Holand sudah masuk dan berhasil menemukan mangsanya.

"Berhenti bajingan!!" Teriak Thomas.

Tubuh itu menoleh dan menyeringai mengerikan.

"Kenapa berhenti? Bukankah kau juga ingin menyiksanya? Ayo kita lakukan bersama, ayah?"

Thomas diam. Situasi yang sulit. Dan mungkin harus dengan baku hantam?

"Kak, apa yang salah? Kak Holand adalah kakak yang paling Keenan favorit kan. Tapi, Keenan tidak suka dengan sikap kakak yang seperti ini. Keenan sayang kakak, sungguh dan serius."

Holand terdiam. Sayang, ya? Apa dia harus percaya? Sayang? Sungguh? Menjadi favorit?

Keenan memberanikan diri untuk memegang lengan orang yang berada dihadapannya. Lalu sedikit mengelus lengan kekar itu.

KEENAN IIWhere stories live. Discover now