5. Rahasia 🔞

8.7K 53 2
                                    

"Apa yang paling buruk di dalam dunia ini? Seorang bangsawan yang mendadak miskin dalam satu hari."
~Gabriel Kang~

Yuna mengeliat karena merasa geli dibagian lehernya, tangannya terus menerus mendorong dada bidang Gabriel untuk menjauh. "Geli!"

Karena tubuhnya yang kuat, Gabriel tidak terganggu sama sekali, pria itu terus melanjutkan aktivitas bejatnya seperti mencium, menjilat bahkan mengigit bagian leher Yuna dan memberikan tanda merah di sana. Sepertinya malam ini dia tidak bisa menahan dirinya lagi, setelah kejadian tadi siang di kamar mandi.

Yuna sudah kehabisan tenaga, seluruh tubuhnya terasa lemas dan lunglai apalagi ditambah dengan beban yang cukup besar di atas tubuhnya itu.

"Kamu sangat wangi," bisik Gabriel secara nakal di telinga Yuna sebelum menjilat di sekitar tempat itu dengan lembut. Sementara tangannya sudah bertugas meremas kepemilikan Yuna yang kenyal.

"Eughh... maafkan, saya, Tuan. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Yuna dengan napas tersekat, sepertinya dia hendak menangis karena Gabriel melakukan itu tanpa izin.

Gabriel menghentikan aktivitasnya dan melirik ke wajah Yuna untuk mengeceknya lebih jelas karena kamar di sini memiliki pencahayaan yang kurang alias remang-remang. "Kamu menangis?"

Yuna terisak lalu menyadari tatapannya sudah buram karena airmata; seketika ia memejamkan mata dengan kuat untuk menghilangkan penglihatan kabur, setelah itu, Yuna membuka kembali matanya dan sekarang ia bisa melihat wajah Gabriel dengan lebih jelas. "Maafkan, saya, Tuan Gabriel."

Gabriel menatap Yuna dengan wajah penuh amarah, dia terlihat seperti predator seks saja. "Kenapa kamu terus meminta maaf dan menangis, sial kamu membuatku tidak mood lagi."

Yuna mengedipkan matanya berulang kali dan mulai menangis lagi karena Gabriel terlihat menyeramkan ketika berada di atas tubuhnya apalagi dengan tatapan mirip burung elang. "Maafkan, saya!" ucapnya lagi sambil menangis terisak-isak.

Gabriel dengan cepat menyingkir dari tubuh Yuna dan turun dari kasur dengan cepat. Dia sepertinya kesal dengan tingkah wanita yang dia kooperatif itu. Pria itu merapikan pakaian tidurnya kembali sebelum keluar dari kamar dan menutup pintu dengan keras.

Pagi harinya, setelah sarapan Gabriel langsung pergi ke suatu ruang yang terpisah dari rumah utama, di mana ia melakukan rapat dengan para anak buahnya. Namun, karena kejadian tadi malam Gabriel tidak fokus dalam mendengarkan presentasi plan mereka dan hanya duduk termenung ketika anak buahnya yang sedang asik menerangkan.

Anak buahnya yang berdiri di depan papan tulis itu mengaruk kepala sejenak sembari memperhatikan wajah Gabriel yang tidak biasa. "Bos, bagaimana pendapat bos mengenai penjualan senjatanya?"

Setelah salah satu anak buahnya; seperti orang kepercayaan Gabriel. Mereka mulai menunggu pendapat bosnya, tetapi sepertinya sampai sekarang pria itu tetap melamun dan berada di dunianya sendiri.

"Bos?"

Gabriel baru menyadari hal itu dan ia cepat-cepat merapikan cara duduknya lalu menatap papan tulis yang sudah di coret-coret dengan panah; menuliskan berbagai stategi.

Ia berdiam diri sejenak sembari memikirkan kalimat untuk diucapkan, Gabriel bahkan tidak menyimak inti dari diskusi yang sudah dijelaskan oleh orang kepercayaannya tadi. "Bisa dibuat diulang lagi dengan powerpoint,  coretan di papan tulis dan pembahasanmu sedikit memusingkan." Ternyata Gabriel mengeluarkan kata-kata yang tidak bisa diprediksi oleh siapapun, padahal wajahnya sudah terlihat serius sekali.

"P-powerpoint?" Anak buah kepercayaannnya itu mengaruk kepala lagi karena bertambah bingung dengan ucapan Gabriel. Selama ini, mereka tidak pernah mengunakan powerpoint dan hanya sebuah diskusi singkat dan coretan di papan tulis adalah pelengkapnya. Tidak disangka bos mereka meminta hal yang lain hari ini.

"Iya," ujar Gabriel sembari mengangguk. "Apa kamu tidak tahu dengan powerpoint?" Pria itu mulai bertanya balik dengan tatapan tajam ke arah anak buahnya itu.

Orang kepercayaannya itu hendak menyangkal, "Saya tahu, tapi bukankah--"

Ucapan pemuda itu terhenti saat menatap pelayan tua di pojok; pelayanan itu menaruh jari dimulutnya untuk memberikan tanda bahwa jangan membantah.

Gabriel tetap berlagak serius kali ini dia mencondongkan tubuhnya mengarah ke orang kepercayaannya itu sembari menyatukan jari-jari kedua tangan di hadapan dadanya. "Saya tidak mau tahu, besok harus ada pembahasan dalam bentuk powerpoint," perintahnya dengan nada tegas.

Gabriel menghentikan diskusi mereka dan keluar dari ruangan tersebut tanpa mengeluarkan ekspresi dan perkataan lanjutan lagi sembari diikuti oleh pelayan tuanya dari belakang.

Anak buahnya yang masih berada di ruangan itu terlihat panik dan misuh-misuh karena sebagian dari mereka tidak pandai membuat powerpoint meskipun itu basic skill yang harus orang kuasai di zaman sekarang.

Karena merasa stress dengan permintaan Gabriel yang aneh; anak buah kepercayaannya itu memerintahkan orang yang berada di bawah pangkatnya untuk membuat powerpoint. "Kerjakan itu, besok harus jadi pokoknya, saya pusing!" Kemudian ia ikut keluar dari ruangan itu dengan lagak yang sama persis seperti Gabriel.

Tersisa tujuh orang dari anak buat Gabriel, mereka terlihat seperti anak ayam yang tidak diberi makan; menjadi bahan ketidak-mood-an atasan mereka.

Gabriel tidak menyangka bahwa penolakan Yuna menyebabkan perasaannnya berubah seburuk itu apalagi ia tidak bisa beraktivitas karena hal kecil tersebut, karena kesal Gabriel menyuruh pelayan tua yang mengikutinya untuk melakukan sesuatu.

Tak lama kemudian, Yuna datang menghadap ke hadapan Gabriel dengan perasaan cemas. Dia begitu takut dan mengira hari ini adalah hari eksekusinya; apalagi semalam Yuna, menolak untuk berhubungan dengan bos itu. Karena terlalu takut dan dengan pikiran berkecamuk, secara mendadak wanita itu langsung sujud di kaki Gabriel sembari mengatakan maaf berkali-kali. "Ampuni, saya, Tuan, jangan bunuh saya!"

Gabriel mengambil puntung rokok yang sudah habis setengah di mulutnya lalu menjatuhkan benda yang masih menyala itu ke tanah dan sedikit lagi mengenai rambut Yuna. "Perjanjian yang kamu buat sepertinya cuma coretan kertas biasa bagimu," ucapnya sembari menatap tanpa ekspresi ke arah Yuna yang masih bersujud.

Yuna menelan ludah pahit, dia semakin takut mendengar Gabriel yang membahas perjanjian mereka tempo hari. "Maafkan, saya!"

Gabriel mendengkus seketika sebelum memberikan suatu perintah kepada Yuna. "Bangunlah dan lihat itu!"

Yuna yang dari tadi bersujud mengintip sedikit ke arah, Gabriel, ia tidak beranjak bangunan karena membayangkan suatu benda tajam yang siap menghunus kepalanya itu.

"Apa yang kamu tunggu, cepat lihat itu!" Gabriel semakin kesal, dia, menginjak tangan Yuna dengan keras sehingga membuat wanita itu memekik kesakitan.

"Sakit, Tuanku!" Yuna berteriak kesakitan dan berharap Gabriel menyingkirkan kakinya dari tangannya itu.

Gabriel mengangkat kakinya lalu mengubah posisi membelakangi Yuna dengan geram. "Kau saja yang mengatakannya, aku ingin menenangkan diri," perintah Gabriel ke arah pelayan tuanya itu.

Setelah Gabriel pergi dari tempat itu, pelayan tua langsung menghampiri Yuna yang masih setengah merunduk memegang lengannya yang sudah memerah. Pelayan tua itu menyuruh Yuna untuk memandang ke arah yang ditunjukkan Gabriel tadi.

Yuna yang menahan tangis melihat ke arah yang ditunjuk pelayan itu, yang menjadi pandangan pertamanya adalah sebuah kebun bunga yang luas yang dipenuhi oleh rumput.

Pelayan tua memberikan kalimat instruksi lain karena Yuna. "Tuan menyuruhmu untuk menyingkirkan semua rumput yang berada di sana sebelum matahari tenggelam, kalau tidak dia akan membunuhmu."

"Astaga!" Yuna langsung menangis sesegukan karena mengira Gabriel ingin membunuhnya hari ini, dengan napas yang tersekat dan langaung berlari ke arah kebun untuk, mencabuti rumput liar di sana dengan tangannya yang terluka dan memar.

.
.
.
.
.
.
.

Komen 'author ganteng' 5 orang ntar aing kambek. 🤣

DEBT LEGACY 21+Where stories live. Discover now