🦋31: Kebenaran

995 189 37
                                    

“Apa yang terjadi dalam hidup ini, sudah ditentukan oleh Allah. Entah itu yang baik atau buruk sekalipun. Tinggal bagaimana kita menerimanya, dengan berlapang dada atau justru menyalahkan takdir-Nya?”

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Ankara mendudukkan diri di samping Aisha yang tengah melamun tidak menyadari kehadirannya, menyodorkan sebotol minuman ke hadapan Aisha membuat perempuan itu menoleh padanya. Aisha menerima botol minum itu seraya tersenyum tipis. “Makasih Abang,” ujar Aisha

Ankara mengangguk, mengusap kepala Aisha lembut kemudian memperhatikan Aisha yang sedang minum. Mereka masih berada di rumah sakit, tepatnya di depan ruang tunggu di mana Asya dirawat. Masih belum ada tanda-tanda Asya akan bangun, namun dokter mengatakan kondisi Asya perlahan membaik.

Terdengar helaan napas panjang dari Aisha, Ankara sontak menatap wajah istrinya. “Kenapa?” tanya Ankara lembut.

Aisha menghela napas lagi, menundukkan kepala menatap botol minum yang ada dalam genggamannya. Mengingat kejadian tadi siang di mana dia berseteru dengan Askara membuat perasaan bersalah muncul dalam diri Aisha. “Maaf,” lirih Aisha.

“Maaf untuk apa, sayang? Kamu tidak ada melakukan kesalahan,” ujar Ankara.

Aisha menghadapkan tubuhnya pada Ankara dengan wajah sendunya. “Ais udah bikin Abang berantem sama Askara, udah bikin keluarga Abang berantem juga. Ais ngerasa bersalah, semuanya karena Ais,” tutur Aisha.

“Kamu ini bilang apa? Itu bukan kesalahan kamu, Askara saja yang belum bisa menahan emosi. Jangan menyalahkan diri kamu sendiri untuk kesalahan yang tidak kamu lakukan. Saya minta maaf kalau perkataan Askara menyakiti kamu. Sudah, ya, tidak usah dipikirkan lagi,” ujar Ankara menarik Aisha dalam pelukannya.

Aisha termangu, masih saja menyalahkan dirinya. “Abang percaya sama Ais kalau bukan Ais yang udah bikin kak Asya celaka?”

“Tentu saja. Mana mungkin Abang nggak percaya sama kamu, Askara hanya salah paham. Cepat atau lambat, kebenaran pasti akan terungkap. Abang akan memastikan itu, Abang tidak ingin istri Abang dituduh terus menerus.”

Aisha tersenyum lega mendengar Ankara mempercayai dirinya, dia sudah cemas takut Ankara tidak percaya pada dirinya. Aisha mendongak menatap Ankara yang juga menatapnya, seketika Aisha teringat sesuatu. “Oh, iya, gimana ceritanya Abang sampai di rumah sakit? Bukannya Abang lagi di perjalanan ke Bandung sama Abi?”

Ankara mengecup kening Aisha sekilas sebelum menjawab, “Ada orang rumah yang mengabari abi kalau Asya jatuh dari tangga dan dibawa ke rumah sakit. Sebenarnya saat di mobil, perasaan saya sudah tidak enak dan terus memikirkan kamu. Saya takut terjadi apa-apa dengan kamu dan ternyata benar dugaan saya, kamu mengalami masalah.”

Aisha mengangguk-anggukkan kepalanya paham, memainkan kancing kemeja Ankara membuat pria itu menahan gemas dengan tingkah lucu istrinya. “Terus gimana pekerjaan Abang? Nggak jadi dong ketemu klien, apa Abang sama Abi bakal rugi nanti?”

Ankara tergelak mendengar pertanyaan Aisha, terdengar lucu menurutnya. Dia mencium kening Aisha lagi membuat Aisha mengerjap-erjapkan matanya. “Kamu sangat menggemaskan sekali, sayang,” ujar Ankara berhasil membuat rona merah muncul di kedua pipi Aisha.

“Abang ih! Jawab pertanyaan Ais tadi gimana,” gerutu Aisha.

“Apanya? Soal klien memang tidak jadi bertemu, hanya dibatalkan saja tidak sampai rugi. Justru mereka yang akan rugi nanti, kata Abi sih begitu.”

Aisha mendengus sebal mendengarnya, tidak berselang lama Aisha memejamkan mata seraya menyentuh dadanya yang terasa sesak. Aisha lupa dia melewatkan makan siang dan obatnya, pasti penyakit jantungnya kambuh. Lalu bagaimana sekarang? Ada Ankara di sini, apa yang harus dia lakukan agar Ankara tidak curiga.

Pilihan HatikuWhere stories live. Discover now