🦋30: Pertengkaran

1K 185 41
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Askara berjalan mondar-mandir di depan ruang tunggu di mana Asya tengah mendapat penanganan dari dokter. Askara terus berdoa demi keselamatan Asya, berharap istrinya baik-baik saja. Rasa khawatir masih mendominasi diri Askara saat ini.

Aisha pun tidak kalah khawatirnya, dia turut berdoa untuk keselamatan kakaknya. Begitu pun Aluna yang juga ada di sana, dia terkejut ketika tidak sengaja melihat Askara datang ke rumah sakit bersama Asya di gendongannya dengan kondisi tidak baik-baik saja.

Tidak berselang lama, seorang dokter wanita keluar dari sana dengan tatapan yang sulit ditebak, membuat mereka harap-harap cemas. Askara segera mendekati dokter tersebut dengan perasaan khawatir tidak bisa dijelaskan lagi. “Bagaimana keadaan istri saya? Dia baik-baik aja, kan, Dok?”

Dokter tersebut menghembuskan napas panjang, menatap tiga orang di sana bergantian. Tatapannya kembali mengarah pada Askara, “Istri Anda baik-baik saja, hanya masih belum sadarkan diri. Akan tetapi maaf, saya tidak bisa menyelamatkan janin yang ada dalam kandungannya.”

Penjelasan dokter berhasil membuat mereka terkejut bukan main, terlebih Askara. Pria itu menelan ludahnya susah payah memastikan dirinya tidak salah dengar. Janinnya tidak bisa diselamatkan, itu artinya Asya tengah mengandung? Bagaimana bisa dirinya tidak mengetahui?

Tubuh Askara melemas bersamaan ingatannya berputar pada sikap Asya yang sangat aneh. Sedari wanita itu mual-mual seharusnya Askara sadar, tetapi dirinya memilih abai dan menganggap Asya hanya sedang sakit biasa. Mengingat permintaan nyeleneh Asya membuat Askara merasa bersalah, dia justru marah pada Asya tanpa menyadari permintaan itu adalah keinginan sang jabang bayi.

Aisha mengangguk pada dokter yang berpamitan pergi, dia menyentuh bahu Aluna yang sama terkejutnya. Memeluk ibu mertuanya itu, saling menumpahkan kesedihan atas musibah yang menimpa Asya.

Aisha menolehkan pandangan merasa dirinya diperhatikan, dia bertatapan dengan Askara yang menatapnya tajam juga tangan mengepal. Aisha berjengit kaget lantaran Askara memukuli dinding tersebut secara membabi buta tanpa mempedulikan tangannya yang terluka.

“Ini semua gara-gara lo!” Tuduhan tidak berdasar kembali Askara layangkan pada Aisha membuat Aluna menatap putranya tidak mengerti mengapa menuduh Aisha seperti itu.

“Kakak, kenapa bilang kayak gitu ke Aisha? Ada apa?” Aluna bertanya lembut, menyentuh bahu Askara yang naik turun pertanda tengah emosi.

Askara menoleh sejenak pada Aluna kemudian menatap Aisha sangat tajam, telunjuknya terangkat menunjuk Aisha. “Dia yang udah bikin Asya jatuh sampai kayak gini, Bun! Dia penyebab Asya sampai keguguran!” tuduh Askara membuat Aluna terkejut.

“Kak, nggak mungkin Aisha. Kakak pasti salah paham,” ujar Aluna menenangkan. Dia percaya bukan Aisha pelakunya melihat bagaimana tatapan Aisha yang sangat khawatir terhadap kondisi Asya.

“Salah paham gimana sih, Bun? Jelas-jelas dia ada di sana pas Asya jatuh, cuma dia yang ada di sana! Dia enggak suka sama Asya makanya dorong Asya!”

Askara benar-benar sudah diserang emosi, tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Dia sudah terpengaruh perkataan Naima hingga menuduh Aisha yang bahkan tidak tahu apa-apa. Sementara Aisha hanya diam, jantungnya berdebar kencang juga tangannya yang berubah dingin hingga gemetaran. Perasaan takut, dilema, dan dibenci semua orang hinggap di kepala Aisha. Dia takut, tidak akan ada yang mempercayai dirinya lagi seperti dulu.

“B-bukan aku ...” lirih Aisha dengan bibir gemetaran. Matanya berkaca-kaca menatap Askara juga Aluna. “Bukan a-aku yang udah dorong kak Asya ....”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang