🦋20: Bulan Madu (2)

1.8K 181 23
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

“Tidak apa-apa saya mengerti.” Ankara tersenyum tipis, mengulurkan tangannya pada Aisha yang dibalas dengan ragu oleh Aisha. “Saya Ankara, Naizar Ankara Biantara. Suami kamu, imam kamu menuju surga, dan calon ayah dari anak-anakmu nanti.”

Aisha merinding sekaligus salah tingkah, dia berusaha menarik tangannya kembali dari Ankara. Lidah Aisha terasa kelu, mulutnya seakan sulit untuk berbicara. “Y-ya udah lo mau dipanggil apa?” tanyanya gugup.

Ankara mengusap lembut tangan Aisha kemudian melepas jabatan tangan mereka. Ditatapnya mata Aisha dengan teduh disertai senyuman manis di bibirnya. “Apa saja, panggil saya senyaman kamu,” jawab Ankara.

Aisha mengerucutkan bibirnya kesal, dia tengah berpikir panggilan apa yang sekiranya pas untuk Ankara. Rasanya kalau memanggil dengan nama saja, tentu tidak akan sopan didengar. “Mas?” gumam Aisha lalu geleng-geleng kepala. “Ih nggak mau! Geli banget!”

“Sayang?”

“Iya, sayang,” sahut Ankara membuat Aisha kaget.

Aisha mencak-mencak, dia geleng-geleng kepala kesekian kali. Merasa panggilan itu tidak cocok untuk Ankara. “Ah, gue tahu!” seru Aisha menjentikkan jarinya begitu tahu harus memanggil Ankara dengan apa. “Gimana kalau gue panggil lo Abang? Lucu, kan, kayak orang Melayu. Gue suka tahu,” jelas Aisha.

Ankara diam sejenak lalu menganggukkan kepalanya tidak mempermasalahkan panggilan ‘Abang’ dari Aisha. Itu sudah lebih dari cukup ketimbang harus mendengar Aisha memanggil namanya. “Iya, tidak apa-apa.”

“Suka?” tanya Aisha takut Ankara tidak menyukainya.

“Iya, apa pun yang kamu sukai, saya juga akan menyukainya.”

Ankara terkekeh mendapati ekspresi Aisha yang menahan geli, dia memajukan tubuhnya kemudian mengusap kepala Aisha. “Ais, saya boleh meminta sesuatu?” Aisha memicingkan matanya, menunggu kalimat selanjutnya dari Ankara. “Boleh tidak kalau kamu jangan menggunakan lo-gue lagi? Dicoba pelan-pelan saja pakai aku, ya? Atau kamu ingin menyebut namamu sendiri juga tidak apa-apa asal jangan lo-gue, boleh?” pinta Ankara lembut dan penuh hati-hati.

Aisha salah tingkah dibuatnya, sejauh ini segala perlakuan Ankara baik tindakan maupun ucapannya sangat lembut membuat Aisha menyukainya. Tanpa ada penolakan dan seolah terhipnotis, Aisha langsung menganggukkan kepalanya.

Seulas senyum singgah di bibir Ankara atas jawaban Aisha, dia mengecup kening Aisha singkat lantas mendorong tubuh Aisha pelan ke kamar mandi. “Terima kasih, sekarang kamu bersih-bersih dulu. Saya akan menyiapkan makanan untuk kamu,” ujar Ankara kemudian melangkah pergi.

Kesadarannya seolah kembali, Aisha pun mengerjap-erjapkan matanya. Melunturkan senyuman di bibirnya lalu melirik sekeliling mencari Ankara. “Eh, gue kenapa? Kok nurut-nurut aja sih? Wah, jangan-jangan dia bisa hipnotis orang?” gumam Aisha heran sekaligus kesal.

Aisha pun lantas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri hingga lima belas menit lamanya. Setelah selesai, Aisha keluar dengan memakai gamis hitam pemberian Ankara.

Aisha berdiri di depan meja rias sembari memandangi penampilan dirinya. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan seseorang yang memeluknya dari belakang. Aisha berdecak pelan, dia menepuk-nepuk tangan Ankara yang membelit perutnya. “Ih lepas! Kenapa peluk-peluk?”

“Memangnya tidak boleh peluk istri sendiri? Saya ingin memeluk kamu sebentar aja,” jawab Ankara membuat Aisha menahan geli merasakan deru napas Ankara di lehernya.

Aisha diam membiarkan Ankara memeluknya, tatapannya dia alihkan pada pantulan cermin. Terlihat Ankara tengah memejamkan mata di ceruk lehernya, pelukan Ankara sangat erat nyaris membuat Aisha merasa sesak. Di satu sisi, Aisha merasakan gejolak aneh. Jantungnya berdebar kencang tanpa bisa dia cegah.

Pilihan HatikuWhere stories live. Discover now