16

2.2K 141 5
                                    

"Ini bocah tidur semalaman di depan tv?" Tanya Mayted kepada Rizky yang baru sampai di Hambalang pukul 5 subuh agaknya sedikit kaget ketika masuk ke dalam rumah dan melihat Vanessa tertidur di sofa dengan macbook yang masih terbuka dan menyala tepat diatas perutnya.

"Ya ampun bahaya ini, radiasinya!" Mayted menyingkirkan benda persegi panjang itu dan meletakkannya diatas meja.

"Semalam Mbak Vanessa zoom meeting sama temen temen SMA nya bang." Jelas Rizky yang sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk yang bertengger di lehernya.

"Terus kenapa Vanessa nggak dipindahin ke kamar? Atau nggak pindahin macbooknya, panas ini perutnya karena radiasi. Bahaya banget." Mayted menyentuh sebentar selimut yang menyelimuti tubuh Vanessa yang menjadi alas macbooknya itu diletakkan.

Mayted menghela napasnya kasar, pagi pagi buta ini ada saja tingkah Vanessa yang membuatnya shock. Baru saja kemarin ia menumpahkan kopi di atas meja kerja Bapak karena ingin menangkap Bobby. Untung saja Mayted secepat kilat mengambil berkas penting dan ponsel Bapak, kalau tidak wassalam sudah.

"Ini tangannya dicakar Bobby?" Mayted salfok dengan tangan Vanessa yang terlihat garis merah panjang ditangan kanannya. Yang membuatnya geleng geleng kepala, udah tahu itu berdarah bukannya diobatin malah dibiarkan saja. Ya Ampun Vanessa!

Mayted mengambil kotak P3K di lemari di bawah tv. Membuka kotak itu dan mengambil obat merah dan cutton buds. Dengan sepelan mungkin ia mengobati gadis menyebalkan ini agar tidak terbangun. Sempat merintih kesakitan dari ekspresi wajah tidurnya. Mayted meniup luka itu dengan pelan agar cepat kering, karena tidak bisa ditutup plester karena cakaran Bobby terlalu panjang.

"Ini gimana saya kalo udah balik ke Batalyon?" Guman Mayted yang masih memandangi Vanessa dengan tangannya yang sibuk meletakkan kembali obat obatan itu ke tempatnya.

"Ya Allah Tuhan." Mayted semakin shock ketika ia mengangkat Vanessa bermaksud untuk memindahkannya ke kamar, gadis itu malah meniduri bungkusan ciki ciki dan coklat.

"Anak ini. Untung saja saya sayang." Gerutunya kesal. Walaupun kesal tetap saja ia mengambil sampah itu dan membuangnya ke tempat sampah di dapur. Lalu kembali ke ruang tengah dan memindahkan Vanessa ke kamarnya di lantai dua.

Setelah membaringkan dan menyelimutinya, Mayted menghidupkan lampu tidur dan menutup kamarnya dengan pelan.

"Loh si bocil terbang? Kok nggak ada disini?" Rajif mendadak kaget karena Vanessa sudah tidak ada di depan tv karena seingatnya saat ia bangun tidur dan menuju kamar mandi, Vanessa masih tertidur lelap bersama macbooknya.

"Udah saya pindahin." Ucap Mayted yang sedang turun dari tangga.

"Bapak mana, Jif?" Tanya Mayted yang ngacir ke dapur untuk membuat kopi.

"Lagi mandi kayaknya bang." Celetuk Rajif yang sudah rapi dengan pakaiannya hari ini untuk mengawal Bapak kerja.

"Bang." Panggil Rajif, Mayted hanya merespon dengan menaikkan kedua alisnya.

"Semalam Vanessa ngamuk setelah dia zoom meeting sama temen temennya. Kambuh lagi." Ucap Rajif dan Mayted tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Semalam tuh barang barang di depan tv hancur semua sama Mbak Vanessa. Bahkan tv hampir pecah kalau nggak dihalangi Mas Habib. Bapak sampai takut dan akhirnya meluk Mbak Vanessa sampai tenang walaupun masih nangis histeris. Mas Habib sampai terluka kena lemparan buku, kena jidatnya." Lanjut Rajif lagi.

"Jadi yang ditangannya itu bukan cakarannya Bobby?" Mayted langsung tersadar setelah mendengar cerita Rajif.

"Bukan, Vanessa self harm lagi, semalam tuh di lantai banyak sama rambut rambutnya, dia narik rambutnya sampai rontok. Bapak sampai nangis bang, khawatir banget Bapak tuh sama Mbak Vanessa. Mbak Vanessa histeris banget." Rajif mengoreksi.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now