TLIMH || 17

1.6K 115 0
                                    

Jangan lupa vote and komen 😍

•••

Happy Reading

Satu bulan telah berlalu...

"Minggir Azka," protes Salwa saat Azka terus menganggunya sejak tadi.

Gadis itu sedang menulis sebuah materi yang belum sempat ia kerjakan semalam. Namun, hari ini tugas itu harus segera di kumpulkan.

"Kenapa? Niat gue baik loh, Wa mau bantuin," kata Azka.

Sejak tadi cowok itu terus menganggu Salwa dengan alasan ingin membantu Salwa mengerjakan tugasnya. Padahal jelas-jelas cowok itu hanya ingin modus.

"Halah modus aja lo," degus Abel dari meja depan.

Cowok yang duduk di kursi di samping Salwa itu menatap Abel sinis. "Sirik aja lo."

"Mending lo pindah aja deh Za. Lo kalo deketan dikit sama Abel pasti berantem. Pusing nih gue dengernya," keluh Vanessa menyangga kepalanya di atas meja.

Cewek dengan rambut sebahu itu menatap malas dengan mulut menguap lebar. Tidak bisakah mereka sehari saja tidak adu bacot? Rasanya kepala Vanessa benar-benar pusing melihat keduanya.

"Suruh dia aja yang pergi, gue udah duluan duduk di sini," tolak Azka dengan tatapan sinis ia layangkan pada Abel.

"Apa lo!" Tantang Abel sengit. "Lo'kan cowok, harusnya ngalah dong sama cewek!" Lanjut Abel mendegus kesal.

"Kalo ceweknya modelan Salwa, gue iklas aja ngalah. Tapi kalo ceweknya modelan lo, amit-amit!"

Salwa yang berada di tengah-tengah antara Azka dan Salwa, memijat keningnya yang terasa pusing.

Sejak tadi pagi, Salwa memang sudah tidak enak badan. Namun, gadis itu tetap memaksa untuk masuk kuliah.

"Kalian diam dong, aku pusing nih," keluh Salwa dengan suara pelan.

"Iya sorry, Wa." Abel menjadi merasa bersalah saat menatap wajah lesu Salwa. "Lo gpp?" Lanjut Abel merasa khawatir saat melihat wajah Salwa memucat.

"Hm, aku gpp," jawab Salwa singkat. 

"Kita izi---" belum sempat Abel melanjutkan ucapannya, suara seorang dosen sudah lebih dulu menyela.

"Selamat siang," sapanya datar. Yap, itu adalah Alif.

"Siang pak!"

"Wa, muka lo pucet banget," bisik Vanessa dari sebelah kanan Salwa. Karena posisi Salwa berada di tengah-tengah antara Azka dan Vanessa.

"Aku gpp," jawab Salwa pelan.

Namun, lama-kelamaan tubuh Salwa merasa semakin lemas. Apalagi saat tiba-tiba rasa mual itu terasa bergejolak ingin keluar.

Karena tidak tahan lagi, Salwa segera beranjak dari kursi sembari berusaha menahan agar tidak muntah di sana.

"Saya permisi pak!"

Tanpa menunggu jawaban, Salwa segera berlari menuju toilet. Hingga saat tiba di sana, Salwa segera mengeluarkan seluruh isi perutnya. Namun anehnya, hanya cairan bening yang ia muntahkan.

Sedangkan di dalam kelas. Abel dan Vanessa terlihat sangat panik saat melihat Salwa berlari dari kelas. Mereka ingin menyusul Salwa. Namun, dengan tegas Alif menyuruh mereka tetap di kelas.

"Kalian tetap di kelas, biar saya menyuruh seseorang dari UKS yang menemuinya!" Mutlak Alif.

Sebenarnya itu hanyalah alasan Alif, karena pria itulah yang ingin menemui Salwa. Alif pun sama paniknya saat melihat Salwa berlari keluar kelas dengan wajah pucat. Namun, sebisa mungkin Alif menetralkan ekspresinya agar tetap terkendali.

Selang beberapa menit menjeda agar tidak membuat semua orang curiga, Alif kembali membuka suara. "Untuk hari ini kita sampai di sini dulu, saya ada urusan mendadak."

Setelah mengatakan itu, Alif segera keluar dari kelas dengan terburu-buru. Di benaknya saat ini hanya ada Salwa. Panik, khawatir, semuanya menjadi satu.

Sejujurnya Alif bingung harus mencari Salwa di mana. Ntah firasat atau apa, dengan instingnya, Alif melangkahkan kakinya menuju toilet perempuan.

Beruntungnya saat tiba di sana tidak ada orang. Membuat Alif bisa dengan leluasa mencari keberadaan Salwa.

"Salwa?" panggil Alif pelan.

Pria itu melangkah hati-hati. Dan lebih beruntungnya lagi, ternyata semua pintu toilet di sana tidak tertutup. Itu artinya Alif akan lebih mudah mencari Salwa tanpa takut di anggap mengintip seseorang.

Hingga langkah Alif terus melangkah pada toilet paling ujung. Dan toilet itupun nampak sepi.

"Salwa?" Paling Alif pelan.

Beberapa detik tidak ada jawaban, hingga suara lirih seseorang yang begitu Alif kenal terdengar.

"Pak Alif..." Yah, itu lirihan Salwa.

Tanpa menunggu lama, Alif segera membuka pintu toilet, lalu menutupnya dari dalam.

"Kamu kenapa hm?" tanya Alif khawatir.

Langsung saja ia membawa tubuh Salwa ke dalam pelukannya. Tangannya mengelus lembut punggung Salwa.

"Kepala aku pusing, terus perut aku mual..." Adu Salwa disertai isakan kecil.

"Pusing, mau pulang..." lirih Salwa mengeratkan pelukannya pada pinggang Alif.

"Kita ke dokter aja ya?" ujar Alif lembut.

Salwa mengangguk tak bertenaga.

Rasanya tak tega saat melihat wajah pucat gadis itu, lelehan air mata di wajahnya membuat hati Alif mencelos.

***

"Selamat pak, buk, istri anda sedang mengandung. Dan usia kandungannya baru menginjak usia dua minggu," ujar seorang perempuan dengan Jaz dokter yang melekat di tubuhnya.

Baik Salwa maupun Alif, keduanya sama-sama terdiam saat mendengar ucapan dokter barusan. Ada rasa yang tak dapat mereka jabarkan di hati. Semua ucapan dokter barusan bagaikan mimpi.

Ada rasa senang dan rasa sedih yang Salwa rasakan. Keduanya bercampur menjadi satu. Ternyata, kejadian yang hingga membuat Salwa trauma beberapa saat lalu membuahkan hasil. Marah? Ntahlah, Salwa pun tidak tau. Pikirannya blank saat mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung.

Sedangkan Alif, pria itu hanya terdiam, ada rasa senang yang begitu membuncah di hatinya saat mendengar kabar tersebut. Jika Alif bahagia, lalu bagaimana dengan Salwa?

"Untuk menjaga agar janinnya tetap sehat, ibu Salwa tidak boleh kecapean, stres, dan selalu jaga pola makan. Saya akan memberikan vitaminnya," jelas dokter tersebut.

"Baik, dok, terima kasih."

***

Di dalam kamar.

"Aku bahagia," ujar Salwa pelan.

Gadis itu kini sedang tiduran di atas ranjang. Di sampingnya ada Alif yang senantiasa mengelus perut Salwa lembut.

"Aku ga pernah nyesal karena dia hadir di sini. Mau gimanapun, dia hanya janin yang tidak berdosa yang harus di sayang." Salwa menatap wajah Alif yang lebih tinggi darinya.

Walaupun bayi itu hadir karena kesalahan, bukan berarti ia harus di benci. Karena pada dasarnya semua bayi itu lahir dalam keadaan suci dan tak berdosa.

Senyuman haru tak dapat Alif sembunyikan. Rasanya ia benar-benar bahagia mendengar ucapan Salwa.

"Saya lebih bahagia. Walaupun hadirnya karena ketidaksengajaan, tetapi hati saya terasa sangat senang saat dokter mengatakan jika sebentar lagi kita akan menjadi orang tua."


TBC

Up nya sedikit guys..

Kemarin ga up beberapa hari karena keluarga author sedang mendapatkan musibah 🤧
Doain ya guys, semoga author tetap bisa up tetap waktu 😔

PAK DOSEN ITU SUAMIKU!Where stories live. Discover now